jpnn.com, CAPE TOWN - Masa pandemi virus corona (COVID-19) telah menimbulkan kerusuhan di Afrika Selatan (Afsel). Kerusuhan itu dipicu oleh kelangkaan makanan yang kronis akibat kebijakan penguncian diri atau lockdown, sehingga rakyat Afsel turun ke jalan dan mengamuk.
Presiden Afsel Cyril Ramaphosa memberlakukan lockdown pada 27 Maret lalu, atau sebelum ada kasus kematian pertama akibat COVID-19 di negeri Nelson Mandela itu. Pemberlakuan lockdown itu akan berlangsung selama 35 hari.
BACA JUGA: Gegara Corona, Warga Tiongkok Makin Rasis kepada Imigran Afrika
Namun, belum genap sebulan, lockdown sudah membuat rakyat Afsel marah karena bahan pangan langka. Warga tak sekadar turun ke jalan, tetapi juga menjarah pertokoan dan saling menyerang.
Polisi menembakkan peluru karet dan gas air mata untuk membubarkan kerumunan massa. Namun, tokoh masyarakat mengkhawatirkan kerusuhan yang lebih besar akan terjadi di negeri yang berada di ujung selatan Benua Afrika itu.
BACA JUGA: Inilah Satu-satunya Benua Tanpa Virus Corona
Di Johannesburg dan Port Elizabeth, masyarakat yang mengharapkan bantuan membuat barikade, membakar ban dan tawuran, mirip ketika masa-masa menentang politik apartheid. Kondisi serupa juga terjadi di Cape Town.
“Tuan Presiden, kami dalam masa krisis pangan. Ada perang di sini,” ujar Joanie Fredericks, seorang pemuka masyarakat di Mitchells Plain, Cape Town dalam sebuah video.
BACA JUGA: Terkena Virus Demam Babi Afrika, Pasti Mati
Fredericks bersama para volunter menggelar aksi sosial melalui pendanaan mandiri untuk menolong warga yang kelaparan. Namun, dari hari ke hari jumlah warga yang mengantre untuk memperoleh makanan terus bertambah.
Semula Fredericks dan sukarelawan lainnya memulai aksi untuk menolong kalangan yang rentan seperti anak-anak, orang-orang dengan disabilitas dan para pensiunan. Namun, kini Fredericks dan koleganya sudah kewalahan sehingga tak mampu melayani seluruh warga yang datang memohon pertolongan.
Jumlah kasus COVID-19 di Afsel hingga Sabtu ini (19/4) sudah memelebihi 3.000. Adapun jumlah kematian akibat virus mematikan itu mencapai 52 jiwa.
Kini, kurang dari empat pekan penerapan lockdown, stok pangan sudah hampir habis. Beberapa wilayah di Afrika tergolong rawan akan kelaparan yang mematikan.
Organisasi Pertanian dan Pangan PBB (FAO) juga mengkhawatirkan soal itu. "Dari perspektif ketahanan pangan, beberapa tempat sangat dekat dengan kelaparan," kata Direktur Kedaruratan FAO Dominique Burgeon.(mail/ara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Antoni