Terkena Virus Demam Babi Afrika, Pasti Mati

Sabtu, 28 Desember 2019 – 06:54 WIB
Babi. Ilustrasi Foto: pixabay

jpnn.com, DENPASAR - Sebanyak 25 titik peternakan di Bali berisiko tinggi terkena ancaman penularan virus demam babi Afrika (African Swine Fever/ASF).

Hal ini karena peternak di daerah itu memanfaatkan sisa limbah hotel, restoran, dan catering, sebagai bahan pakan ternak.

BACA JUGA: Australia Minta Warganya Tak Membawa Masuk Produk Babi dari Indonesia

"Jumlah ternak babi di daerah yang berisiko tinggi itu mencapai 10.002 ekor, dengan jumlah peternak 309 orang," kata Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali Wayan Mardiana, di Denpasar, Jumat (27/12).

Jumlah peternak yang terbanyak itu di Kota Denpasar (140 peternak), Kabupaten Badung (44 peternak), Bangli (9), Buleleng (4), Gianyar (3), Jembrana (66), Karangasem (12), Klungkung (28), dan Tabanan (3 peternak).

BACA JUGA: Makanan Berbahan Dasar Daging Babi Dilarang Masuk Wilayah Bali

Pihaknya sudah meminta Dinas Peternakan Kabupaten/Kota untuk melakukan pemantauan pada titik-titik peternakan yang berisiko tinggi tersebut.

"Apabila ada kasus babi mati atau sakit, agar segera melaporkan pada petugas terdekat untuk pengambilan sampel maupun investigasi lebih lanjut. Yang jelas, sampai saat ini Bali masih aman dari penularan virus demam babi yang belakangan mewabah di Sumatera Utara," ujarnya.

BACA JUGA: Tito Karnavian: Saya Tahu Pasukan Itu

Virus ASF, menurut Mardiana, sangat berbahaya bagi ternak babi karena semua babi yang terjangkit pasti akan berakhir dengan kematian dengan masa inkubasi 5 sampai 20 hari. Bahkan pada jenis babi hutan, virus ini lebih resisten. Di samping itu, hingga saat ini belum ada obat maupun vaksin yang bisa mengobati dan mencegah penularan virus ASF.

Meskipun sangat berbahaya bagi babi karena penularannya bisa dari air liur, feses babi, ataupun makanan berbahan baku babi ke ternak babi. Namun ASF tidak berbahaya atau tidak membuat sakit pada manusia karena virus akan mati pada pemanasan 70 derajat Celcius.

"Hanya saja, dampak kerugian ekonominya yang sangat besar jika sampai terkena wabahnya, apalagi jumlah total populasi babi di Bali mencapai 890 ribu ekor. Bagaimana kalau sampai tidak ada babi, bukan hanya kerugian secara ekonomi, tetapi juga budaya karena mayoritas acara adat di Bali memakai daging babi," ucapnya.

Untuk pencegahan virus demam babi Afrika masuk Bali, Pemerintah Provinsi Bali sudah mengeluarkan instruksi pembakaran sisa-sisa makanan dari pesawat dengan penerbangan negara-negara atau daerah yang terjangkit ASF. Dengan demikian, sisa makanan yang mengandung babi dari daerah terjangkit, tidak sampai dibuang ke tempat pembuangan akhir.

Selain itu, pihaknya mengimbau supaya peternak mematuhi ketentuan untuk memasak pakan yang berasal dari sisa makanan hotel, restoran dan katering hingga suhu 70 derajat Celcius, serta rajin menyemprotkan kandang dengan disinfektan.

Produk-produk berbahan daging babi, lanjut Mardiana, juga sudah dilarang masuk Bali. Apalagi Bali memang sudah swasembada daging babi, bahkan mampu mengirimkan ke luar seperti ke Jakarta, Singapura, dan sebagainya.

Sementara itu, Plt Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali I Putu Astawa mengatakan terkait dengan maraknya pemberitaan virus demam babi Afrika (ASF) sejauh ini tidak berdampak terhadap kunjungan wisatawan ke Pulau Dewata.

"Indikatornya itu 'kan dapat dilihat dari jumlah kunjungan wisatawan. Untuk November, jumlah wisman ke Bali mencapai 500 ribu, sehingga dari Januari sampai November 2019, kunjungan wisman ke Bali sudah 5,7 juta orang. Bahkan beberapa bulan terakhir, justru trennya menunjukkan peningkatan kunjungan," ujar Astawa.

Di sisi lain, mengenai kebijakan pemeriksaan yang diambil Pemerintah Australia bagi wisatawan datang ke sana maupun barang bawaannya, menurut Astawa itu suatu yang wajar.

"Sebab kalau sampai patogen itu masuk akan sangat merugikan para peternak di Australia. Apalagi virus bisa ditularkan lewat sepatu, sehingga hal-hal pemeriksaan itu rasional saja," ucapnya yang juga Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali itu. (antara/jpnn)

 


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler