JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) hingga kemarin (15/1) belum menerima laporan resmi terkait kasus pemberian status tahanan rumah kepada dua terdakwa kasus korupsi yakni Faisal, Kadis Pekerjaan Umum (Kadis PU) Kabupaten Deli Serdang dan Elvian, Bendahara Pengeluaran di Dinas PU Kabupaten Deli Serdang, oleh Pengadilan Tipikor Medan.
Hanya saja, Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansur, menyatakan bahwa pengalihan status tahanan harus melalui penetapan seluruh majelis hakim dan harus dibacakan di depan persidangan. Jadi, prosedurnya sama dengan penetapan perintah penahanan.
"Mestinya dengan penetapan di depan sidang. Ditetapkan oleh majelis hakim, seluruh hakim menandatangani, untuk perintah penahanan atau pengalihan penahanan," ujar Ridwan Mansur kepada JPNN, kemarin.
Jadi, apa bisa dikatakan telah terjadi pelanggaran prosedur terkait kasus korupsi yang ditangani hakim di Pengadilan Tipikor Medan itu? Ridwan belum berani memberikan jawaban. "Kami belum menerima laporan," kilahnya.
Yang pasti, keterangan Ridwan itu sudah membantah pernyataan Achmad Guntur dari PN Medan yang mengtakan bahwa pengalihan status tahanan dimaksud sudah sesuai prosedur.
Menurut Achmad, seperti diberitakan koran ini Selasa (15/1), penetapan pengalihan penahanan tidak perlu dibacakan di depan persidangan. "Putusan majelis tidak dibacakan di persidangan karena ini pengalihan penahanan, kecuali menahan orang," kata Achmad.
Terpisah, Peneliti Hukum pada Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruptions Watch (ICW) Donal Fariz, berharap publik di Sumut terus mengawasi proses persidangan kasus korupsi bernilai ratusan miliar ini.
Menurutnya, dengan sikap hakim Pengadilan Tipikor Medan yang sangat kompromis dengan kedua terdakwa, maka potensi bakal keluarnya vonis bebas atas kedua terdakwa, sangat besar terjadi.
"Biasanya kasus yang demikian akan berujung pada putusan yang kontroversial. Bisa saja divonis bebas, lepas," ujar Donal.
Dikatakan, selain perlunya pengawasan yang ketat terhadap lanjutan persidangan kasus ini, Komisi Yudusial (KY) juga harus cepat bergerak. "Karena ini sangat mungkin terjadi pelanggaran kode etik," ujar Donal. (sam/jpnn)
Hanya saja, Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansur, menyatakan bahwa pengalihan status tahanan harus melalui penetapan seluruh majelis hakim dan harus dibacakan di depan persidangan. Jadi, prosedurnya sama dengan penetapan perintah penahanan.
"Mestinya dengan penetapan di depan sidang. Ditetapkan oleh majelis hakim, seluruh hakim menandatangani, untuk perintah penahanan atau pengalihan penahanan," ujar Ridwan Mansur kepada JPNN, kemarin.
Jadi, apa bisa dikatakan telah terjadi pelanggaran prosedur terkait kasus korupsi yang ditangani hakim di Pengadilan Tipikor Medan itu? Ridwan belum berani memberikan jawaban. "Kami belum menerima laporan," kilahnya.
Yang pasti, keterangan Ridwan itu sudah membantah pernyataan Achmad Guntur dari PN Medan yang mengtakan bahwa pengalihan status tahanan dimaksud sudah sesuai prosedur.
Menurut Achmad, seperti diberitakan koran ini Selasa (15/1), penetapan pengalihan penahanan tidak perlu dibacakan di depan persidangan. "Putusan majelis tidak dibacakan di persidangan karena ini pengalihan penahanan, kecuali menahan orang," kata Achmad.
Terpisah, Peneliti Hukum pada Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruptions Watch (ICW) Donal Fariz, berharap publik di Sumut terus mengawasi proses persidangan kasus korupsi bernilai ratusan miliar ini.
Menurutnya, dengan sikap hakim Pengadilan Tipikor Medan yang sangat kompromis dengan kedua terdakwa, maka potensi bakal keluarnya vonis bebas atas kedua terdakwa, sangat besar terjadi.
"Biasanya kasus yang demikian akan berujung pada putusan yang kontroversial. Bisa saja divonis bebas, lepas," ujar Donal.
Dikatakan, selain perlunya pengawasan yang ketat terhadap lanjutan persidangan kasus ini, Komisi Yudusial (KY) juga harus cepat bergerak. "Karena ini sangat mungkin terjadi pelanggaran kode etik," ujar Donal. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemkot Makassar Bagikan Mobil Dinas Baru
Redaktur : Tim Redaksi