jpnn.com, MEDAN - Di tengah kelihaian Egy Maulana Vikri menggocek si kulit bundar di lapangan hijau, ternyata dia punya kesulitan mengikatkan tali sepatu bola di masa kecilnya.
Kisah unik tentang pemuda kelahiran Medan, 7 Juli 2000 tersebut diungkap sang bapak, Syariffuddin.
BACA JUGA: Egy Maulana Vikri Rayu Abang Kandungnya Ikut ke Polandia
Hal ini diungkapkan Syariffuddin kepada pojoksatu (Jawa Pos Group), saat menyambangi rumah orangtua Egy Maulana di Jalan Asoka 1, Asam Kumbang, Kecamatan Medan Sunggal, kemarin (12/3/2018) sore.
“Ada lucunya ini, Egy waktu kecil enggak pandai mengikatkan tali sepatu bolanya sampai kelas enam SD,” ujarnya.
BACA JUGA: Ini Ceritanya Makanya Egy Kenakan Nomor 10 di Lechia Gdansk
Alhasil, Egy kecil yang sudah lihai bermain bola sejak usia empat tahun harus mengandalkan bapaknya untuk mengikat tali tersebut tiap kali mau pergi latihan sepakbola.
“Saya yang ikat, atau siapapun yang jumpa kalau dia mau masuk ke lapangan,” timpalnya.
BACA JUGA: Legenda Madrid Kirim Saran Penting untuk Egy Maulana Vikri
Menariknya, kata Syariffuddin karena hal tersebut sampai ada yang mengatakan, “Aduh-aduh, kalau sempat main ke luar negeri siapalah yang nanti mengikatkan tali sepatumu”.
“Saat itu Egy jawab, bapakkkulah. Alhamdulillah ucapannya saat itu jadi doa. Sekarang dia bisa main di Eropa,” ungkap Syariffuddin.
Egy yang memulai karir di klub sepakbola kampung Asam Kumbang bersama bapaknya, melebarkan sayap dengan masuk ke SSB Tasbih sejak 2005, yang menjadi titik balik skillnya banyak dilirik orang.
Egy Maulana Vikri Rayu Abang Kandungnya Ikut ke Polandia
Pun diakuinya, anak kedua dari tiga bersaudara tersebut sebagai pribadi yang ambisius, sehingga bisa sampai pada level sekarang bermain di klub Polandia, Lechia Gdansk.
“Dia ambisius, dari kecil kalau lihat orang bisa masuk timnas, dia bilang sama saya ingin seperti itu,” timpalnya.
Ya, selain ambisius, Egy juga pribadi yang kadang suka iri terhadap abangnya, Yusrizal Muzakki yang juga seorang pemain bola.
“Kalau abangnya punya sepatu bola baru, walaupun punya dia masih bagus, harus dibelikan lagi sama seperti abangnya,” kenangnya.
Kini, sejak dilirik masuk timas beberapa tahun silam, Egy banyak menghabiskan waktu sekolah atlet di Ragunan, Jakarta.
Sesekali, Egy pulang saat rindu melanda benaknya. Syariffuddin mengatakan jika putranya tersebut pulang kampung, maka pilihan utama Egy adalah tidur di kamarnya dan menolak jalan-jalan. “Egy kalau pulang selalu bilang mau istirahat. Diajak pergi kemana-mana males. Maunya di rumah saja,” ucapnya.
Syariffuddin bersyukur apa yang telah dicapai putranya saat ini. Diakuinya, sejak kecil dirinya yang juga pemain bola mengarahkan anak-anaknya jadi pesepakbola, termasuk putra sulungnya Yusrizal Muzakki meski tak sesukses adiknya bisa menembus timnas.
Sedangkan, si bungsu Afifah Thahira tidak mengikuti jejak kedua abangnya. “Dia lebih suka main boneka. Mungkin karena cewek. Saat ini sudah kelas tiga SD,” bebernya .
Sisi lain yang diungkap pria kelahiran 1968 ini adalah dari ketiga anaknya, hanya Egy yang sempat disaksikannya saat lahir.
“Ibunya Egy sudah mulas perutnya sejak malam, jadi subuh, Egy baru lahir. Jadi saat itulah saya dampingi istri saya dan melihat Egy lahir di klinik dekat rumah sini. Kalau Abangnya, banyak yang dampingi di klinik jadi tahunya sudah lahir saja, begitu juga dengan adiknya Egy,” ucap pria juga pelatih di SSB Asam Kumbang.
Aspiyah, ibunda Egy menambahkan putranya tersebut adalah pribadi yang baik. Tiap kali pulang kampung dan mau kembali ke Ragunan, Egy sering minta dibawakan lauk kesukaannya.
“Dia suka teri sambal kacang. Jadi suka dibawakan itu,” ungkapnya. (nin)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Egy Sempat Terkabar Mengenakan Jersey Nomor 77
Redaktur & Reporter : Budi