Ayam Bekisar Pak Lanang Ditawar Rp 125 Juta

Senin, 15 Oktober 2018 – 08:03 WIB
Ayam bekisar yang mulai langka di Lombok. Foto: Rojali/Lombok Pos/JPNN.com

jpnn.com - Ayam bekisar merupakan hasil kawin silang antara ayam hutan dengan ayam kampung. Harganya pun bisa seharga satu unit mobil.

ALI ROJAI, Mataram

BACA JUGA: Lutfi Bansir, Lahirkan 170 Jenis Nangka dan 40 Macam Durian

JANGAN lupa induknya. Itulah pesan moral disampaikan Ketua Komunitas Ayam Bekisar dan Kerata (Keber) NTB Deden Pasardiawan kepada masyarakat yang memiliki ayam bekisar.

Ayam dengan bulu-bulu berkilau dan suara yang unik itu induknya adalah ayam hutan. Kawin silang antara pejantan ayam hutan dengan betina ayam kampung menghasilkan ayam bekisar.

BACA JUGA: Inilah Beefalo, Hasil Kawin Silang antara Sapi Australia dengan Kerbau Amerika

Langkanya ayam hutan saat ini tidak membuat pemerintah menetapkan satwa yang satu ini sebagai satwa terlindungi. Dari situ, Keber terus eksis melestarikan ayam yang menjadi penghias rumah ini. “Jangan sampai semuanya punah dulu baru ditetapkan sebagai satwa terlindungi,” kata Deden.

Pandangan yang berbeda dari pemerintah seakan menjadi lecutan bagi Keber dalam melestarikan ayam hutan. Mulai dari melakukan latihan bersama untuk paduan suara ayam hutan dan mengadakan lomba. “Kita adakan lomba tiga bulan sekali,” singkat Deden.

Keber yang beranggotakan 43 orang, terus menyuarakan agar ayam ini dilindungi. Bahkan setiap ada lomba, baik yang diadakan pemerintah, Organisasi Perangkat Daerah (OPD), maupun pihak swasta Keber terus berpartisipasi agar ayam bekisar makin diminati masyarakat.

Tidak hanya lomba yang skalanya daerah, namun Keber kerap mengikuti lomba skala nasional.

Untuk lomba, jelas Deden, yang dinilai suara dan mental ayam. Biasanya ayam hutan ini liar, namun jika jinak dalam suasana keramaian, maka akan mendapat nilai plus. Pun juga dengan suara, harus tetap berkokok tiap menit. “Mirip lomba burung,” celetuknya.

Selain itu, keindahan bulu. Apakah bulunya berkilau atau tidak. Lembut atau tidak. Pada dasarnya, ayam bekisar yang lahir dari ayam hutan di seluruh Indonesia bulunya sama. Hanya saja yang beda pada suara dan bentuk tubuh. “Kalau ayamnya besar, pasti orang akan tahu itu ayam hutan dari Lombok,” sebutnya.

Ayam yang sudah menjadi juara, khususnya di tingkat nasional, harganya tidak sembarang. Tidak seperti ayam bekisar yang biasanya dihargakan Rp 3 juta sampai 5 juta. Melainkan harganya bisa mencapai ratusan juta.

Ia menyebutkan, salah satu anggota komunitasnya memilki ayam yang pernah juara nasional. Kini, ayam tersebut ditawar Rp 125 juta. “Saya punya anggota komunitas namanya Pak Lanang, ayamnya ditawar Rp 125 juta,” terangnya.

Ayam bekisar ini tidak seperti ayam lainnya. Makanan pun beda. Jadi, jika ingin memelihara ayam ini, yang perlu diperhatikan adalah makanannya. Makanan bekisar ini adalah biji-bijian. Seperti beras, kacang ijo, jagung, kedelai.

Tidak doyan makan nasi dicampur dedak seperti makanan ayam kampung. “Kalau dipaksa mungkin bisa, tapi jarang,” sebutnya.

Deden ingin ayam hutan ini bisa menjadi ikon NTB. Dimana, ayam hutan Lombok ini memiliki ciri khas dibandingkan ayam hutan di daerah lain seperti di Jawa atau Sulawesi.

Dari postur tubuh, ayam hutan dari Lombok lebih besar dibandingkan daerah lainnya. Di samping itu, kakinya berwarna merah. “Kalau ayam hutan di daerah lain postur tubuhnya lebih kecil. Kakinya tidak berwarna merah seperti yang kita miliki,” akunya.

Penangkaran ayam bekisar aku Deden cukup sulit. Jarang ada yang berhasil. Dari Keber saja yang bisa mengembangkan ayam ini hanya beberapa orang untuk penangkarannya. Sedangkan yang lainnya belum bisa.

Di satu sisi, kata Deden, ayam hutan di Lombok mulai punah. Sebab, terjadi penangkapan terus menerus. Dan pada akhirnya tidak ada lagi namanya ayam bekisar yang menghiasi rumah.

“Untuk di pulau Lombok sebagian daerah seperti KLU, Lotim, Lobar di Sekotong masih ada ayam hutan. Hanya saja penangkapan terus-menerus dilakukan,” urainya.

Ayam bekisar membutuhkan indukan dari ayam hutan yang bagus. Harus ditangkap menggunakan tali, tidak menggunakan jaring atau ditembak. Sebab, itu akan membuatnya stres. “Kalau stres tak bisa jadi induk,” terangnya.(*/r5)

 


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler