jpnn.com - SURABAYA – Sosialisasi Indonesia Travel Xchange (ITX) sampai ke pelaku bisnis dan industri pariwisata di Surabaya, Jawa Timur pada Rabu (14/12) hingga hari ini (15/12) Desember 2016. Surabaya menjadi kota kesembilan yang menjadi lokasi sosialisasi ITX.
Sebelumnya sosialisasi ITX digelar di Batam (Kepri), Magelang-Joglosemar, Medan di Sumut, Banda Aceh di NAD, Jakarta, Denpasar di Bali, Lombok di NTB, Labuan Bajo di NTT. Sekitar 80 peserta terlihat antusias mendengarkan presentasi tentang teknologi digital market place atau pasar industri pariwisata digital.
BACA JUGA: Wonderful Indonesia Bakal Menempel di Kemasan Produk Garuda Food
Hingga kini sudah sekitar 6000 an pelaku industri se-Indonesia yang bergabung di ITX sejak aplikasi penunjang Go Digital Be The Best itu diluncurkan secara online pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pariwisata III 2016, 15-16 September di Ancol, Jakarta. ITX belum dilaunching secara komersial. Tetapi sistemnya sudah bisa melayani dari booking sampai payment dalam satu platform.
Salah satu yang membuat menarik karena semuanya serba free alias tidak dipungut biaya. Pertama, pelaku industri bisa mendapat fasilitas template website yang sudah ready commerce untuk promosi produk atau paketnya secara free. Biaya hosting selama setahun juga gratis.
BACA JUGA: Mulai 12 Desember, Garuda Indonesia Terbang ke Mumbai
Kedua, bergabung di ITX berarti memperoleh booking system gratis yang sudah bisa mengatur system inventory produk jasa yang ditawarkan. Ketiga juga disiapkan payment engine gratis.
Jika membuat aplikasi sendiri untuk tiga sistem itu, bisa merogoh kocek Rp 400-an juta. Tapi ITX menyediakan platform untuk pelaku industri pariwisata secara cuma-cuma.
BACA JUGA: Citilink Buka Rute Batam-Pontianak
“Semua free, karena manfaatkan program ini sebaik-baiknya! Silakan gabung ke ITX, Anda akan mendapatkan banyak benefit yang siap untuk go digital,” ucap Claudia Ingkiriwang, Ketua Probis Indonesia Travel Xchange (ITX) memancing para industri pariwisata di kantor Disbudpar Jawa Timur.
Serba-gratis itu rupanya betul-betul membuat heboh diskusi. Semakin banyak hal yang ditanyakan dan semakin asyik.
Ada yang benar-benar belum paham dunia digital. Ada pula yang galau kalau-kalau platform selling ini memojokkan pelaku travel agent lama yang masih manual. Bahkan ada yang menanyakan letak competitiveness advantage ITX dibandingkan dengan OTA.
“Nah, ini yang saya tunggu-tunggu! Jawaban dari pertanyaan itu yang membuat kita semua jadi ngeh, betapa penting digital market place atau mal produk industri pariwisata di online ini,” jawab Claudia yang membuat orang semakin penasaran.
Lalu apa keuntungan bergabung ITX selain serba-gratis? Pertama, ITX memberikan teknologi akses kepada para pelaku bisnis pariwisata sebagai prasyarat untuk Go Digital.
Kalau sudah menyebut diri digital, maka semua harus selesai di layar komputer atau smartphone. Dari look atau search, book dan pay dalam satu platform. Tidak perlu menelepon operator, menghubungi customer service. Pembayarannya juga tidak perlu transfer atau lewat antrean teller di bank. Semua harus terkoneksi dan terintegrasi dengan teknologi.
Kedua, ITX itu bukan OTA atau online travel agent. Bukan pula bisnis yang bergerak di sektor pariwisata. Jadi, tidak akan bersaing dengan OTA-OTA yang lain seperti TRaveloka, Agoda, Xpedia, Ctrip, Altrip, Booking, Hanatour ataupun Musafir dan sebangsanya. Mereka itu justru masuk dalam ITX sebagai buyers dan juga sellers.
“ITX itu lebih ke teknologi, perusahaan IT, yang hanya menyediakan platform saja. Kalau ITX ikut jadi OTA, maka akan punya conflict of interest, dan dianggap bersaing sendiri dengan para pelaku bisnis pariwisata,” kata Claudia.
Ketiga, ITX memberikan channeling bagi sellers di Indonesia atau industri pariwisata di tanah air untuk bisa dijual juga melalui para OTA di atas. Mereka bisa menjadi buyers buat industri pariwisata Indonesia ke level global agar produk-produknya terkoneksi dengan pasar dunia.
“Itulah kekuatan ITX. Kami ingin mendigitalkan perusahaan di tanah air, yang selama ini lebih banyak yang masih bermain manual,” kata Claudia.
Nah, bagaimana yang sudah punya website sendiri? Itu lebih bagus karena mereka sudah menjalankan marketing secara digital dan online.
Tinggal, sudahkah web itu ready commerce? Sudah adakah booking dan payment system? Kalau belum, maka itu belum masuk dalam digital. “Kalau sudah punya website, tinggal diintegrasikan dengan booking system dan payment engine, agar sempurna menyambut era digital,” kata dia.
Bagaimana syarat masuk ITX atau menyeleksi members-nya agar tidak sembarang orang bisa masuk dan berbisnis di pariwisata? “Prinsipnya mudah, siapkan NPWP, TDP (tanda daftar perusahaan) berbadan hukum. Boleh PT, boleh juga CV. Kami juga harus mengedukasi, agar mereka taat dengan aturan main ini. Perseorangan juga boleh. Nanti, harus mendapatkan rekomendasi atau kurasi dari paguyuban, koperasi, asosiasi, atau lembaga yang berkompeten. Jadi tidak asal orang masuk,” kata dia.
Apa saja industri yang boleh masuk? Jawabannya adalah apa saja yang bergerak di bidang pariwisata, atau ada kaitannya dengan servis pariwisata. Hotel, resort, villa, apartemen, convention center, restoran, suvenir, rent car, theme park, café dan segala macam atraksi. Juga penyelenggara event, seperti showbiz, menjual tiket konser, pertandingan olahraga, musik, pertunjukan seni budaya dan lainnya. Mereka itu tergolong supplier, penyedia jasa langsung.
Ada lagi industri yang bergerak sebagai distributor, seperti pembuat paket perjalanan wisata, paket yang mengkolaborasi berbagai supplier di atas. Dia menggabungkan hotel, atraksi, rent car, ticketing, souvenir, resto dan lainnya.
“Antara supplier dan distributor bisa saling bertransaksi juga. Dan ITX hanya sekali charge, sebesar 2,5 persen success fee saja. Kalau tidak terjadi transaksi, tidak akan diminta untuk membayar iuran bulanan,” kata dia.
Acara ini dibuka langsung oleh Kadisbudpar Jatim Jarianto dengan tiga orang narasumber. Yakni Stafsus Menpar Bidang IT Samsriyono Nugroho yang memberi gambaran besar Go Digital Kemenpar, Stafsus Menpar Bidang Komunikasi Publik Muh Noer Sadono yang mengangkat sosmed marketing dengan memanfaatkan Facebook, Twitter, Instagram, Youtube, Weibo, WeChat, Line, dan lainnya untuk mempromosikan destinasi maupun events. Sedangkan yang terakhir adalah Claudia Ingkiriwang, Ketua Probis Indonesia Travel Xchange (ITX) yang diendors Kemenpar untuk membangun platform go digital.(adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Wings Air Kembali Tambah Rute
Redaktur : Tim Redaksi