Babak Baru Kasus Tambang Ilegal di Bukit Soeharto, 3 Tersangka Segera Diadili

Senin, 20 Juni 2022 – 06:06 WIB
Penyidik dari Balai Gakkum LHK WIlayah Kalimantan saat akan menyerahkan tiga tersangka ke Kejati Kaltim. Kasus tambang batubara ilegal di Bukit Soeharto segera memasuki babak baru. Foro: Dokumentasi KLHK

jpnn.com, SAMARINDA - Kasus tambang batubara ilegal di Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto segera disidangkan.

Penyidik Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Kalimantan telah menyerahkan para tersangka ke Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur pada Jumat (17/6), setelah berkas dinyatakan lengkap oleh jaksa penuntut umum.

BACA JUGA: KLHK Ajak Delegasi G20 EDM-CSWG Nikmati Jakarta dengan Bersepeda Santai di Car Free Day

Penyerahan tersangka merupakan tindak lanjut hasil operasi penindakan tambang ilegal di Tahura Bukit Soeharto pada Minggu (21/3) lalu.

Dalam operasi tersebut, Gakkum LHK mengamankan 11 orang pelaku, yaitu M (60), ES (38), ES (34), AS (27), H (42), J (52), MS (42), Y (50), R (56), AJ (44) dan IS (35).

BACA JUGA: KLHK Adakan Bike To Work, Sebelum Bahas Hal Penting Bersama Delegasi EDM-CSWG

Selain pelaku, tim juga mengamankan sejumlah barang bukti, seperti 2 unit alat berat (excavator).

Setelah melaksanakan serangkaian pemeriksaan, 3 dari 11 orang tersebut ditetapkan sebagai tersangka, yaitu M (60) yang tinggal di Balikpapan selaku penanggung jawab lapangan, ES (38) yang tinggal di Tenggarong selaku operator excavator, dan ES (34) yang tinggal di Tenggarong selaku operator.

Kepala Balai Gakkum LHK Wilayah Kalimantan Eduward Hutapea mengatakan secara konsisten mengupayakan penegakan hukum yang bermanfaat dan berkeadilan bagi seluruh masyarakat melalui penanganan beberapa penanganan perkara yang telah dilaksanakan dan sedang berjalan saat ini.

"Untuk itu diperlukan kerja sama dan dukungan semua pihak utamanya masyarakat dan pemangku kawasan dalam upaya memberantas kegiatan-kegiatan yang merugikan semua pihak," tegas Eduward Hutapea.

Penyidik Gakkum LHK Wilayah Kalimantan menerapkan Pasal 89 Ayat (1) huruf b dan/atau a Jo Pasal 17 Ayat (1) huruf a dan/atau b Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan jo Pasal 37 angka 5 UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dengan ancaman hukuman penjara maksimum 15 tahun dan denda Rp 10 miliar.

Di kesempatan lain, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) Rasio Sani mengatakan pihaknya akan tetap terus menelusuri kemungkinan keterlibatan pihak-pihak lain, baik pemodal maupun penadah hasil tambang ilegal mengingat aktivitas tersebut telah merusak lingkungan hidup dan kawasan hutan, mengancam kehidupan masyarakat, dan merugikan negara.

“Saya telah instruksikan kepada pelaksana teknis dan penyidik di lapangan agar menerapkan hukum secara tegas, mencari seluruh jaringan pelaku atau pemodal kejahatan tambang, dan menerapkan hukum yang seberat-beratnya agar memberikan efek jera bagi pelaku lain," kata Rasio.

Dia menyampaikan KLHK telah melakukan 1.804 operasi pengamanan lingkungan hidup dan kawasan hutan di Indonesia.

Dari jumlah tersebut, 682 di antaranya berupa operasi pemulihan kawasan hutan.

KLHK juga telah membawa 1.210 kasus ke pengadilan, baik terkait pelaku kejahatan korporasi maupun perorangan. (mrk/jpnn)


Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler