jpnn.com - JAKARTA - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan bakal menjatuhkan sanksi kepada peserta JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) yang nakal.
Mereka yang enggan mengiur pasca memanfaatkan program asuransi sosial ini, bakal didenda 2,5 persen dari biaya pelayanan kesehatan pasca aktif kembali.
BACA JUGA: Setuju BNN Gunakan Uang TPPU Kasus Narkotika, tapi...
Aturan tersebut tercantum dalam Pasal 17A.1 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Perpres Nomor 12 Tahun 2013, tentang Jaminan Kesehatan.
Dijelaskan bahwa dalam hal keterlambatan pembayaran iuran jaminan kesehatan lebih dari satu bulan, terhitung dari batas akhir pembayaran tiap tanggal 10, maka penjaminan peserta diberhentikan sementara. Dengan kata lain, peserta tidak lagi ditanggung biaya pengobatannya saat sakit oleh BPJS Kesehatan.
BACA JUGA: Gagasan Buwas Ini Didukung Luhut Panjaitan
Peraturan ini sendiri, menggantikan ketentuan sebelumnya, yang memberi kelonggaran batas waktu hingga enam bulan tunggakan iuran sebelum akhirnya pelayanan diberhentikan sementara.
Pemberhentian pelayanan sementara ini tentu bisa dicabut. Bila peserta ingin mengaktifkan kembali, maka wajib membayar iuran bulanan yang telah tertunggak. Kemudian, melunasi pula iuran pada bulan peserta ingin mengakhiri pemberhentian sementara.
BACA JUGA: Trauma, Kini Daerah Sudah Siaga Kebakaran Hutan
Setelah aktif, sanksi ternyata masih terus berlanjut. Peserta yang baru aktif kembali dan mengalami sakit dalam kurun waktu 45 hari sejak status aktif, maka wajib membayar denda untuk setiap pelayanan kesehatan rawat inap yang diperolehnya.
Mereka wajib membayar denda pada BPJS Kesehatan sebesar 2,5 persen dari biaya pelayanan kesehatan untuk setiap bulan tertunggak. Meski demikian, pemerintah masih memberikan keringanan bagi peserta nunggak tersebut. Pembayaran akan memperhatikan jumlah bulan tertunggak paling banyak 12 bulan dan besar denda paling tinggi Rp 30 juta.
Jadi misalnya, peserta telah menunggak pembayaran iuran selama 14 bulan. Lalu, peserta yang baru aktif tersebut harus operasi jantung dengan biaya rawat inap hingga Rp 10 juta. Maka, hitungan pembayaran denda yakni 2,5 persen dikalikan 12 (seharusnya 14 bulan) dikali Rp 10 juta = Rp 300 juta. Namun, dengan ketentuan besar denda maksimum Rp 30 juta, maka peserta hanya diwajibkan membayar sebesar nominal itu saja.
Kepala Humas BPJS Kesehatan Irfan Humaidi menuturkan, aturan soal sanksi ini memang disepakati bersama sebagai salah satu cara mendisiplinkan peserta. ’’Ini juga kan untuk mencegah adanya modus perilaku yang menjurus pada moral hazard,’’ tuturnya kemarin (12/3).
Diakuinya, banyak peserta nakal yang enggan mengiur pasca mendapat manfaat dari JKN ini. Biasanya, mereka baru akan kembali membayar iuran saat sakit atau akan menjalani pengobatan dengan biaya mahal. Kebanyakan memang, penunggak iuran ini berasal dari peserta mandiri. tercatat sekitar 40 persen dari sekitar 4 juta orang jumlah keseluruhan peserta mandiri.
’’Jumlah tunggakannya beragam. Ada yang satu bulan, ada pula yang enam bulan. Saya tidak hafal untuk detilnya,’’ ujarnya.
Irfan menambahkan, perhitungan denda 2,5 persen ini menggantikan besaran denda pada peraturan sebelumnya. Yakni, peserta hanya dikenakan denda sebsar 2 persen dari besaran iuran per bulannya bila nunggak bayar. Aturan denda 2,5 persen ini akan diberlakukan mulai 1 Juli 2016.
’’Jadi masih ada waktu untuk sosialisasi. Tujuannya bukan denda ya, tapi lebih ke perubahan perilaku peserta agar lebih disiplin untuk membayar iuran,’’ ungkapnya. (mia/bil)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemetaan PNS untuk Rasionalisasi Rentan Like and Dislike?
Redaktur : Tim Redaksi