Baca Pledoi, Nyoman Beber Uang ke Banggar

Kamis, 22 Maret 2012 – 18:51 WIB
Terdakwa perkara suap dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Transmigrasi (PPID), I Nyoman Suisnaya saat membacakan pembelaan (pledoi) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (21/3). Foto : Arundono W/JPNN

JAKARTA - Terdakwa perkara suap dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID) kawasan transmigrasi, I Nyoman Suisnaya, merasa menyesal karena menerima uang Rp 1,5 miliar dari pengusaha Dharnawati. Terlebih lagi, uang commitment fee itu bukan untuk dirinya namun justru demi pihak-pihak yang selama ini ikut mengatur alokasi anggaran
PPID.

Saat membacakan pembelaan pribadi pada persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (22/3), Nyoman menyatakan, penetapan 19 daerah sebagai penerima PPID adalah hasil dari usulan Sindu Malik Pribadi. "Ini pula yang dikaitkan dengan syarat adanya fee 10 persen," ucap Nyoman di hadapan majelis hakim uyang diketuai Sudjatmiko itu.

Mantan Sekretaris Direktorat Jenderal Pengembangan dan Pembinaan Kawasan Transmigrasi (Sesditjen P2KT) Kemenakertrans itu memaparkan, besaran dana PPID yang disetujui Badan Anggaran (banggar) DPR dan pemerintah adalah Rp 500 miliar. Nyoman menyebut Sindu Malik, Ali Mudhori dan Iskandar Pasajo alias Acos mendapat Rp 21,35 miliar yang
merupakan setoran dari daerah-daerah penerima PPID.

Uang itu pula yang menurut Nyoman disetor ke Banggar DPR. "Sudah disetor ke Banggar melalui Acos Rp 19 miliar dan Ali Mudhori mendapat Rp 1 miliar," kata Nyoman.

Karenanya tentang commitment fee Rp 1,5 miliar yang diterimanya dari Dharnawati pada 25 Agustus 2011, Nyoman membantah anggapan jika dirinya disebut proaktif. Nyoman tak mau disebut memerintahkan anak buahnya yang bernama Dadong Irbarelawan agar menagih fee ke Dharnawati.

"Beberapa tindakan yang dilakukan Dadong tidak seluruhnya saya ikuti. Karena terkait permintaan fee dari Nana (Dharnawati), hubungan saya dengan Dadong bukanlah atasan dengan bawahan, tetapi sama-sama memiliki beban karena ditekan oleh Sindu Malik dan kawan-kawannya," ucapnya.

Ditambahkannya pula, praktik commitment fee itu sebenarnya sudah menjadi rahasia umum. "Saya memiliki pertimbangan bahwa fee 10 persen sudah diketahui oleh para direktur eselon II dan pejabat eselon I diKemenakertrans," ucapnya.

Nyoman menegaskan, perbuatannya meminta commitment fee ke Dharnawati terpaksa dilakukannya karena mewakili pihak-pihak yang selama ini ikut mengatur alokasi dana PPID. Meski demikian pejabat Eselon II di Kemenakertrans itu mengaku siap mempertanggungjawabkan perbuatannya.

"Seluruhnya saya lakukan karena mewakili Iskandar Pasajo alias Acos, Sindu Malik Pribadi dan Ali Mudhori, bukan mewakili Kementerian (Kemenakertrans) ataupun Menakertrana (Muhaimin Iskandar)," ucap.

Namun terkait hal-hal yang tidak tidak dilakukan Nyoman tapi masuk dalam dakwaan, pria asal Bali itu mengaku siap menjalani proses hukum yang tak lazim.  "Saya juga mau melakukan sumpah pocong. Saya juga berani digantung di Monas seperti dikatakan para pemberani itu," ucapnya.

Sedangkan tim penasihat hukum Nyoman, Muniar Sitanggang menuding Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK tidak konsisten. Terutama karena JPU selalu mengaitkan nama Muhaimin Iskandar dan Dirjen P2KT Djamaluddin Malik dalam perkara tersebut.

Menurut Muniar, JPU tidak dapat membuktikan adanya kaitan kedua pejabat di Kemenakertrans itu dalam pencairan commitment fee. "Apalagi Djamaluddin malik baru sebulan menjadi Dirjen," ucapnya.

Sebelumnya Nyoman didakwa menerima sogokan dari Dharnawati. Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mengajukan tuntuan hukuman agar Nyoman dihukum penjara selama 4,5 tahun.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Wakil Wali Kota Semarang Bantah Terlibat Penyuapan ke DPRD


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler