Bacakan Eksepsi, Neneng Menangis

Kamis, 08 November 2012 – 12:50 WIB
Neneng Sri Wahyuni pada persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (8/11) dengan agenda pembacaan eksepsi. Foto: Arundono W/JPNN
JAKARTA - Terdakwa kasus dugaan korupsi pada proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemennakertrans), Neneng Sri Wahyuni membacakan nota keberatan (eksepsi) di pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (8/11).

Saat dipersilakan oleh Majelis Hakim membacakan eksepsinya, tiba-tiba suara istri Muhammad Nazaruddin itu terdengar parau. Ia menangis. Namun, air matanya memang tak terlihat, karena ia kembali memakai cadarnya hari ini. Sejauh ini, Nenang satu-satunya terdakwa korupsi yang tidak dilarang majelis hakim menutupi wajahnya dengan balutan cadar saat menjalani persidangan. Padahal, sebelum kasus korupsi ini terungkap, beredar gambang Nenang Sri Wahyuni yang tidak menggunkan jilbab, apalagi bercadar.

"Saya keberatan bahwa saya disebut sebagai buronan KPK, saya hanya orang awam dan tidak mengerti hukum. Saya bukan orang yang sudah atau di dalam proses hukum lalu melarikan diri. Perbuatan tersebut tidak pernah saya lakukan," ujar Neneng, sambil terisak. Melihat Neneng yang menangis, Ketua Majelis Hakim, Tati Hardianti akhirnya meminta agar penasehat hukumnya melanjutkan membacakan eksepsi Neneng.

Elza Syarief, salah satu penasehat hukum lalu membacakan eksepsi Neneng. Dalam eksepsi itu, Neneng kembali menegaskan bahwa pada 23 Mei ia bersama anak-anaknya hanya mengikuti Nazaruddin untuk berobat di Singapura, bukan untuk melarikan diri.

"Suami saya sakit jantung, makanya kami pergi ke Singapura. Lalu 24 Mei KPK mengumumkan bahwa suami saya dicekal dan dijadikan sebagai tersangka, lalu dia disebut sebagai buron," kata Neneng melalui eksepsinya.

Menurut Neneng ia sudah sudah menganjurkan agar suaminya kembali ke Jakarta, tapi saat itu ia masih menjalani pengobatan.

Neneng dalam hal ini juga menegaskan tidak terlibat dalam kasus dugaan korupsi pada proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemennakertrans). Ia menyebut, sama sekali tidak bekerja di perusahaan manapun saat menjadi istri Nazaruddin.

"Waktu itu saya punya tiga anak, ada yang masih menyusui, tidak mungkin saya bekerja, apalagi, ke Depnakertrans dan meninggalkan anak-anak saya. Saya minta majelis hakim melihat fakta-fakta itu. Saya tidak tahu menahu soal proyek, karena saya hanya ibu rumah tangga biasa," kata Neneng dalam eksepsi.

Sebelumnya, Neneng didakwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), melanggar  pasal 2 ayat 1 junto pasal 18 UU Tipikor junto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP atau pasal 3 junto pasal 18 8 UU Tipikor junto pasal 55 ayat 1 KUHP. Ia terancam pidana penjara maksimal 20 tahun penjara.

Ia disebut secara sendiri dan bersama-sama dengan Muhammad Nazaruddin, Marisi Matondang, Mindo Rosalina Manulang, Arifin Ahmad, dan Timas Ginting telah melakukan tindak pidana korupsi.

Neneng yang sempat melarikan diri ke Malaysia ini dianggap melakukan intervensi terhadap pejabat pembuat komitmen (PPK) dan Panitia Pengadaan dan Pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) pada Satuan Kerja Direktorat Pengembangan Sarana dan Prasarana Kawasan di Kemenakertrans yang bersumber pada APBN-P tahun 2008. Ia juga mengalihkan pekerjaan utama PT Alfindo Nuratama Perkasa sebagai pemenang kepada PT Sundaya Indonesia dalam proses pelaksanaan pekerjaan Pengadaan dan Pemasangan PLTS yang bertentangan dengan Keppres Nomor 80 Tahun 2003 tentang pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah. Akibatnya, istri mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu dianggap telah memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu koorporasi.(flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Fotografer jadi Saksi di Persidangan Angie

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler