SAYA menyesal, ragu-ragu untuk nonton konser Lady Gaga saat show di Taipei, 18 Mei 2012 lalu! Saya semakin menyadari, ’’ragu-ragu’’ itu temannya setan yang bernama ’’kegagalan!’’ Kebetulan, saat itu saya berada di Taiwan, dan satu hotel dengan penyanyi kontroversial yang lahir dengan nama, Stefani Joanne Angelina Germanotta itu. Sama-sama menginap di Grand Formosa Regent Hotel, di Section 2 Zhongshan North Road.
Pikir saya, ah.. masih bisa menonton shownya di Jakarta. Toh Kota Jakarta juga akan disinggahi dalam tur Asia dari pemilik album Born This Way Ball ini, 3 Juni 2012 mendatang. Setelah menggoyang little monster di Korea, Taiwan, Filipina, dan Bangkok. Di Taiwan, sampai tampil dua kali, dan karena tiketnya sold out semua. Betul-betul menyesal, saya jadi manusia peragu!
jpnn.com - Sampai kemarin, saya masih optimis, soal izin dari Kepolisian, izin dari Pariwisata, izin dari Nakertrans bakalan beres. Lebih dari lima media asing yang diundang dalam acara inaugurations Presiden Taiwan, Ma Ying-jeou itu, juga penasaran dan bertanya kepada saya, “Mengapa konser Lady Gaga dilarang di Jakarta?” Jawaban saya sama, “Itu hanya marketing communications! Jakarta itu surganya penyanyi-penyanyi top dunia! Tiket selalu habis, penonton atraktif, aman, enjoy dan tiap bulan selalu mendatangkan artis popular!”
:TERKAIT Mereka percaya saja. Karena itu, dalam pemberitaan di INDOPOS, selalu ada kesan optimis, bahwa konser Lady Gaga tidak akan batal. Saya masih menduga, --sampai kemarin siang---, bahwa ini pintar-pintarnya promotor menggoreng polemik, menciptakan pro dan kontra, untuk menaikkan nilai tiket agar makin dicari dan makin mahal? Saya menduga, ini bagian dari sandiwara yang rapi dan trik yang terkendali? Saya justru memuji, ide organizer itu, sebagai cara cerdas menggoda penggemar penyanyi dan pengarang lagu asal New York, yang lahir 28 Maret 1986 itu?
Hebat betul memilih isu sensitif untuk membuat konser ini semakin seksi? Tema yang memantik emosional publik, dan menjadi bahan perbincangan anak muda negeri ini. Sebuah spekulasi yang tidak mudah, gambling dengan taruhan yang tidak kecil. Saya betul-betul angkat jempol, akan keberanian mereka.
Bahkan, orang-orang yang back ground-nya politik, menyebut trends berita Lady Gaga itu sebagai bagian dari skenario pengalihan isu politik? Sampai MUI mengeluarkan fatwa haram? Padahal, bagi anak-anak muda, fatwa apapun juga tidak akan digubris? Ada yang mengkhawatirkan akan merusak moral bangsa? Tidak sesuai dengan jati diri bangsa?
Saya yakin, anak-anak remaja kita cengar-cengir mendengar analisis moral seperti itu. Susah memasukkan alasan-alasan normatif itu ke dalam logika anak muda, seni kontemporer, dan kreativitas panggung. Apalagi mereka yang berbasis seni pentas? Mereka yang concern pada seni panggung? Yang melihat penampilan seorang artis itu dari sisi art? Lima level di atas urusan pornografi, dosa-neraka, penyesatan ajaran, dan sopan santun.
Seratus persen, saya yakin, ada atau tidak adanya concert Lady Gaga ini, tidak berdampak pada tingkat keimanan maupun kekafiran bangsa. Yang berubah adalah pengalaman mereka melihat kreativitas baru, ide-ide berani, out of the box, keluar dari kebiasaan, kepintaran membidik pangsa pasar, kecerdasan berinovasi, dan pikiran positif lain. Zaman betul-betul sudah berubah.
Toh, mereka bisa dengan sangat mudah mengakses youtube video berjudul Bad Romance, Telephone, dan Alejandro yang menghebohkan itu? Larangan, peringatan moral, dan cara menakut-nakuti seperti zaman Orde Baru itu hanya akan menjadi bahan tertawaan anak-anak muda sekarang. Hanya akan semakin menurunkan kredibilitas pemegang kebijakan itu. Hanya akan menjauhkan zaman mereka dengan zaman anak-anak muda sekarang.
Sungguh,-lagi-lagi hingga kemarin-saya masih tidak percaya konser Gaga bakal gagal, sampai diumumkan betul-betul gagal, sorenya. Saya ikut menyesal. Saya turut sedih. Kalaupun merusak satu ajaran, seharusnya yang lebih keras berteriak itu adalah umat Kristiani. Terutama di video Alejandro, yang diproduksi Interscope Records 2010. Tetapi, Korea Selatan dan Filipina bisa menyelesaikan “polemik” itu dengan Kristen Garis Keras-nya, yang juga sempat berencana menggagalkan Gaga.
Gaga, di video itu, memang “menyindir” dengan pakaian jubah putih ala biarawati, dengan gambar mirip salib di ujung lengan panjang di tangan, dan di kemaluannya. Lalu, di ujung video itu, Gaga yang mengenakan jubah biarawati Hitam-Putih itu berakhir dengan permainan perubahan wajah cantiknya, menjadi monster hallowen, lalu menguap. Video itu dikemas artistik dan imajinatif, dengan tata cahaya, tata gambar, tata warna dominasi hitam-putih dan merah di bibir Gaga saja.
Lagu berjudul Judas juga lebih keras lagi penolakannya, khususnya umat Kristiani di Filipina. Di lagu itu Gaga yang memerankan Maria Magdalena jatuh cinta kepada Judas. Judas dalam ajaran Kristen adalah seorang pengkhianat yang menyebabkan Yesus Kristus disalib.
Video Bad Romance juga kaya gagasan liar yang sebelumnya nyaris tidak pernah dipikirkan orang lain. Mendiskusikan desain sepatu high heels-nya Gaga yang di-shoot khusus saja sudah tidak ada habis-habisnya. Heels putih yang melengkung-lengkung di belakang tumit? Atau heels hitam-bertabur kuning emas yang tingginya minta ampun?
Belum lagi soal desain topi yang neko-neko, penutup kepala yang penuh daya cipta, pilihan kombinasi warna-warna yang jauh meninggalkan konvensional. Belum lagi soal tato di lengan kiri bawah, makna tato di pinggang kiri, yang diekspose di tempat shower kamar mandi, sedikit membelakangi lensa dan sedikit cahaya? Atau tato kecil di punggung kiri?
Belum lagi soal gerak dan tarinya? Judul dan gubahan lagu-lagunya? Gaya aransemen musiknya? Cara me-recycle lagu lama menjadi bernuansa baru? Bagi pebisnis show, seniman panggung, penyanyi, pemusik, pemerhati tren, detail performance dan total kreatif Lady Gaga itu adalah inspirasi. Bisa dipakai, bisa juga tidak! Bisa ditiru, bisa juga tidak! Bisa menjadi trend setter, bisa juga tidak!. Karena itu, membatasi dengan cara melarang show sama sekali, itu agak terpeleset keluar dari zaman kekinian.
It’s ok, semua sudah terjadi. Tidak perlu ditangisi, kecuali promotor yang babak belur dan harus mengembalikan tiket 100 persen itu. Bagi fans dan pencari ide, toh Senin ini dan Selasa besok Lady Gaga tampil di Singapore. Negeri tetangga kita inilah yang akan menerima “hujan dolar” dari monster-monster kecil Indonesia. Penerbangan ke Singapore dua hari ini pasti akan naik, sekalipun bukan hari libur. Saya sendiri berusaha mendapatkan tiket Gaga ke Singapore. Tapi seribu sayang, saya nggak dapat tiket. Tiket Singapore Senin dan Selasa sudah sold out. Tinggal yang tanggal 31. Kalau sudah begini, siapa rugi? Kita yang ribut-ribut, mereka yang mendapatkan benefit. Alamak! (*)
(*) Penulis adalah Pemred – Direktur Indopos, Wadir Jawa Pos.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Repotnya Digoyang dari Dalam, Ditekan dari Luar
Redaktur : Tim Redaksi