jpnn.com, JAKARTA - Kepala Badan Bank Tanah Parman Nataatmadja menyampaikan pihaknya memberikan kepastian hak atas tanah kepada masyarakat berupa kepastian hukum dan legalitas atas lahan yang akan mereka peroleh melalui mekanisme Reforma Agraria (RA) di atas HPL Badan Bank Tanah.
Melalui mekanisme RA, masyarakat yang berhak akan diberikan Sertifikat Hak Pakai di atas HPL Badan Bank Tanah selama 10 tahun. “Bila telah dimanfaatkan dengan baik, maka akan diberikan Sertifikat Hak Milik,“ kata Parman dikutip, Jumat (29/3).
BACA JUGA: Merasa Ditipu Mafia Tanah, Diplomat Indonesia Menuntut Keadilan
Seperti diketahui, Badan Bank Tanah adalah badan khusus (sui generis) yang dibentuk oleh pemerintah untuk menjamin ketersediaan tanah dalam rangka ekonomi berkeadilan, baik untuk kepentingan umum, kepentingan sosial, kepentingan pembangunan nasional, pemerataan ekonomi, konsolidasi lahan dan juga Reforma Agraria.
Badan Bank Tanah juga menjamin adanya kepastian hak atas tanah bagi masyarakat.
BACA JUGA: Badan Bank Tanah Dorong Percepatan Reforma Agraria, Ini Sebabnya
HPL adalah sebagian dari tanah negara yang kewenangan pelaksanaan Hak Menguasai Negara (HMN) yang dilimpahkan kepada pemegang HPL.
Lebih panjut, Parman menyebut proses verifikasi subjek telah dilakukan oleh Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) yang diketuai oleh bupati.
Disisi lain, Badan Bank Tanah juga mempunyai tugas dan fungsi dalam menata suatu kawasan agar lebih produktif sehingga dapat memberi manfaat bagi semua
pihak, khususnya masyarakat.
“Salah satu alasan Badan Bank Tanah lahir ini adalah untuk menata sebuah kawasan agar lebih produktif dan bisa banyak memberi manfaat bagi masyarakat. Ini juga untuk agar kelak anak cucu kita bisa mendapatkan tempat yang layak dan tidak dikuasai segelintir pihak yang mempunyai kepentingan pribadi,” jelas Parman.
Parman menyebut dalam menata kawasan ini Badan Bank Tanah tidak bisa sendirian, tetapi dibutuhkan kerja sama dari semua pihak dalam mendukung hal tersebut, termasuk dari masyarakat sekitar.
Pada proses penataan tersebut, Badan Bank Tanah kerap menemukan masih adanya bangunan/pondok nonpermanen yang berdiri tanpa izin di atas HPL Badan Bank Tanah, salah satunya ada di Penajam Paser Utara (PPU). Tantangan tersebut perlu disikapi dengan bijak tanpa mengesampingkan hak-hak masyarakat.
”Oleh karena itu kita komunikasi secara persuasif kepada masyarakat, kita sambangi mereka, kita berikan imbauan serta edukasi,” kata Parman.
Menurut Parman, jika masyarakat yang diberikan imbauan dapat menunjukkan bukti legalitas atas tanah tersebut, maka surat imbauan yang diberikan tidak berlaku dan Badan Bank Tanah tidak berhak mengklaim tanah tersebut.
”Kalau tidak dapat membuktikan, maka diperlukan kerja sama dari subjek terkait untuk mengindahkan surat imbauan kami. Kami bekerja untuk kepentingan bangsa dan negara tanpa mengesampingkan hak-hak dari masyarakat itu sendiri,” jelas Parman.
Dia menambahkan proses perolehan tanah Badan Bank Tanah di PPU sudah dilakukan sesuai dengan prosedur dan berasal dari penetapan Menteri ATR/Kepala BPN.
Sejalan dengan hal tersebut, koordinasi dengan Forkopimda, Kementerian ATR/BPN, dan pihak lainnya terus dilakukan dalam rangka mengoptimalkan pengembangan kawasan di PPU.
”Badan Bank Tanah berkomitmen untuk menjaga integritas, keadilan, dan keberlanjutan dalam pengelolaan tanah negara. Kami mengajak seluruh masyarakat untuk mendukung kami dalam pengelolaan tanah negara bagi kepentingan bangsa dan negara,” ujarnya.
Adapun saat ini Badan Bank Tanah telah menyiapkan lahan seluas 1.873 Ha untuk Reforma Agraria di Penajam Paser Utara (PPU), 1.550 Ha di Poso dan 203 Ha di Cianjur.
Tidak hanya lahan untuk Reforma Agraria, Badan Bank Tanah juga telah menyiapkan lahan untuk pembangunan Bandara VVIP IKN seluas 347 Ha dan Jalan Tol IKN Seksi 5B seluas 150 Ha.(jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul