Bagaimana Peluang Jenderal Andika jadi Capres? Bandingkan dengan Gatot, Moeldoko, SBY

Senin, 08 November 2021 – 07:20 WIB
Jenderal Andika Perkasa telah disetujui Komisi I DPR menjadi Panglima TNI. Foto: dokumen JPNN.com/Ricardo

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik dari Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menduga Presiden Jokowi punya 2 alasan pokok memilih Jenderal TNI Andika Perkasa sebagai panglima TNI.

Pertama, Presiden Jokowi mempertimbangkan kebutuhan untuk melanjutkan konsolidasi di jajaran TNI.

Kedua, Presiden Jokowi menilai Jenderal Andika memiliki kemampuan dalam menghadapi berbagai tantangan baik dari dalam maupun luar negeri.

"Menurut saya, itulah alasan pokok presiden mengajukan Andika Perkasa," kata Karyono, di Jakarta, Minggu (7/11).

BACA JUGA: Ekspresi Jenderal Andika dan Istri Menanti Kedatangan Anggota DPR

Ditanya soal wacana bahwa Andika Perkasa berpeluang maju di Pilpres 2024 setelah menjabat panglima TNI, Karyono mengatakan itu persoalan lain yang bukan merupakan bagian dari skenario penunjukkannya sebagai calon tunggal panglima TNI.

"Bahwa ada pihak yang berpendapat posisi Andika sebagai panglima bisa menjadi batu loncatan untuk melaju pada kontestasi Pilpres 2024 menurut saya itu bagian dari kebebasan berpendapat. Saya menilai, itu merupakan pendapat spekulatif," kata Direktur Eksekutif IPI ini.

BACA JUGA: Dijamu Nasi Liwet, Komisi I Bahas Ini di Rumah Jenderal Andika Perkasa

Dikatakan, jika Andika memiliki hasrat untuk mencalonkan diri sebagai calon presiden atau calon wakil presiden, itu merupakan haknya sebagai warga negara.

"Namun, tentu setelah dia pensiun dari jabatan panglima TNI pada Desember 2022 nanti," ujarnya.

BACA JUGA: Eks Danlantamal V Surabaya Laksma TNI Tedjo Sukmono Meninggal Dunia

Bagaimana peluang Jenderal Andika di pilpres 2024? Karyono menjawab, “tentu tergantung sejauh mana publik merespons sosoknya, tetapi, sejauh ini elektabilitas Andika sebagai capres masih sangat rendah.”

Berdasarkan survei SMRC September 2021, elektabilitas Andika baru 1 persen, masih jauh di bawah tokoh-tokoh dari kalangan militer lainnya.

Bahkan, kandidat dari kalangan militer yang paling tinggi elektabilitasnya masih belum bergeser dari Prabowo Subianto yang mendapatkan dukungan 20,7 persen, menyusul Agus Harimurti Yudhoyono 4,5 persen dan Gatot Nurmantyo 1,7 persen.

Karyono mengatakan, modal elektabilitas 1 persen masih belum cukup untuk merayu partai politik agar mau mendukung Andika.

Menurutnya, Andika masih harus mendongkrak popularitas dan elektabilitasnya untuk bisa melaku sebagai kandidat capres.

Dia mengatakan, posisi panglima TNI bukan jaminan bisa mendongkrak elektabilitas, terlebih masa jabatannya hanya 13 bulan.

Dua mantan panglima TNI, yakni Gatot Nurmantyo dan Moeldoko, elektabilitasnya juga masih sangat rendah, belum beranjak dari 3 persen.

Dulu, elektabilitas mantan panglima TNI Wiranto juga tidak signifikan dibanding figur sipil.

"Justru elektabilitas tokoh berlatar belakang militer yang tinggi elektabilitasnya bukan dari jabatan panglima, seperti Susilo Bambang Yudhoyono dan Prabowo Subianto. Dalam sejarah pemilihan langsung, baru SBY yang terpilih menjadi presiden," paparnya.

Realitas tersebut mengonfirmasi bahwa elektabilitas lebih berhubungan erat dengan faktor personalitas; karakter, rekam jejak, success story, popularitas dan kapabilitas.

Sedangkan jabatan sekadar merupakan instrumen penunjang yang bisa digunakan untuk mendongkrak popularitas dan elektabilitas sejauh dilakukan dengan tepat.

Namun, kata Karyono, Jenderal Andika masih memiliki peluang untuk mendongkrak popularitas dan elektabilitasnya meskipun sangat sulit jika targetnya capres.

"Kecuali, jika di posisi cawapres, menurut saya lebih realistis dan masih memungkinkan daripada maju sebagai capres. Jika targetnya capres, hampir pasti Andika akan kepontal-pontal mengejar kandidat lain," pungkas Karyono Wibowo. (antara/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler