jpnn.com - JAKARTA - Bank Indonesia (BI) memprediksi inflasi sepanjang Oktober 2014 akan melambung tinggi dibandingkan rata-rata historis lima tahun sebelumnya. Kondisi ini dipengaruhi melejitnya harga beberapa komponen bahan makanan (volatile food) khususnya cabai merah.
“Dari laporan (indeks harga konsumen/IHK) minggu kedua Oktober 2014, inflasi mencapai 0,4 persen. Posisinya lebih tinggi daripada lima tahun terakhir yang rata-rata 0,16 persen," ungkap Gubernur BI Agus Martowardojo di Gedung BI kemarin (24/10).
Menurut Agus, pihaknya tengah memperhatikan faktor terkereknya inflasi komponen volatile food seperti cabai. "Apalagi ada kondisi panas yang kami kuatirkan merupakan el nino. Selain itu faktor ledakan Gunung Sinabung membuat semuanya terdampak. Jadi secara umum ada tekanan," ujarnya.
Sebelumnya, bank sentral memperkirakan harga jelang akhir tahun kembali tertekan. Survei penjualan eceran BI menunjukkan ekspektasi terhadap harga pada November 2014 diperkirakan meningkat. Indeks ekspektasi harga (IEH) tercatat 152,0 atau naik 21,6 poin dibandingkan Oktober 2014.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara mengatakan, peningkatan ekspektasi tersebut antara lain dipengaruhi kekhawatiran pengurangan subsidi BBM. "Kondisi tersebut memicu kekhawatiran terhadap kenaikan harga barang dari distributor," ungkapnya.
Secara terpisah, Kasi Statistik Harga Konsumen dan Harga Perdagangan Besar Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim Chandra Birawa menyatakan, kenaikan BBM diperkirakan menyumbang inflasi 2,44 persen. "Perkiraannya 2,44 persen dari sejumlah daerah di Jatim. Jember diprediksi akan mengalami inflasi tertinggi jika BBM naik," ujarnya kemarin (24/10).
Namun, masyarakat tak perlu khawatir dampak tersebut. Sebab, pemerintah akan memaksimalkan fungsi tim pengendalian inflasi daerah (TPID) untuk menekan laju inflasi. Selain itu, penyebab inflasi masih disebabkan tingginya harga bahan pokok yang bersifat musiman.
Kenaikan tarif listrik dan harga BBM juga berkontribusi terhadap tingginya inflasi. "Komoditas lain penyebab inflasi di kelompok itu di antaranya tarif dasar listrik dan air minum," tuturnya. Komoditas tersebut termasuk kelompok administered price.
Kenaikan harga BBM tersebut akan menyumbang inflasi di sejumlah daerah di Jatim. Beberapa di antaranya Jember 6,26 persen, Banyuwangi 4,21 p[ersen, Sumenep 5,28 persen, dan Surabaya 4,04 persen. Inflasi terjadi karena pengaruh musiman seperti panen tanaman pertanian, biaya pendidikan, dan hari raya. Kemudian pengaruh distribusi misalnya bencana alam, infrastruktur, dan keamanan.
"Bahkan dipengaruhi aspek perubahan nilai tukar rupiah, tingkat bunga, suhu politik, dan abnormal profit berupa kegiatan menahan stok barang serta menaikkan harga," katanya. (gal/dee/oki)
BACA JUGA: Organda Minta Pemerintah Berantas Omprengan
BACA ARTIKEL LAINNYA... Permen Perpanjangan Kontrak Migas Harus Bersinergi
Redaktur : Tim Redaksi