jpnn.com - JAKARTA - Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Mercu Buana Jakarta, Profesor Didik J Racbini mengatakan RUU Penjaminan yang saat ini dibahas DPR RI berpotensi merusak mekanisme bisnis yang sudah berjalan. Ia beralasan bentuknya mirip kredit bimas (bimbingan masyarakat) di masa lalu.
“Kredit Bimas inikan lebih banyak uang yang hilang (macet). Dulu kredit ini banyak disalurkan oleh kepala daerah, sehingga menimbulkan moral hazard,” kata Didik, Forum Legislasi, "RUU Penjaminan", di pressroom DPR, Senayan Jakarta, Selasa (13/10).
BACA JUGA: DPR Dukung Bela Negara Tapi...
Wakil Ketua Umum DPP PAN ini menyarankan agar pihak terkait dengan proses pembuatan RUU Penjaminan ini belajar terlebih dahulu ke BRI.
“Sebaiknya tidak sok tahulah. Kita perlu belajar ke BRI. Kalau yang sudah punya jaminan kredit, ya tidak perlu disentuhlah," sarannya.
BACA JUGA: Menkopolhukam Minta Tambahan Pasukan di Aceh Singkil
Dalam RUU Penjaminan ini, lanjut Didik, lebih menekankan pemberian modal kepada UMKM.
“Padahal hasil penelitiannya menemukan UMKM sesungguhnya butuh pembinaan manajemen atau organisasi, pemasaran dan yang terakhir baru masalah permodalan," terangnya.
Didik mendorong agar RUU Penjaminan ini meniru kredit Kupedes yang pernah berhasil dilakukan BRI. Saat krisis moneter berlangsung BRI sempat goyah.
BACA JUGA: Menteri Tjahjo Terjunkan Tim ke Aceh
“Setelah diteliti, ternyata kredit Kupedeslah yang paling baik dan bertahan. Sementara yang mendapat kredit besar malah bermasalah,” ungkapnya.
Selain itu, mantan pimpinan Komisi VI DPR ini mengingatkan kehadiran RUU Penjaminan haruslah bersifat selektif. Jika tidak, berbagai jaminan yang diberikan nantinya akan disalahgunakan. “RUU ini harus selektif, harus rasional dalam memberi jaminan," pintanya.
Bahkan pemberian jaminan itu sendiri menurut Didik, harus mempunyai ukuran yang jelas. Tanpa ukuran yang jelas, dikhawatirkan justeru akan berdampak negatif bagi penerima jaminan tersebut. “RUU ini perlu, tapi jangan terlalu banyak, karena bisa merusak nantinya,” kata Didik.
Salah satu potensi merusak yang mungkin timbul jika pemberian penjaminan tidak terukur adalah adanya upaya untuk tidak mengembalikan pinjaman oleh pelaku usaha.
“Nantinya, kalau bisa ngemplang kenapa tidak ngemplang?,” pungkasnya.(fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pulang dari Istana, Setnov Cs Hanya Bisa Pasrah
Redaktur : Tim Redaksi