Baim Wong

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Selasa, 26 Juli 2022 – 16:20 WIB
Proses penandatanganan surat pembatalan pendaftaran merek Citayam Fashion Week, di kawasan Bintaro, Jakarta Selatan, Selasa (26/7). Foto: Romaida/JPNN.com

jpnn.com - Citayam Fashion Week (CFW) menjadi fenomena nasional yang viral dan ditiru di mana-mana.

YouTuber Baim Wong melakukan gercep atau gerak cepat, dengan mendaftarkan nama CFW ke Kementerian Hukum dan HAM untuk mendapatkan HAKI atau hak kekayaan intelektual, dan mendaku even itu sebagai hak intelektualnya.

BACA JUGA: Baim Wong Daftarkan Merek Citayam Fashion Week, Trubus: Untuk Apa Didaftarkan, Itu Milik Publik

Langkah Baim diprotes banyak kalangan. 

Baim menjadi sasaran perundungan dalam beberapa hari terakhir. 

BACA JUGA: Lihat nih, Baim Wong Resmi Mencabut Pendaftaran Merek Citayam Fashion Week dari HAKI

Baim sudah menjelaskan bahwa dia tidak mendaku event itu sebagai milik pribadinya.

Dia melibatkan beberapa anak yang menjadi ikon CFW dalam kepemilikan event itu. 

BACA JUGA: Ahmad Sahroni Minta Kemenkumham Tolak Pendaftaran Citayam Fashion Week, Nih Alasannya

Pembelaan Baim ini tidak mempan, dia tetap di-bully sampai akhirnya Baim Wong menyerah kalah dan membatalkan rencananya itu.

Langkah gercep Baim ini membuat banyak orang mengernyitkan dahi. 

Anak-anak Citayam itu sangat kreatif dengan gagasannya menciptakan CFW, tetapi Baim ternyata lebih kreatif lagi dengan mendaftarkan hak cipta dan mendakunya sebagai milik pribadi. 

Tidak tanggung-tanggung, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil langsung memprotes langkah Baim itu. 

Wakil Gubernur DKI Ahmad Riza Patria juga mengecam langkah kreatif tetapi kebablasan itu. 

Politikus Partai Nasdem Ahmad Sahroni juga mengecam langkah itu.

Baim Wong bersama istri, Paula Verhoeven, melalui PT Tiger Wong Entertainment tentu akan mendapatkan banyak keuntungan finansial dari kepemilikan brand CFW.

Keuntungan pertama adalah Baim akan memiliki kekuasaan terhadap merek CFW. 

Pihak lain yang ingin menggunakan merek itu harus izin dan membayar kepadanya.

Tunjungan Fashion Week yang digagas anak-anak muda Surabaya atau event sejenis di Malang dan kota-kota lain tidak akan bisa diselenggarakan tanpa izin dari Baim.

CFW akan menjadi milik Baim dan dilindungi oleh undang-undang. 

Setiap orang atau institusi yang hendak memakai nama dan pola acara yang mirip dengan CFW harus membayar royalti kepada Baim. 

Ini sama dengan royalti yang dikenakan terhadap setiap orang yang memakai lagu atau musik orang lain untuk kepentingan komersial.

Tindakan Baim dianggap sebagai pembajakan. 

CFW adalah event publik yang muncul secara sporadis tanpa dikoordinasikan oleh sebuah struktur yang hirarkis. 

CFW adalah inisiatif perorangan yang berkumpul karena ada kepentingan bersama, yaitu menongkrong untuk berkumpul bersama-sama dengan teman-teman sebagai bagian dari peer group.

Bentuk CFW adalah massa yang tidak terstruktur dan tidak punya kepemimpinan. 

Massa ini lebih tepat disebut sebagai crowd, atau kerumunan, yang mempunyai karakteristik berbeda ketimbang perorangan. 

Di dalam kerumunan seseorang bisa bertindak dan bersikap berbeda dengan ketika dia sendirian. 

Seseorang yang sedang menjadi bagian dari crowd dalam demonstrasi, misalnya, akan bertindak lebih berani ketimbang ketika sendirian.

Crowd dalam CFW bersifat cair dan temporer karena adanya interest yang sama. 

Ketika kelompok yang cair ini diatur dalam organisasi maka anggota-anggotanya akan melakukan resistensi, karena hal itu akan mengurangi tingkat kebebasan yang selama ini mereka nikmati. 

Ketika kerumunan tanpa bentuk ini diorganisasikan dengan merelokasinya ke tempat lain maka anggota-anggotanya akan melakukan resistensi juga, karena akan mengurangi kebebasan dan kenyamanan. 

Upaya Pemerintah DKI merelokasi CFW ke Pantai Indah Kapuk atau kompleks Kota Tua tidak akan berhasil karena anggota komunitas pasti akan menolaknya. 

Resistensi yang sama dilakukan terhadap Baim Wong dan siapa pun yang ingin menghaki event itu. 

Relokasi maupun pendaftaran HAKI akan dianggap sebagai kooptasi dan pembajakan terhadap ekspresi publik yang dinikmati oleh anak-anak SCW secara bebas dan gratis.

Perlawanan yang muncul menjadi heroik. 

Beberapa anak muda yang melakukan fashion show menyeberangi zebra cross membawa poster-poster perlawanan. 

Salah satu poster yang menjadi viral adalah narasi ‘’Created by the Poor Stolen by the Rich’’, diciptakan oleh orang-orang miskin, dicuri oleh orang-orang kaya. 

Narasi ini terasa penuh dengan heroisme dan kental dengan pesan-pesan politik.

Poster ini lebih mirip dengan poster yang muncul di demontrasi buruh yang menentang kebijakan yang eksploitatif oleh majikan. 

Narasinya sangat kental dengan pertentangan kelas yang menjadi ciri khas gerakan buruh yang lekat dengan ideologi sosialisme.

Akan tetapi, narasi itu bukan narasi politik yang diciptakan oleh aktivus buruh atau aktivis gerakan demokrasi. 

Narasi itu kali pertama diciptakan oleh suporter sepak bola Eropa pada 2017 yang menentang rencana pembentukan kompetisi baru di Eropa yaitu European Super League (ESL). 

Liga ini merupakan kumpulan dari klub-klub elite Eropa yang ingin mengadakan kompetisi sendiri di luar kompetisi yang diadakan oleh otoritas sepak bola Eropa, UEFA.

ESL akan mengadakan kompetisi tandingan atau breakaway league untuk menyaingi Liga Champions yang dikelola UEFA. 

Kompetisi elite itu hanya akan diikuti oleh juara-juara kompetisi di masing-masing negara superpower sepak bola Eropa, seperti Ing Jerman, Prancis, Belanda, dan Italia.

Para suporter sepak bola Eropa marah oleh rencana pembentukan ESL ini dan mengancam akan memboikot semua pertandingannya. 

Terjadi demonstrasi besar di luar dan di dalam stadion. 

Salah satu poster yang terbentang adalah ‘’Created by the Poor Stolen by the Rich’’ yang kali pertama dipamerkan oleh suporter klub sepak bola Paris Saint Germain (PSG) dari Prancis.

Kontan narasi itu menjadi viral dan ditiru oleh suporter seluruh Eropa dan menjadi semacam jargon perjuangan. 

Para suporter itu marah karena ESL akan dikelola sebagai kompetisi elite dengan peserta klub-klub elite, dan hanya akan bisa dinikmati oleh suporter elite yang berduit banyak. 

Kompetisi ESL akan dijual mahal kepada sponsor dan hak siar televisi juga akan dijual mahal. 

Sebagai konsekuensinya tiket pertandingan juga akan dijual mahal.

Para suporter marah karena pertandingan sepak bola adalah bagian dari tradisi rakyat kelas bawah. 

Di Inggris dan di negara-negara Eropa suporter sepak bola adalah kumpulan dari para buruh pabrik dan industri transportasi, seperti pelabuhan dan kereta api, yang berkumpul di akhir pekan untuk mencari hiburan yang murah dan meriah dengan menonton sepak bola.

Tradisi ini diciptakan oleh orang-orang miskin, tetapi kemudian berkembang menjadi industri olahraga yang besar dan sangat menguntungkan. 

Ketika sudah berkembang maka klub-klub sepak bola berubah menjadi korporasi trans-nasional yang mengelola aset miliaran dolar. 

Orang-orang miskin pun terpinggirkan dan kembali menjadi penonton pinggiran.

Fenomena ini mirip dengan yang terjadi dengan Citayam Fashion Week

Mulanya hanya menjadi ajang menongkrong, tetapi setelah viral dan menjadi besar diambil alih dan hendak dicuri oleh orang-orang kaya. 

Sekarang bukan hanya anak-anak Citayam yang ingin berjalan di atas jalan kucing ‘’catwalk’’ SCBD, model-model profesional dan selebritas kelas atas pun mulai berdatangan dan mengambil alih pertunjukan.

Orang-orang elite dan anak-anak Jakarta Selatan yang datang dari kalangan ‘’upper class’’ sekarang mulai melakukan invasi. 

Ajang CFW yang semula menjadi sub-kultur--untuk melawan kultur besar yang sudah mapan--akhirnya harus terkooptasi oleh kultur mainstream yang elitis. 

Akan tetapi, anak-anak Citayam itu pasti akan punya cara tersendiri untuk melawan kooptasi itu. (*)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Cak Abror

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler