jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Nurul Arifin mengatakan pembahasan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) bakal diselesaikan dalam waktu dekat.
Pembahasan dalam RUU Ciptaker termasuk isu ketenagakerjaan dilakukan oleh pemerintah, pengusaha dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) dan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN), serta perwakilan 16 federasi pekerja.
BACA JUGA: PKS: Jangan Mempertaruhkan Pendidikan Bangsa Hanya Demi Segelintir Pasal di RUU Cipta Kerja
“Saat ini pembahasan Omnibus Law Ciptaker sudah mencapai 80 persen. Harapannya pada masa sidang 2020 ini, RUU Omnibus Law Ciptaker bisa disahkan oleh DPR,” tegas Nurul Arifin.
Terkait dengan salah satu sorotan dalam omnibus law yakni kewajiban pengusaha dalam memberikan bonus kepada pekerja, Nurul mengatakan masalah pemberian bonus pekerja akan dibicarakan lebih dalam.
BACA JUGA: Ini Dampak Positif UU Cipta Kerja Bagi Sektor Pertanian
“Intinya melindungi hak pekerja, tetapi juga tetap memperhatikan kemampuan perusahaan,” seru Nurul.
Dalam pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja, memang terdapat salah satu klausul tentang ketentuan mengenai bonus pekerja. Pemberian bonus tersebut diatur dalam Pasal 92 Bab IV tentang Ketenagakerjaan.
BACA JUGA: Intip Potret Pernikahan Nella Kharisma dan Dory Harsa
Di sini disebutkan ketentuan mengenai kewajiban perusahaan memberikan bonus hingga lima kali upah bagi mereka yang telah bekerja minimal 12 tahun.
“Semuanya dalam tahap akhir. Masih ada satu - dua harmonisasi lagi yang perlu dilakukan. Tinggal kesepakatan ini dinarasikan menjadi legal drafting. Ini nantinya antara Pemerintah dan 9 fraksi di DPR. Pasal ketenagakerjaan yang selama ini dianggap paling krusial juga sudah disepakati bersama, baik itu oleh pemerintah, pengusaha, dan beberapa serikat buruh. Kesepakatan sudah terjadi dan tinggal dituangkan di dalam draft legislasi,” jelas Nurul.
Ditambahkan Nurul, Omnibus Law bisa mengubah pendekatan industri yang sebelumnya mengandalkan upah murah dari buruh menjadi konsep human capital yaitu pekerja dengan pendidikan dan keterampilan sesuai dengan kebutuhan industri, mempunyai fleksibilitas dan kemampuan melakukan inovasi.
“Perubahan lanskap bisnis ini pada satu sisi menguntungkan bagi buruh atau pekerja terampil dan profesional karena mereka mempunyai posisi tawar yang kuat di dalam industri. RUU Cipta Kerja ini dibuat dalam konteks untuk memberikan peningkatan perlindungan dan peningkatan kesejahteraan kepada pekerja,” tambahnya.
Ikhtiar DPR juga selaras dengan upaya Kementerian Tenaga Kerja dalam mencari titik temu yang mengakomodasi kelangsungan bekerja, peningkatan perlindungan pekerja, serta kelangsungan usaha yang berkesinambungan.
"Kepentingan dari UU ini adalah mengakomodir kebutuhan kesempatan kerja yang lebih luas, tapi di situ kami harus jaga kelangsungan bekerja dan meningkatkan perlindungan pekerja dan buruh, serta kelangsungan usaha yang berkesinambungan," ujar Menaker Ida Fauziyah.
Ida juga menegaskan bahwa, tidak benar kalau RUU Cipta Kerja hanya untuk menciptakan kesempatan kerja yang lebih luas dengan mempermudah investasi.
Perlunya kehadiran RUU Cipta Kerja yang seimbang menjadi semakin terasa saat Pandemi COVID-19 berdampak pada menurunnya pertumbuhan ekonomi selain tentunya juga terhadap aspek kesehatan.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy