jpnn.com, BOGOR - Badan Litbang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sukses menempatkan Indonesia pada posisi nomor satu dunia untuk koleksi kayu (Xylarium).
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan KLHK, Dwi Sudharto mengatakan Menteri LHK Siti Nurbaya akan mendeklarasikan Xylarium Bogoriense sebagai Xylarium Nomor 1 dunia dengan jumlah spesimen kayu sebagai 185.647 spesimen.
BACA JUGA: Dubes RI Untuk Polandia Dukung Konferensi Perubahan Iklim
“Deklarasi Xylarium Bogoriense sebagai Xylarium nomor satu dunia akan dilaksanakan pada tanggal 23 September 2018 di Yogyakarta,” kata Dwi Sudharto saat diskusi bersama wartawan di Kantor Balitbang KLHK, Gonor, Jawa Barat, Selasa (18/9).
Dwi yang didampingi Kepala Pusat Litbang Hutan Balitbang KLHK, Etti Ginoga dan sejumlah Staf Litbang KLHK itu memaparkan keberhasilan Indonesia sebagai peringkat satu dunia untuk koleksi kayu (Xylarium) sekaligus mengenalkan Alat Identifikasi Kayu Otomatis (AIKO) dalam hitungan detik.
BACA JUGA: Asian Games 2018 Usai, Manggala Agni Tetap Siaga
Kepala Pusat Litbang Hutan Balitbang KLHK, Etti Ginoga (kanan bagian depan)
BACA JUGA: KLHK Menang, Pelaku Karhutla Harus Bayar Rp1,3 Triliun
Menurut Dwi, untuk mewujudkan Xylarium Bogoriense dengan jumlah spesimen terbesar di dunia, KLHK mengambil langkah strategis dengan menggalang sinergi dengan para pihak baik secara internal maupun eksternal yaitu dengan Kemenristekdikti, LIPI, perguruan tinggi, pelaku usaha dan industri perkayuan, pemerintah provinsi, UPT KLHK, masyarakat dan pihak terkait lainnya.
Langkah ini, kata Dwi, membuahkan hasil yang menggembirakan sehingga nanti pada tanggal 23 September 2018, di depan Presiden RI, Menteri LHK akan mendeklarasikan Xylarium Bogoriense sebagai Xylarium Nomor 1 dunia dengan jumlah spesimen kayu sebagai 185.647 spesimen.
“Sebuah prestasi yang patut kita syukuri bersama, dan sebagai bukti nyata bahwa Indonesia mampu berkiprah pada tataran internasional dalam bidang pengelolaan keragaman sumberdaya hayati,” katanya.
Karya fenomenal ini ditandai prasasti deklarasi Xylarium Bogoriense Nomor 1 Dunia oleh Presiden RI. Sebagai ungkapan terima kasih dan penghargaan, KLHK memberikan tropi dan sertifikat penghargaan kepada tiga kontributor spesimen kayu terbesar dari unsur pelaku usaha, perguruan tinggi, dan pemerintah provinsi.
Tidak hanya itu, dalam waktu yang bersamaan, KLHK juga meluncurkan secara teknis Alat Identifikasi Kayu Otomatis (AIKO) berbasis computer vision dengan nama populer AIKO, bersinergi dengan LIPI melalui dukungan program Insentif Riset Sistem Inovasi Nasional (INSINAS),
Pada kesempatan itu, Dwi menjelaskan Indonesia memiliki keragaman jenis kayu yang luar biasa, sebagai salah satu kekayaan alam yang harus dikelola dengan baik. Keragaman jenis kayu perlu didokumentasikan dan dikelola secara terstruktur.
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan KLHK, Dwi Sudharto (kiri) memperlihatkan sampel kayu
Hal ini disadari sejak era Belanda, yang ditandai dengan dibangunnya Xylarium Bogoriense pada tahun 1914. Saat ini Xylarium Bogoriense dikelola oleh oleh Badan Penelitian, Pengembangan, dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BLI-KLHK).
Dwi menjelaskan Xylarium adalah perpustakaan kayu sebagai dokumentasi koleksi keragaman jenis kayu Indonesia, yang bermanfaat sebagai penunjang penelitian dan sumber informasi ilmiah jenis kayu (nama lokal, nama ilmiah, keragaman jenis, dan persebaran jenis kayu) dan bahan rujukan utama dalam identifikasi kayu.
“Xylarium Bogoriense telah tercatat dalam Index Xylarium, Institutional Wood Collection sejak 1975 yang dikelola oleh International Assosiation of Wood Anatomists (IAWA),” kata Dwi saat
Dwi menjelaskan potensi keragaman hayati Indonesia yang sangat besar, dan telah terbangunnya koleksi kayu di beberapa daerah antara lain di Kebun Raya Bogor, Samarinda, dan Yogyakarta, Xylarium Bogoriense masih berada pada peringkat ke-4 dengan jumlah spesimen kayu sebanyak 67.864 spesimen setelah Belanda (125.000 spesimen), Amerika Serikat (105.000 spesimen), dan Belgia 69.000 spesimen).
Menurut Dwi, Balitbang KLHK menjalin kerja sama dengan Kemenristekdikti sejak tahun 2017 untuk mengembangkan AIKO. Alat ini dikembangkan dengan dukungan data kayu dari Xylarium Bogoriense.
AIKO merupakan inovasi dan terobosan IPTEK luar biasa, yang mampu memangkas waktu identifikasi kayu yang selama ini dilaksanakan secara manual dan memerlukan waktu 1-2 minggu menjadi hanya hitungan detik.
Hal ini sangat membantu efisiensi dan kemudian proses identifikasi jenis kayu, pengelompokkan jenis kayu perdagangan, penyelesaian konflik penentuan jenis kayu, dan pemetaan potensi jenis kayu untuk kepentingan konservasi dan pengembangan usaha. Capaian inovasi ini diharapkan dapat menjadi pemicu munculnya inovasi karya anak bangsa lainnya dalam era industri 4.0.
“Kami terus mengharapkan dukungan dan sinergi dari para pihak untuk terus memperkaya spesimen kayu dan penataan data base Xylarium Bogoriense dan aplikasi AIKO secara lebih luas,” katanya.(fri/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KLHK Menang Gugatan Kasus Karhutla Senilai Rp 979 Miliar
Redaktur & Reporter : Friederich