Bamsoet Ajak Masyarakat Bersinergi Buat Peta Pembangunan Indonesia

Rabu, 03 Agustus 2022 – 14:56 WIB
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo dalam Grand Launching dan Bedah Buku Memperadabkan Bangsa: Paradigma Pancasila untuk Membangun Indonesia di Aula Pustaka Loka, Gedung Nusantara IV, Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (2/8). Foto: Humas MPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengungkapkan saat ini pihaknya berupaya mewujudkan cita-cita para pendiri bangsa, yakni mewujudkan Indonesia yang adil, beradab, dan sejahtera.

Menurut wakil ketua umum Partai Golkar ini, hal tersebut diaplikasikan melalui perencanaan pembangunan jangka panjang yang jelas, yakni Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). 

BACA JUGA: Bamsoet Sebut Kalimantan Selatan Bisa Go Global

Bamsoet menjelaskan, sejak zaman Presiden Soekarno, pertama kalinya bangsa Indonesia memiliki peta jalan atau perencanaan jangka panjang yang jelas.

Yakni, pembangunan Semesta Berencana yang bersifat menyeluruh untuk menuju tercapainya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

BACA JUGA: Bamsoet Pastikan Dukungan untuk Airlangga Sudah Final

Istilah ini pertama kali dipergunakan pada Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/ 1960 tentang Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana 1961-1969. 

Ketetapan MPRS ini tidak dapat diimplementasikan dengan baik karena ada peristiwa Trikora, Dwikora, dan pemberontakan G30S/PKI.

BACA JUGA: Bamsoet Dorong Pelaku UMKM Manfaatkan Social Commerce

Pola pembangunan jangka panjang itu dilanjutkan di era Presiden Suharto dengan nama Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai haluan penyelenggaraan negara dalam garis-garis besar sebagai pernyataan kehendak rakyat secara menyeluruh dan terpadu. 

Pascareformasi Indonesia tidak lagi memiliki perencanaan jangka panjang yang terpadu yang mampu mengikat kepemimpinan nasional hingga kepemimpinan daerah dari suatu periode ke periode lain. 

Tidak ada jaminan, proyek nasional yang menghabiskan anggaran trilunan yang dipungut dari pajak rakyat tuntas dibangun dan memberi manfaat bagi rakyat. 

Misalnya, pembangunan Pusat Pembinaan Olahraga Nasional Hambalang dan berbagai proyek lainnya di pascareformasi sejak era Presiden Habibie hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. 

"Termasuk proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) dan berbagai proyek pembangunan infrastruktur lain yang kini gencar dilakukan Presiden Joko Widodo. Jika hanya diikat dalam undang-undang, dapat diajukan judicial review dan mudah diterpedo atau dibatalkan oleh Perppu," ujar Bamsoet.

Ketua DPR RI ke-20 ini mengungkapkan MPR dan seluruh rakyat Indonesia sebenarnya sepakat bangsa dan negara ini memerlukan peta jalan yang jelas dan tidak mudah dimentahkan oleh adanya pergantian kepemimpinan nasional. 

Indonesia memerlukan langkah negara ke depan menjadi lebih terarah serta mencegah agar tidak setiap berganti pemimpin nasional, berganti pula haluannya.

“Ternyata, tanpa haluan negara seperti zaman Presiden Soekarno dengan Pola Pembangunan Semesta Berencana (PPSB) dan era Presiden Suharto dengan GBHN. Perjalanan bangsa kita jalan di tempat karena rencana pembangunan nasional hanya berpijak pada visi-misi presiden dan program jangka pendek,” ujar Bamsoet.

Hal itu disampaikan Pimpinan MPR dari Partai Golkar ini dalam gelar acara Grand Launching dan Bedah Buku Memperadabkan Bangsa: Paradigma Pancasila Untuk Membangun Indonesia karya Aliansi Kebangsaan di aula Pustaka Loka, Gedung Nusantara IV, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (2/8).

Kondisi semacam itu, lanjut Bamsoet, menyebabkan banyaknya pembangunan menjadi tidak berjalan sebagaimana mestinya sehingga tidak bisa dirasakan manfaatnya oleh rakyat.  

“Ini menjadi evaluasi bersama. Itulah yang membuat kami di MPR mengeluarkan rekomendasi agar kita memiliki peta jalan pembangunan nasional untuk segera menetapkan rencana jangka panjang yang jelas,” terangnya.

Namun, perjuangan untuk menyatukan kesepakatan sulit dan terjal. Selama dua periode, MPR begitu semangat merealisasikan PPHN, tetapi sampai hari ini belum terwujud karena terganjal berbagai kepentingan dan pertimbangan situasi politik yang tidak kondusif.

“Akhirnya, MPR sepakat mengambil langkah untuk menghadirkan PPHN tanpa melalui amendemen. Sebenarnya, yang ideal menghadirkan kembali PPHN dengan kekuatan di atas undang-undang, yakni TAP MPR,’’ ucapnya.

Konsekuensinya harus melalui amandemen dan hal itu dalam situasi politik hari ini tidak memungkinkan.

‘’MPR mencari terobosan baru dan badan pengkajian MPR telah memberikan suatu titik terang atau jalan untuk memiliki terobosan itu, yaitu melalui Konvensi Konstitusi,” papar Bamsoet.

Bamsoet menjelaskan PPHN harus memiliki dasar yang sangat kuat sehingga tidak mudah ditorpedo dengan Perppu atau judicial review.

Dengan begitu, pembangunan ibu kota negara dan pembangunan infrastruktur berjangka panjang lain bisa dituntaskan oleh presiden terpilih nanti. 

“Melihat pentingnya PPHN untuk bangsa dan negara, saya mengajak seluruh Pimpinan dan anggota MPR yang terdiri dari anggota DPR dan DPD, juga seluruh elemen masyarakat termasuk para akademisi dan cendekiawan, mari semua bergandeng tangan bersama kita cari jalan terbaik,” pungkas Bamsoet.

PPHN juga mendapat perhatian serius dua tokoh, Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo dan Pakar Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Prof. Dr. Sofian Effendi.  Menurut Pontjo, PPHN sebagai arah pembangunan bangsa sangat penting dan harus dimiliki Indonesia, sebab memiliki fungsi kontinuitas dalam hal ini pembangunan Indonesia.

Makin penting lagi, menurut Pontjo, PPHN bukan hanya sekedar rancangan teknis, tapi juga merupakan wadah penampung aspirasi masyarakat minoritas. “Minoritas tidak peduli dengan siapa yang menjadi pemimpin, yang penting aspirasi mereka sebagai rakyat terakomodir melalui haluan negara itu,” katanya, usai acara launching dan bedah buku.

Pontjo juga menegaskan, PPHN lebih baik dihadirkan melalui Konvensi.  Alasannya, walaupun MPR bukan lagi sebagai lembaga tetinggi negara, tapi kewenangannya terkait konstitusi yang tidak bisa dijangkau lembaga lain. Jadi, produk-produk MPR tidak semestinya dibatalkan lembaga lain.

“Intinya, produk MPR tidak boleh dibatalkan lembaga lain.  Oleh karena itu terobosannya harus melalui Konvensi.  Walaupun tidak sekuat UUD, namun Konvensi tidak tunduk pada perubahan UU. Jika melalui UU, bisa saja dia dibatalkan di MK,” tegasnya.

Sementara itu, Prof. Sofian Effendi mengungkapkan bahwa PPHN adalah pelaksanaan dari Pancasila, salah satunya sila ke lima karena tujuan negara dibentuk adalah untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.  PPHN adalah alat untuk mencapai keadilan tersebut.  

Untuk menyusun haluan negara itu perlu dukungan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi. Sebagai lembaga yang menjadi representasi kedaulatan rakyat, MPR adalah lembaga yang tepat untuk menyusun  PPHN dengan TAP MPR menjadi instrument untuk menghadirkannya.

“Kenapa melalui TAP MPR, sebab yang memegang kekuasaan konstitutif negara ini adalah MPR. Jadi, intinya jika PPHN ini adalah pelaksanaan dari kedaulatan rakyat, maka harus dihadirkan lewat TAP MPR,” tandasnya. (mrk/jpnn)


Redaktur : Tarmizi Hamdi
Reporter : Tarmizi Hamdi, Tarmizi Hamdi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
MPR RI   Bambang Soesatyo   Bamsoet   PPHN   GBHN  

Terpopuler