jpnn.com, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengapresiasi rencana pemerintah memberikan insentif kepada industri pers dalam menghadapi pandemi Covid-19.
Bamsoet -panggilan kondangnya- mengharapkan rencana pemberian insentif itu segera terealisasi.
BACA JUGA: Corona Mewabah, Pak Bamsoet Fasilitasi Wartawan Parlemen Lakukan Rapid Test
"Stimulus tersebut harus segera dieksekusi, sehingga industri pers tak mati lantaran pandemi covid-19. Dukungan pemerintah terhadap pers menunjukan keseriusan untuk memfasilitasi penyediaan informasi yang akurat kepada masyarakat,” ujar Bamsoet di ruang kerjanya saat menerima pengurus Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) 2020-2025, Selasa (28/7).
Sebelumnya Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengungkapkan rencana pemerintah memberikan insentif untuk industri media.Ada tujuh jenis stimulus dari pemerintah untuk membantu industri media.
BACA JUGA: Ini Profil Bambang Soesatyo, Wartawan yang Kini jadi Ketua MPR
Pertama adalah penghapusan pajak pertambahan nilai (PPN) kertas koran. Kedua, penundaan atau penangguhan pembayaran tagihan listrik.
Ketiga, penangguhan kontribusi perusahaan media dalam pembayaran BPJS Ketenagakerjaan. Keempat adalah penangguhan pemnbayaran premi BPJS Kesehatan bagi pekerja media.
BACA JUGA: Ada Buku Perjalanan Bamsoet dari Wartawan Hingga Ketua DPR
Kelima, keringanan cicilan pajak korporasi dari 30 persen menjadi 50 persen. Keenam adalah pembebasan pajak penghasilan (PPh) karyawan yang berpenghasilan hingga Rp 200 juga per bulan.
Stimulus terakhir adalah mengalihkan anggaran belanja iklan layanan masyarakat kementerian dan lembaga negara kepada media lokal.
Bamsoet menambahkan, pers merupakan garda terdepan dalam memerangi hoaks Covid-19 yang makin menyeramkan. “Mulai stigma negatif terhadap tenaga medis hingga penolakan rapid dan swab test menjadi wajah muram betapa hoaks malah dipercaya masyarakat," ujarnya.
Mantan ketua DPR yang pernah menjadi wartawan itu menilai tantangan terbesar yang dihadapi media massa saat ini bukan lagi dari penguasa otoriter. Menurutnya, media justru berhadapan dengan para buzzer di media sosial yang memproduksi hoaks dan ujaran kebencian sesuai pesanan.
Namun demikian, Bamsoet mewanti-wanti media tak boleh kalah. Menurutnya, media harus tetap membuktikan diri sebagai rujukan utama masyarakat dalam memperoleh informasi yang akurat.
“Media siber di Indonesia masih tetap eksis di tengah gempuran para buzzer,” katanya.
Untuk memperkuat argumen itu, Bamsoet menyitat hasil riset Edelman Trust Barometer 2019 di 26 negara. Riset itu memperlihatkan hanya 4 negara yang rakyatnya masih memiliki kepercayaan tinggi terhadap media massa, yakni China (76 persen), Indonesia (70 persen), India (64 persen), dan Uni Emirat Arab (60 persen).
“Rakyat di negara-negara besar justru tak menaruh kepercayaan tinggi terhadap media massa. Misalnya Rusia (26 persen), Turki (27 persen), Jepang (35 persen, Inggirs (37 persen), maupun Amerika Serikat (48 persen)," tuturnya.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini juga menyoroti masih rendahnya Indeks Kebebasan Pers Indonesia. Sebagaimana temuan Reporters Without Borders dari riset mengenai kebebasan pers dunia yang dimuat dalam laporan 2019 World Press Freedom Index, menempatkan Indonesia di posisi 124 dari 180 negara.
Penilaian didasarkan pada beberapa kriteria. Di antaranya adalah independensi media dan keamanan jurnalis dalam menjalankan tugasnya.
"Kondisi jurnalistik kita saat ini cenderung terus membaik. Pers bebas mengabarkan apa pun tanpa takut menghadapi tekanan kekuasaan. Informasi apa pun bisa didapat dengan mudah karena setiap orang bebas menyuarakan apa pun, tentang apa pun. Memang masih ada beberapa hal yang perlu disempurnakan yang menjadi tugas kita bersama," pungkasnya.(eno/jpnn)
Redaktur & Reporter : Antoni