jpnn.com, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mendorong pemerintah segera menetapkan standar harga test PCR di berbagai rumah sakit, maupun klinik laboratorium kesehatan.
Sehingga masyarakat yang secara sadar diri ingin mendiagnosis potensi penularan Covid-19, tak terbentur harga yang tinggi.
BACA JUGA: Bamsoet Dorong Standarisasi Tata Cara Berkendara Berkelompok
Standarisasi harga juga diperlukan agar diantara institusi pelayanan kesehatan tak terjadi persaingan harga.
Begitu juga dengan regulasi vaksin mandiri perlu segera dipersiapan, sehingga pada saatnya swasta dapat dilibatkan dalam pengadaan vaksin mandiri tanpa beban negara.
BACA JUGA: Bamsoet: Sistem Pendidikan Harus Kedepankan Etika dan Estetika
Keterlibatan pihak swasta dapat membantu pemerintah melakukan vaksinisasi untuk kelompok masyarakat yang mampu dan kelompok masyarakat yang ingin membantu masyarakat lainnya secara gratis, di luar tanggungan pemerintah dengan harga dan perijinan yang ditetapkan atau di kontrol pemerintah.
"Virus Covid-19 jangan dijadikan komoditas ekonomi. Belum adanya standarisasi harga membuat berbagai institusi pelayanan kesehatan bebas menetapkan harga, dari mulai Rp 1 juta hingga Rp 5 juta. Kesadaran masyarakat memeriksakan dirinya justru harus difasilitasi pemerintah dengan mengatur standar harga pemeriksaan PCR," ujar Bamsoet, usai berkunjung ke Laboratorium Pusat Prodia, di Jakarta, Sabtu (19/9).
BACA JUGA: Harapan Bamsoet Saat Ngobrol Asyik Bareng Budayawan Sunda Budi Dalton
"Dengan harga terjangkau, masyarakat akan semakin banyak yang memeriksakan diri, sehingga bisa turut mengurangi beban pemeriksaan yang dilakukan pemerintah. Termasuk juga nanti pada saatnya dalam pengadaan vaksin covid-19 secara mandiri oleh masyarakat,” sambungnya.
Ketua DPR RI ke-20 ini turut mengapresiasi berbagai institusi pelayanan kesehatan yang terus meningkatkan kualitas dan kuantitas pemeriksaan sampel untuk mendeteksi virus Covid-19.
Sebagaimana sudah dilakukan Prodia. Memiliki lab di 127 kota yang tersebar di 34 provinsi, Prodia terus meningkatkan kemampuan pemeriksaan sampel dari 450 test per hari pada Mei 2020, menjadi 1.000 test per hari pada Juli 2020. Kini di September 2020 sudah meningkat lagi menjadi 2.000 test per hari.
"Hasil pemeriksaan juga relatif cepat. Bisa keluar di hari yang bersamaan saat sampel diambil, hingga H+1. Jika setiap institusi pelayanan kesehatan bisa melakukan hal serupa, memiliki kuantitas pemeriksaan sampel yang besar dengan hasil pemeriksaan yang cepat, niscaya penyebaran virus Covid-19 bisa segera dikendalikan. Karena tracing terhadap siapapun yang positif Covid-19 bisa cepat diketahui," tutur Bamsoet.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini juga mendorong pemerintah melibatkan pihak swasta dalam program vaksinasi penangkal Covid-19. Mengingat pada November 2020, Sinovac mulai akan mengirimkan bahan baku vaksin CoronaVac.
Ditargetkan pada Januari dan Februari 2021, Bio Farma sudah mulai bisa memproduksi sendiri vaksin CoronaVac sebagai penangkal virus Covid-19. Bahan baku yang akan dikirimkan mencapai 260 juta dose, dengan perhitungan menghasilkan 130 juta vaksin.
"Ketersediaannya masih kurang, mengingat jumlah penduduk Indonesia mencapai 260 juta jiwa. Setiap satu orang harus dua kali disuntik vaksin. Menutup kekurangannya, pemerintah bisa melibatkan swasta untuk mendatangkan vaksin siap pakai dari berbagai negara lain, yang tentunya sudah lulus uji BPOM," tuturnya.
"Selain ketersediaan vaksin, tahapan program vaksinasi massal juga perlu dipersiapkan dari sekarang. Dari mulai ketersediaan alat suntik, tenaga kesehatan, hingga sarana dan prasarana seperi tempat penyimpanan vaksin, tak boleh ada yang kekurangan. Jangan sampai vaksinnya tersedia, pelaksanaan vaksinasinya malah kacau. Karena itulah, swasta perlu dilibatkan sebagai wujud gotongroyong melawan Covid-19," pungkas Bamsoet. (jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi