jpnn.com, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo membuka Seminar Nasional tentang Pembentukan Lembaga Internasional Majelis Syura Dunia yang digagas MPR sekaligus peringatan HUT ke 75 MPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Sabtu (29/8).
Hadir dalam kesempatan itu antara lain Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah, Ahmad Muzani, Lestari Moerdijat, Syarief Hasan, Jazilul Fawaid dan Sekjen MPR Ma'ruf Cahyono. Selain itu, Ketua DPR Puan Maharani dan Ketua DPD RI La Nyalla Mahmud Mattalitti hadir secara virtual.
BACA JUGA: Penjelasan Terbaru Wakil Ketua DPR Terkait RUU Omnibus Law Cipta Kerja
Bambang mengatakan peringatan HUT ke-75 MPR adalah wujud syukur atas kelancaran dan capaian kinerja pelaksanaan wewenang dan tugas-tugas selama ini. Peringatan tersebut juga sekaligus sebagai momentun untuk melakukan refleksi dan proyeksi terhadap peran MPR ke depan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
BACA JUGA: DPR: Pemerintah Wajib Melindungi Penyandang Disabilitas
Kiri ke kanan: Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat, Ketua MPR Bambang Soesatyo, Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah dan Ahmad Muzani bersama Sekjen MPR Ma'ruf Cahyono berfoto bersama pada acara Peringatan HUT ke-75 MPR RI dan Seminar Nasional Tentang Pembentukan Majelis Syuro Dunia di Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta, Sabtu (29/8). Foto: Ricardo/JPNN.com
Legislator Partai Golkar yang karib disapa Bamsoet itu mengatakan bahwa Konstitusi dan MPR seperti dua sisi mata uang, satu dan lainnya tidak dapat dipisahkan.
BACA JUGA: Gus Jazil: Maksimalkan Potensi Maritim Indonesia Demi Kesejahteraan Rakyat
"Oleh karena itu, saya atas nama pimpinan dan anggota MPR mengucapkan Dirgahayu Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. Dirgahayu Konstitusi Indonesia. Mari kita kuatkan peran MPR dan Konstitusi dalam mewujudkan Indonesia Maju," kata Bamsoet.
Dia menjelaskan perjalanan sejarah MPR dalam kurun waktu 75 tahun Indonesia merdeka telah mengalami pasang surut, cerah mendung, terang gelap. Sejalan kondisi politik dan demokrasi serta sistem ketatanegaraan melalui keberlakuan konstitusi yang menjadi dasar penyelenggaraan negara.
Sejak awal kemerdekaan hingga saat ini, MPR telah mengalami perubahan mendasar dalam hal kedudukan dan wewenangnya. Itu terjadi sebagai akibat dari perubahan sistem politik ketatanegaraan pada 1949-1959 dan reformasi konstitusi melalui amendemen UUD 1945 pada 1999 sampai 2002.
"Demikian pula dengan konsepsi pembentukan MPR, dalam sejarahnya melalui perjalanan yang panjang, berawal dari ide pembentukan badan perwakilan yang diharapkan dapat menjadi wadah aspirasi rakyat dan daerah dalam sistem perwakilan dengan basis permusyawaratan," paparnya.
Dia menjelaskan konsepsi perlunya prinsip kerakyatan dengan mengedepankan permusyawaratan ini adalah gagasan yang disampaikan dalam Sidang BPUPKI oleh Ir. Soekarno, Muhammad Yamin, dan Soepomo. Pada akhirnya nama MPR disetujui dalam UUD, saat bersamaan dengan disetujuinya rancangan UUD 1945 pada Sidang BPUPK 16 Juli 1945 yang dipimpin oleh Dr. Radjiman Wedyodiningrat.
Selanjutnya, kata Bamsoet, konsep ini disahkan pada Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang dipimpin Ir. Soekarno saat pengesahan Batang Tubuh UUD 1945 pada 18 Agustus 1945.
"MPR RI disetujui sebagai suatu badan negara yang memegang kedaulatan rakyat, yang kekuasaannya tidak terbatas," kata dia.
Namun, Bamsoet melanjutkan, sejarah mencatat bahwa pada awal kemerdekaan MPR sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945 belum bisa dibentuk. Oleh karena itu, pada 29 Agustus 1945 dibentuklah Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang merupakan Badan Pembantu Presiden, sebagai embrio dari lahirnya MPR sekarang ini.
Sejarah politik ketetanegaraan menunjukkan bahwa pada masa berlakunya Konstitusi Republik Indonesia Serikat (1949-1950) dan UUD Sementara (1950-1959), lembaga MPR tidak dikenal di dalam konfigurasi ketatanegaraan Indonesia.
MPR baru hadir kembali dalam sistem ketatanegaraan Indonesia seiring dengan lahirnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. "Karena Indonesia kembali menggunakan UUD 1945 sebagai konstitusi yang berlaku," ungkapnya.
Menurutnya, pemberlakuan kembali UUD 1945 itulah MPR sebagai lembaga tertinggi negara dan pemegang sepenuhnya kedaulatan rakyat, mengeluarkan produk hukum berupa Ketetapan MPR yang menjadi sumber tertib hukum tertinggi di Indonesia di bawah UUD.
Saat ini, kata dia, beberapa TAP MPR masih berlaku berdasarkan Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 yang kedudukannya juga di bawah UUD.
Pascareformasi Konstitusi, yakni setelah perubahan UUD NRI 1945, MPR kembali memulai lembaran sejarah baru. Namun, MPR tidak lagi berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara, pemegang dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat. "MPR adalah lembaga negara yang setara dengan lembaga-lembaga negara lain," ujarnya.
Namun, lanjut Bamsoet, berubahnya kedudukan serta wewenang MPR tersebut, tidak berarti menghilangkan peran penting MPR dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. MPR tetap merupakan lembaga negara, demokrasi dan permusyawaratan yang menjalankan mandat rakyat berdasarkan konstitusi.
"Pemberian kewenangan tertinggi tersebut sejalan dengan ruh pembentukan lembaga MPR, yakni roh kedaulatan rakyat, di mana rakyat sebagai pemegang tertinggi kedaulatan," katanya.
Menurut Bamsoet, spirit inilah yang kemudian dituangkan dalam Visi MPR sebagai Rumah Kebangsaan, Pengawal Ideologi Pancasila, dan Kedaulatan Rakyat.
Sebagai rumah kebangsaan, pengawal ideologi Pancasila, dan kedaulatan rakyat, MPR merupakan representasi dari daulat rakyat yang menjembatani berbagai aspirasi masyarakat dan daerah, yang mengedepankan etika politik kebangsaan dengan selalu berusaha menciptakan suasana harmonis antar-kekuatan sosial politik dan antarkelompok kepentingan untuk mencapai sebesar-besar kemajuan bangsa dan negara.
Selaras dengan itu, dalam setiap aktivitasnya, MPR selalu mengingatkan kepada seluruh komponen bangsa bahwa dalam menegakkan kedaulatan rakyat dan kehidupan berdemokrasi memerlukan sikap dan tindakan saling menghormati.
Aktivitas kenegaraan harus selalu mengedepankan kejujuran, amanah, keteladanan, sikap toleransi, rasa malu, tanggung jawab, menjaga kehormatan, serta martabat diri sebagai warga bangsa.
MPR akan menjadi pengatur cuaca dan iklim agar kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam mengahadapi banyak tantangan tetap teduh dan kondusif agar gerak roda penyelenggaraan negara dalam mewujudkan cita-citanya tetap stabil, selaras dan seimbang.
"Semoga peringatan ulang tahun ke-75 MPR ini dapat menjadi momentum untuk melakukan refleksi sekaligus proyeksi perjalanan MPR ke depan agar lebih berperan dalam mewujudkan Indonesia Maju, Indonesia Masa Depan," kata Bamsoet.
Adapun narasumber diskusi yakni Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Azzumardi Azra, Pengamat Timur Tengah/ Wakil Rektor IV UI Luthfi Zuhdi, akademisi UI / Anggota Komisi Kajian Ketatanegaraan Fitria Arsil, Direktur Sosial Budaya Organisasi Internasional Negara Berkembang Kementerian Luar Negeri Kamapradipta Isnomo.(boy/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Boy