jpnn.com, BALI - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo bersama tokoh ulama nasional Gus Miftah menekankan bahwa menjaga kebhinnekaan dalam pluralitas adalah fitrah bangsa Indonesia.
Menurut dia, kemerdekaan Indonesia terwujud tidak lain karena bangkitnya semangat nasionalisme.
BACA JUGA: Bamsoet Apresiasi Capaian Jenderal Listyo di 100 Hari Pertama jadi Kapolri
Para pendiri dan seluruh elemen bangsa yang terdiri dari berbagai latar belakang suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) bersatu padu berjuang melawan penjajah.
Oleh karena itu, ujar dia, tugas semua elemen bangsa memastikan cita-cita proklamasi kemerdekaan mewujudkan Indonesia yang adil dan makmur bisa terwujud.
BACA JUGA: Gus Miftah: Semuanya Saya Maafkan, Kecuali Israel
"Bukan justru malah menghancurkan ikatan kebangsaan melalui polusi ujaran kebencian berlandaskan SARA. Khususnya dengan menyalahgunakan ajaran agama untuk merendahkan ataupun memusuhi saudara sebangsa. Maupun mendeskriditkan salah satu suku tertentu," kata Bamsoet dalam 'Silaturahmi Kebangsaan Demi Merawat Kebhinekaan dan Keutuhan NKRI' yang diselenggarakan Polda Bali, Kamis (20/5).
"Ingat, mereka yang bukan saudaramu dalam iman, adalah saudara dalam kemanusiaan. Dan puncak ajaran agama adalah cinta," ujar ketua ke-20 DPR RI itu.
BACA JUGA: Dua Personel Polda Bali Terima Penghargaan dari Kapolri Jenderal Listyo
Turut hadir antara lain Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati, Kapolda Bali Irjen Putu Jayan Danu Putra, Danrem 163/Wira Satya Brigjen TNI Husein Sagaf, dan anggota Komisi IV DPR RI AA Bagus Adhi Mahendra Putra.
Hadir pula para ketua dan perwakilan Forum Kerukunan Umat Beragama Bali, para rektor dan perwakilan dari berbagai universitas Bali, serta para perwakilan mahasiswa Papua dan elemen mahasiswa lainnya. Hadir secara virtual para Kapolres dan Kapolsek se-Bali.
Menurut Bamsoet, sebagaimana diungkapkan Bung Karno dalam Sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 1 Juni 1945 bahwa NKRI bukan milik sesuatu golongan, agama, suku, golongan adat-istiadat, tetapi milik semua.
"Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) juga menegaskan tidak penting apa pun agama atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik buat semua orang, orang tidak pernah tanya apa agamamu," kata Bamsoet.
Ketua umum Ikatan Motor Indonesia (IMI) ini menerangkan daripada sibuk mempolitisasi SARA, lebih baik energi bangsa dihabiskan untuk mewujudkan Indonesia yang adil dan makmur.
Sebab, kata dia, menurut Bank Dunia, produk domestik bruto (PDB) Indonesia tahun 2018 menembus USD 1,04 triliun, dan menempatkan negeri ini pada ranking 16 dunia. Jika diukur dari paritas daya beli, maka Indonesia menduduki rangking tujuh dunia.
"Namun ketika angka tersebut dibandingkan dengan besarnya jumlah penduduk Indonesia, maka pendapatan nasional bruto per kapita Indonesia ada di angka USD 3.840, menempatkan Indonesia di ranking 120 dunia. Kondisi ini mengisyaratkan bahwa pemerataan kesejahteraan masih harus kita perjuangkan bersama," pungkas Bamsoet.
Gus Miftah menambahkan Indonesia merupakan 'Rumah Besar' yang di dalamnya terdapat berbagai kamar yang terdiri dari suku, agama, ras, dan antargolongan.
Menurutnya, apabila para pemilik kamar kembali ke kamarnya masing-masing, tidak salah masuk apalagi merusak kamar pemilik lain, niscaya kerukunan, persatuan, dan juga perdamaian akan tetap terwujud.
"Mereka yang gagal paham dalam kebhinnekaan, menjadi mudah menistakan agama yang lain, menyemarakkan intoleransi, serta berujung pada sikap radikal," kata Gus Miftah.
"Agar tidak gagal paham, ikutlah pendapat ahli. Jangan ikut orang yang ahli berpendapat. Tentang hati, ibadah, dan keyakinan beragama merupakan wilayah privat yang tidak bisa dicampuradukan oleh orang lain. Tapi dalam muamalah, kita bisa berjalan bersama," pungkas Gus Miftah. (*/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : Boy