Bamsoet: Menjaga Kesehatan Rakyat dan Demokrasi Sama Pentingnya

Kamis, 01 Oktober 2020 – 14:33 WIB
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo. Foto: Humas MPR RI.

jpnn.com, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menegaskan bahwa menjaga kesehatan masyarakat lewat penanganan pandemi Covid-19 dan menyukseskan demokrasi melalui Pilkada Serentak 2020, harus sama-sama menjadi prioritas utama.

Setiap elemen bangsa harus bertanggung jawab dan berkontribusi sesuai peran dan kemampuan masing-masing. Karena itu dibutuhkan kesamaan cara pandang dan kesadaran kolektif untuk membangun semangat solidaritas dan jiwa gotong royong dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

BACA JUGA: Ini Empat Kiat Bamsoet Hadapi Pandemi Covid-19

Demikian disampaikan Bamsoet saat menjadi keynote speaker dalam Diskusi 'Pilkada Berkualitas dengan Protokol Kesehatan: Utopia atau Realita?' yang diselenggarakan LHKP PP Muhammadiyah secara daring di Jakarta, Rabu (30/9).

Bamsoet mengatakan, dengan adanya pandemi tentunya tantangan yang dihadapi dalam penyelenggaraan Pilkada 2020 akan semakin pelik. Apalagi dengan heterogenitas dan kemajemukan bangsa ini, banyak faktor yang dapat memicu lahirnya konflik horizontal.

BACA JUGA: Jenderal Gatot Nurmantyo Mengumumkan Muklumat KAMI, Simak Alasan ke-6

"Kontestasi politik di tengah himpitan kondisi perekonomian di masa pandemi, akan sangat mudah dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab," ujar Bamsoet.

Dalam forum yang diikuti mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas itu, Bamsoet mengatakan meskipun KPU, Bawaslu dan pemerintah telah melakukan segala upaya demi terselenggaranya Pilkada melalui penerapan protokol kesehatan, namun pelaksanaan pesta demokrasi itu di masa pandemi Covid-19 masih menyisakan beberapa potensi persoalan.

BACA JUGA: PSI tak Hanya Rajin Kritik Anies, Giring: Kami juga Buat Surat Terbuka untuk Menkes

Potensi tersebut menurut ketua ke-20 DPR ini, antara lain soal tingkat partisipasi pemilih, kedisiplinan penerapan protokol kesehatan, kualitas penyelenggaraan Pilkada, ketersediaan dukungan sumberdaya serta ketidakpastian implementasinya.

Dengan masih tingginya angka persebaran Covid-19 dan belum tersedianya vaksin dalam waktu dekat, masih banyak masyarakat yang enggan dan merasa was-was untuk beraktivitas di area publik. Apalagi dalam konteks Pilkada yang melibatkan mobilisasi orang dalam skala besar di tempat pemungutan suara.

"Perlu sosialisasi yang memadai untuk memotivasi dan meyakinkan pemilih bahwa penyelenggaraan Pilkada telah didesain sedemikian rupa sehingga aman dari risiko terpapar Covid-19," ucap Bamsoet.

Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah kedisiplinan penerapan protokol kesehatan. Meskipun pemungutan suara baru akan dilaksanakan pada bulan Desember 2020, namun berbagai tahapan pemilihan tentunya sudah berjalan pada bulan-bulan sebelumnya.

Karena itu, kepala Badan Bela Negara FKPPI ini mengingatkan pentingnya disiplin yang tinggi dalam penerapan protokol kesehatan pada setiap tahapan untuk meminimalkan risiko penularan coronavirus. Khususnya, pada saat penyelenggaraan pemungutan suara.

"Meskipun sosialisasi mengenai pentingnya penerapan protokol kesehatan sudah dilakukan oleh berbagai pihak terkait, namun kedisiplinan untuk menerapkannya harus menjadi bagian dari protap atau standar operasional prosedur (SOP) dalam setiap tahapan Pilkada," jelas Bamsoet.

Wakil ketua umum Depinas SOKSI dan Pemuda Pancasila ini mengingatkan, guna mewujudkan penyelenggaraan Pilkada yang aman dari potensi penularan Covid-19 di setiap daerah, diperlukan dukungan sumberdaya yang memadai seperti kebutuhan alat perlindungan diri (APD), penyediaan rapid test atau RT-PCR, dukungan tenaga medis, sarana dan prasarana penunjang yang pastinya berujung pada ketersediaan dukungan anggaran.

"Perlu dipastikan kemampuan KPU dalam penyediaan sumberdaya tersebut, mengingat setiap daerah mempunyai kemampuan dukungan sumberdaya yang berbeda-beda," tegasnya.

Menurut data Kementerian Dalam Negeri per bulan Juni 2020, untuk pelaksanaan Pilkada Serentak di masa pandemi, dari 270 daerah yang akan menyelenggarakan Pilkada, hanya ada 76 daerah yang menyatakan tidak memerlukan tambahan anggaran dari APBN maupun APBD.

Lantas bagaimana jika hingga Desember 2020 pandemi Covid-19 belum berakhir? Bamsoet menilai penundaan kembali Pilkada Serentak bisa dilakukan. UU No. 6/2020 telah memberikan pijakan hukum bagi penyelenggaraan Pilkada Serentak 9 Desember, namun pada saat yang bersamaan, juga masih terbuka peluang untuk menundanya kembali.

Hal itu merujuk pada ketentuan Pasal 201A ayat 3, apabila pemungutan suara serentak tersebut tidak dapat dilaksanakan karena bencana nasional pandemi Covid-19 belum berakhir, maka pemungutan suara serentak pada bulan Desember 2020 dapat ditunda dan dijadwalkan kembali.

"Yang kemudian menjadi persoalan adalah, hingga saat ini belum ada satu pihak pun yang dapat memastikan kapan pandemi akan berakhir. Di samping itu, ketentuan yang bersifat fakultatif tersebut dalam implementasinya dapat memunculkan perbedaan tafsir dan persepsi, karena belum adanya tolok ukur yang jelas dan tegas," tutur waketum KADIN Indonesia ini.

Terkait dengan kualitas Pilkada, waketum Partai Golkar ini mengungkapkan adanya kekhawatiran bahwa 80 persen petahana di Pilkada akan memanfaatkan berbagai program bantuan sosial sebagai alat kampanye terselubung. Serta, dampak pandemi yang menghantam kehidupan perekonomian rakyat semakin meningkatkan resiko terjadinya praktik money politics.

"Ketidakadilan kontestasi politik dan potensi peningkatan money politics tersebut, tentunya akan mengurangi kualitas kehidupan demokrasi kita. Namun saya meyakini bahwa masa pandemi adalah ujian bagi kita untuk dapat melompat lebih jauh ke depan. Bagaimana kedewasaan kita dalam merespon ujian tersebut, akan sangat menentukan wajah masa depan bangsa dan negara kita," pungkas Bamsoet.(jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler