jpnn.com, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menuturkan para pendiri bangsa menempatkan bela negara pada posisi sentral dengan merumuskannya secara eksplisit dalam konstitusi.
Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam pembelaan negara. Konsepsi bela negara luas. Tindakan setiap warga negara yang dilandasi oleh rasa cinta tanah air didasari kesadaran dan komitmen untuk berbakti pada negara.
BACA JUGA: Seusai Tinjau Persiapan Black Stone Garage, Bamsoet Berharap Begini
"Rumusan di atas setidaknya mengisyaratkan dua pesan penting. Pertama, upaya bela negara adalah tanggung jawab bersama segenap warga negara. Kedua, bela negara memiliki dua dimensi implementasi. Warga negara wajib berpartisipasi," ujarnya.
Hal ini dikatakan Bamsoet dalam acara Sidang Terbuka Senat Universitas Kristen Indonesia, di Jakarta, Senin (5/9).
BACA JUGA: Bamsoet Berharap Tumplek Blek 2022 Bisa Bangkitkan Pelaku Usaha Otomotif
Ketua DPR RI ke-20 menjelaskan konsepsi bela negara tidak boleh dimaknai secara sempit, hanya sebatas upaya menjaga dan melindungi negara dari ancaman militer.
Bela negara tidak sesederhana dimaknai sebagai kesiapsiagaan setiap warga negara untuk memanggul senjata.
BACA JUGA: Segera Luncurkan 2 Buku, Bamsoet Tulis Kisahnya yang Jarang Terekspos
Bela negara juga tidak hanya dimaknai sebagai kesanggupan setiap warga negara menjadi sumberdaya komponen cadangan negara, sebagai penopang kekuatan militer.
"Ketika ancaman konvensional dapat, kami kalkulasi dengan perhitungan matematis. Kami sikapi dengan strategi militer terukur, maka ancaman nonmiliter yang bersifat kasatmata, kompleks, dan berdimensi ideologis justru menghadirkan tantangan," kata Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menerangkan survei nasional yang dilakukan Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat UIN Jakarta pada akhir 2020 mencatat sekitar 30,16 persen mahasiswa Indonesia memiliki sikap toleransi beragama yang rendah atau sangat rendah.
Hasil survei SMRC pada Juni 2022 juga mengindikasikan tingkat toleransi publik di Indonesia masih rendah dengan indeks 49,1 (dalam skala 0-100).
"Selanjutnya, ada sekitar 33 juta penduduk Indonesia yang terpapar paham radikalisme. Isu separatisme dan aksi kekerasan, khususnya di wilayah Papua, masih menyeruak sepanjang tahun 2022 dan menyebabkan jatuhnya korban masyarakat sipil," urai Bamsoet.
Bamsoet menambahkan nilai-nilai asing yang merasuk melalui globalisasi mulai menggeser nilai-nilai kearifan lokal dan menggerus nilai-nilai keindonesiaan.
Apalagi dengan posisi Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya, memiliki posisi geografis dan geopolitik yang strategis, serta menjadi pusat daya tarik bagi kepentingan global.
Di sisi lain, penduduk Indonesia yang tersebar dalam gugusan negara kepulauan, dengan tingkat kemajemukan yang sangat heterogen, menjadikan posisi bangsa Indonesia 'rentan' terhadap infiltrasi asing dan ancaman perpecahan.
"Karenanya, memaknai konsep bela negara secara komprehensif adalah integrasi dari upaya mempertahankan kedaulatan negara dalam segala aspek dan dimensinya. Baik melalui kedaulatan politik, kedaulatan ideologi, kedaulatan pertahanan keamanan, kedaulatan wilayah teritorial, kedaulatan ekonomi, maupun kedaulatan sosial-budaya,’’ ucapnya.
Di sinilah urgensi menghadirkan konsep bela negara dalam dimensi ideologis. Diperlukan pembaruan paradigma dan pengembangan strategi bela negara yang sesuai dengan kebutuhan zaman," kata Bamsoet. (mrk/jpnn)
Redaktur : Tarmizi Hamdi
Reporter : Tarmizi Hamdi, Tarmizi Hamdi