“Saya tidak setuju Pajak Warteg, karena itu berarti mematikan denyut kehidupan Jakarta,” ujar Hendardji Soepandji, di Posko Balai Rakyat.
Mereka yang bekerja di sektor informal tidak mungkin makan di restauran mahal. Menurut Bang Adji, panggilan Hendardji Soepandji, kalau Warteg dibebani pajak, harga makananya akan naik. Hal itu membuat pekerja sektor informal seperti supir, buruh bangunan, dan warga kelas bawah lainya akan kesulitan mencari makan di Jakarta. Pada akhirnya, akan menimbulkan kerawanan sosial dan mengganggu jalanya pembangunan.
Warteg harus dilihat dari fungsinya melayani kaum bawah atau masyarakat dengan penghasilan rendah. “Lah kalau makan di warteg saja sudah mahal, terus mereka
mau makan apa,” kata Bang Adji.
Mantan Aspam KASAD ini mengaku kalau dirinya juga sering makan di warteg. Termasuk dalam kunjunganya meninjau lokasi banjir di Ciracas Minggu lalu. Menurutnya, warteg itu harus dikembangkan dan dibina melalui pola UKM. Sehingga usaha mereka menjadi semakin kuat dan semakin besar. “Kasihan tukang warteg itu kan harus bayar cicilan kontrak rumah, listrik, belanja bahan makanan juga sudah mahal sekarang,” ungkap Bang Adji.
Sementara itu cawagub independen Ahmad Riza Patria tampaknya konsisten mendekati warga pinggiran. Seperti kemarin, Bang Riza, panggilan Ahmad Riza, berceramah di hadapan ibu-ibu pengajian di pinggir Banjir Kanal Timur, Cakung, Jakarta Timur. Dalam kunjungan sebelumnya, pasangan tersebut juga mengunjungi warga bantaran rel, warga RW kumuh, serta warga bekas kebakaran. Dalam ceramahnya itu, Riza memberikan gambaran yang ideal sosok seorang pemimpin.
“Sidiq atau jujur, fatonah atau cerdas, tablig atau menyampaikan yang harus disampaikan, dan amanah yakni yang mau bersungguh-sungguh, bekerja keras, dan tanggung jawab. Empat sifat itulah yang dibutuhkan pemimpin Jakarta, pemimpin di Indonesia, juga pemimpin di Cakung,” urainya. (dai/dni)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tunggu Hasil Resmi 17 April
Redaktur : Tim Redaksi