jpnn.com, JAKARTA - Pemulihan sektor keuangan seperti tax amnesty perlu kembali diberlakukan serta dilanjutkan dengan integrasi dan pembaharuan data penerima bantuan sosial.
“Terobosan seperti tax amnesty perlu diberlakukan lagi. Terkait bantuan sosial yang harus dilakukan adalah integrasi dan pembaharuan data sehingga penyaluran bantuan sosial dapat tepat sasaran," kata politikus PDI Perjuangan Maruarar Sirait dalam webinar beberapa waktu lalu yang diadakan Institute for Action Against Corruption (IAAC).
BACA JUGA: Webinar Rumah Milenial Indonesia: SDM Unggul, UMKM Berkembang, Papua Maju
Ara -panggilan akrab Maruarar- menilai bahwa para menteri harus berani mengeluarkan terobosan kebijakan yang luar biasa selama pandemi agar anggaran negara dapat terserap dan dinikmati masyarakat secara luas, baik UMKM, kelompok tani, ataupun koperasi.
Menurut pria yang juga Ketua Umum Taruna Merah Putih ini, koalisi pemerintah hari ini sudah menguasai parlemen akan tetapi pemerintah juga harus cermat bahwa kekuatan sosial masyarakat masih sangat kuat dan mampu mempengaruhi pengambilan kebijakan.
BACA JUGA: Risma Mendadak Turun dari Mobil Setelah Melihat Puluhan Remaja, Dapat Hukuman
“Saya merindukan masukan-masukan dari para pemuda. Pemuda harus mampu berperan aktif dan menjadi problem solver agar bangsa ini mampu keluar dari krisis. Presiden Jokowi saat ini butuh dukungan masyarakat. Dibutuhkan orang-orang luar biasa di lingkaran Jokowi sehingga dapat menghasilkan kebijakan yang adil dan luar biasa di tengah kondisi luar biasa ini," pungkasnya.
Sementara Direktur Eksekutif Indo Barometer M. Qodari menilai bahwa serapan anggaran negara yang masih rendah dikarenakan dua kemungkinan, pertama masalah manajerial terkait lapisan birokrasi dan kedua adalah terkait skema burden sharing antara Pemerintah dan Bank Indonesia yang akhirnya tercapai.
BACA JUGA: Warga Pergoki Pengepul Rongsok Memasukkan Sesuatu ke Dalam Karung, Bukan Sampah
“Menurut saya, Jokowi bukan hanya menegur Kementerian, tapi juga kepada struktur pemerintahan secara keseluruhan hingga ke daerah. Itu dapat dilihat dari tercapainya kesepakatan burden sharing antara Menkeu dan Gubernur BI setelah pidato Jokowi," ujarnya.
Anggota DPR RI Didik Mukrianto dalam pemaparannya menyatakan bahwa Presiden Jokowi sudah mengeluarkan berbagai kebijakan penting dan strategis untuk menanggulangi pendemi COVID-19 yang telah ditetapkan sebagai bencana nasional non-alam.
Lebih jauh dari itu, Pemerintah telah berupaya keras dengan melakukan langkah-langkah extraordinary. Salah satu kebijakan itu adalah Perppu No.1 tahun 2020 yang kemudian disahkan menjadi UU No. 2 tahun 2020.
“Inilah yang menjadi sejarah ketika postur APBN sepenuhnya dalam kewenangan Presiden sebagai upaya Pemerintah untuk menanggulangi COVID-19," katanya.
Namun Didik melihat, hari ini masih terdengar ada banyak kendala dan tantangan dalam melakukan implementasi kebijakan tersebut. Contoh yang paling sederhana bahwa masih ada tenaga kesehatan yang belum menerima insentif.
"Tidak sedikit masyarakat yang di-PHK, tidak sedikit masyarakat kita yang terputus akses ekonomi yang bekerja di sektor informal. Tentunya setiap kebijakan tidak ada yang sempurna dan dibutuhkan pengawasan kritik dan masukan yang konstruktif dari masyarakat agar pengelolaan anggaran COVID-19 dapat transparan, akuntabel dan terhindar dari moral hazard," ujarnya.
Didik juga menekankan agar pola komunikasi publik yang dilakukan oleh Pemerintah bisa dijalankan dengan baik dan tepat sebab jika tidak dijalankan dengan baik maka akan menimbulkan ketidakpercayaan (distrust) masyarakat terhadap Pemerintah.
"Salah satu contoh komunikasi yang menimbulkan distrust masyarakat adalah prediksi akhir pandemi yang seringkali berubah, kebijakan new normal, dan kalung anti covid yang tidak terbukti secara klinis menangkal corona namun direncanakan akan diproduksi massal. Pemerintah harus bersinergi dan berkoordinasi sebelum melempar pernyataan dan kebijakan kepada publik," pungkasnya. (mg11/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti