jpnn.com, JAKARTA - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengatakan, sejumlah oknum mengatasnamakan Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menggunakan cara-cara komunis, menghalalkan berbagai cara untuk menolak hasil kerja Panitia Seleksi Calon Pimpinan (Pansel Capim) KPK.
"Cara-cara komunis yang dilakukan oknum-oknum tersebut tidak bisa ditolerir dan harus dilawan masyarakat," ujar Neta di Jakarta, Jumat (30/8).
BACA JUGA: Pernyataan Capim KPK I Nyoman Wara Dinilai Bertentangan dengan Hukum
Neta berharap Pansel KPK tetap bekerja serius menuntaskan target kerjanya, yaitu menyerahkan 10 nama capim KPK ke presiden pada 2 September mendatang. Ia juga berharap presiden tidak perlu mendengarkan, apalagi menanggapi cara-cara komunis yang dilakukan oknum WP KPK and the geng untuk menggagalkan kerja pansel.
"Cara-cara komunis yang dilakukan oknum WP KPK and the gang itu terungkap dalam surat terbuka pegawai KPK yang dikirim ke berbagai pihak, termasuk ke Pansel KPK. Bahwa pada 29 Agustus pagi, ada sejumlah oknum WP KPK mengumpulkan sejumlah orang luar KPK di kantin KPK," ucap Neta.
BACA JUGA: KPK Butuh Pemimpin yang Berdiri Tegak Lurus di Mata Hukum
BACA JUGA: MAKI Tuding Wadah Pegawai KPK Khawatir Jagoannya Tersingkir
Orang-orang tersebut, kata Neta, mengatasnamakan dirinya sebagai Koalisi Kawal Capim KPK dan Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi yang membawa-bawa keberadaan pegawai KPK. Padahal, karyawan KPK sangat tidak setuju dengan tindakan mereka.
BACA JUGA: Ribuan Orang akan Mendatangi Kantor KPK Siang Ini
Dalam pertemuan yang berlanjut di lobi KPK hingga pukul 20.00 WIB, Kamis 29/8), oknum-oknum tersebut mencatut 500 nama karyawan KPK untuk menolak Irjen Firli menjadi capim KPK dan akan menggalang demo menolak keberadaan capim dari Polri.
"Semua biaya konsumsi dan lain-lain dalam pertemuan itu ditanggung oleh oknum WP KPK. Dari sini terlihat ada tiga penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oknum WP KPK," katanya.
Pertama, melakukan persekongkolan jahat untuk mengkriminalisasi capim KPK dari Polri. Kedua, memperalat WP KPK untuk kepentingan kelompoknya. Ketiga, membiayai aksi politisasi untuk membenturkan karyawan KPK, pansel dan Capim KPK.
"Jika cara-cara komunis oknum WP KPK and the gang ini ditolerir, yakni 500 karyawan KPK diseret seret untuk menolak Capim KPK, bukan mustahil nantinya seluruh ASN dan karyawan BUMN bisa saja menolak para menteri yang sudah dipilih Presiden Jokowi untuk memegang sejumlah departemen," tuturnya.
Neta menyebut, oknum WP KPK lupa bahwa dirinya adalah pegawai negara yang dibiayai negara. Dalam sistem kepegawaian, pegawai negara atau pegawai pemerintahan, seorang ASN dilarang bermain politik yang bisa menghancurkan institusi. Apalagi bermain politik dengan cara-cara komunis yang menghalalkan berbagai cara.
"Dari kasus oknum WP KPK and the gang ini terlihat KPK saat ini semakin tidak terkendali dan semau gue. Saya kira ke depan perlu ada pimpinan KPK yang bisa menertibkan, mengendalikan dan menciptakan paradigma baru KPK ke depan," pungkas Neta. (gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Komisi Kejaksaan Harus Berani Panggil HM Prasetyo
Redaktur & Reporter : Ken Girsang