jpnn.com, SULAWESI TENGAH - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) ditugaskan menata dan membangun infrastruktur publik dan kawasan permukiman berupa hunian tetap (huntap).
Salah satunya yakni membangun huntap pascabencana gempa bumi dan tsunami di Sulawesi Tengah.
BACA JUGA: Kementerian PUPR Gandeng PWI Gelar Konsolidasi Regional
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) kerusakan bangunan akibat bencana Sulawesi Tengah mencapai 100.028 unit rumah, 11.788 di antaranya berada di ZRB.
Rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana Sulawesi Tengah sempat terhenti karena pandemi COVID-19, namun kini di masa adaptasi kebiasaan baru mulai dikebut kembali. Tentunya dengan menerapkan protokol kesehatan.
BACA JUGA: Petualangan Cinta Gladiator Akan Berakhir, Vicky Prasetyo: Pengin Hidup Berakhir Tanpa Beban
Menjalankan amanat Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2018 tentang Percepatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana Gempa Bumi dan Tsunami di Provinsi Sulawesi Tengah dan Wilayah Terdampak Lainnya, Ditjen Cipta Karya bersama Ditjen Perumahan Kementerian PUPR membangun huntap relokasi dan infrastruktur permukimannya, yang terbagi menjadi tiga kategori yaitu skala besar, satelit, dan mandiri.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menjelaskan rehabilitasi dan rekonstruksi di Sulawesi Tengah tidak hanya membangun kembali rumah yang rusak tetapi juga melakukan pendekatan kepada warga.
BACA JUGA: Sudah Ada Tol Trans Sumatera, Pak Basuki Tegaskan Pemerintah Tetap Peduli Jalintim
“Rehabilitasi dan rekonstruksi merupakan upaya untuk membangun kembali Sulawesi Tengah yang tangguh terhadap bencana. Pendekatannya adalah build back better, tidak sekadar membangun dengan kerentanan yang sama, terhadap bencana,” ucap Menteri Basuki.
Pembangunan Huntap Duyu di Kota Palu dan Huntap Pombewe di Kabupaten Sigi dikategorikan skala besar, sedangkan Huntap Tondo-1 dibangun oleh pemerintah kota.
Untuk Kota Palu sendiri terdapat beberapa Non Government Organization (NGO) yang turut membantu, Yayasan Budha Tzu Chi, APEKSI, dan AHA Center.
Sementara huntap skala satelit dan mandiri tersebar di tiga lokasi tersebut disesuaikan dengan ketersediaan lahan.
Lingkup pekerjaan pembangunan infrastruktur permukiman oleh Ditjen Cipta Karya antara lain jalan dan drainase lingkungan, Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik Terpusat (SPALDT), pengolahan persampahan, serta Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Selain itu juga dibangun kolam retensi di sekitar kawasan huntap sebagai upaya responsif mitigasi bencana.
Di samping huntap, Ditjen Cipta Karya juga melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi fasilitas layanan publik yaitu pendidikan dasar di Palu, Sigi, Donggala, dan Parigi Moutong, serta fasilitas pendidikan tinggi di Universitas Tadulako.
Di bidang kesehatan, fasilitas yang dibangun terdiri dari RS Anutapura dan RS Undata. Untuk fasilitas perkantoran berupa retrofitting gedung hijau PIP2B Sulawesi Tengah, rehabilitasi gedung perwakilan BPKP Sulawesi Tengah, dan Rekonstruksi gedung Kejati Sulawesi Tengah.
Danis H. Sumadilaga selaku Dirjen Cipta Karya menyebutkan 4 strategi utama yang diterapkan dalam penanganan kawasan khusus di Sulawesi Tengah.
“Empat strategi utama dalam penangangan kawasan khusus di Sulawesi Tengah yaitu pertama selalu berusaha berada bersama masyarakat untuk memberikan penanganan infrastruktur publik sesuai kebutuhan, kedua peningkatan resiliensi spasial infrastruktur menghadapi bencana, ketiga mendorong pengembangan ruang publik yang tangguh bencana, dan yang keempat peningkatan kesiapsiagaan bencana dan koordinasi lintas sektor dalam penanganan tanggap darurat bencana,” tandas Danis.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy