Bangun Rumah Sakit Khusus Liver

Sabtu, 05 Januari 2013 – 08:56 WIB
JAKARTA – Tahun ini PT Kimia Farma Tbk akan melebarkan sayap bisnisnya. Perusahaan BUMN itu akan membangun rumah sakit khusus liver atau hepatitis. Rumah sakit yang rencananya akan dibangun di atas lahan 5.200 m2 di Jalan Sahardjo, Tebet, Jakarta, ini membutuhkan dana sekitar Rp 300 miliar.

’’Rumah sakit khusus hepatitis ini kita bangun 8 lantai. Nilai investasinya sekitar Rp 300 miliar,’’ kata Sekretaris Korporat Kimia Farma Djoko Rusdianto di Jakarta kemarin (4/1).
 
Dari dana yang dibutuhkan Rp 300 miliar itu, Kimia Farma akan menggandeng mitra dan profesional. Pihak perbankan, sebut Djoko, juga telah berminat menggelontorkan pinjaman untuk membiayai rumah sakit ini.
 
Memuluskan rencana pendirian rumah sakit khusus liver ini, Kimia Farma telah menjalin kerja sama dengan pihak swasta yang juga memiliki bisnis rumah sakit. Pembangunan rumah sakit khusus ini ditargetkan bisa berjalan di kuartal II-2013.
 
Pembangunannya bakal dilakukan secara bertahap. Pada tahap pertama akan dibangun empat lantai.
 
Djoko menuturkan, alasan Kimia Farma mendirikan rumah sakit khusus liver tersebut. Dia menjelaskan, dari data Kementerian Kesehatan menyebutkan, sekitar 10 persen dari total penduduk Indonesia atau sekitar 23 juta penduduk terserang penyakit liver.
 
Selain itu, rumah sakit ini bertujuan untuk mensinergikan bisnis. Sebab, Kimia Farma telah memproduksi obat hepatitis. Obat hepatitis racikan Kimia Farma ini merupakan obat satu-satunya dari perusahaan nasional. Harganya pun lebih miring daripada obat serupa yang didatangkan dari luar negeri.
 
Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan sendiri pernah meminta agar obat hepatitis dapat diproduksi seluruhnya di dalam negeri sehingga dapat menekan biaya mengingat biaya berobat penderita hepatitis saat ini yang masih cukup mahal.’’Kita harus produksi sendiri, mumpung saya jadi menteri BUMN-nya. Saat ini Kimia Farma sudah mulai memproduksi dengan kerja sama dari India dengan harga yang lebih terjangkau,’’ ujar Dahlan.
 
’’Saya juga sempat berkeliling apotik dan ada yang mengaku obat tamivudine (untuk hepatitis) hanya laku 36 kapsul dalam sebulan, padahal obat ini harus dikonsumsi tiap hari,’’ imbuhnya.

Di seluruh Indonesia, jumlah tamivudine dikatakan Dahlan hanya terjual 350 botol per bulan, jumlah yang sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlah penderita hepatitis yang sudah teridentifikasi maupun yang belum.

Penyakit hepatitis berbahaya karena tidak menunjukkan gejala spesifik hingga kerusakan hati telah parah, mengalami pengerasan (sirosis) maupun kanker hati yang terjadi 20-30 tahun dari awal terinfeksi.’’Nggak ada gejalanya, saya juga tahu pas muntah darah, ternyata saluran pencernaan saya penuh gelembung-gelembung darah, sudah terjadi kanker,’’ terang Dahlan.

Setelah terinfeksi, pengobatan bagi hepatitis diakui Dahlan selain mahal juga cukup rumit dengan dokter-dokter ahli di rumah sakit berbeda, bahkan tidak satu pendapat mengenai sistem pengobatan yang lebih optimal. (lum)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tunjangan Peneliti Naik 70 Persen

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler