Bangunan Liar Padati Kawasan Wisata

Senin, 29 April 2013 – 09:02 WIB
SOREANG -- Beberapa restoran dan hotel di sepanjang jalur wisata di kawasan Bandung Selatan, diduga berdiri tanpa memiliki Izin Pemanfaatan Tanah (IPT) dan Izin Pendirian Bangunan (IMB). Selain tidak memiki IPT IMB, ada di antaranya yang berdiri di sempadan Sungai Ciwidey.

Hal tersebut diakui oleh Kepala Desa Cukang Genteng Kecamatan Pasir Jambu Hilman S Yusuf. Menurutnya, ada beberapa pengusaha yang seenaknya mendirikan bangunan untuk usaha, tanpa sebelumnya mengajukan atau menempuh proses perizinan.

Seperti salah satunya adalah The Dreams Hotel dan Restauran di Jalan Raya Soreang-Ciwidey.

Menurutnya , pemilik usaha tersebut langsung mendirikan bangunan dan mulai operasional. Padahal, tanpa mengantongi perizinan apapun.

"Seharusnya, saat mereka membeli tanah, lalu mengajukan perizinan untuk IPT, IMB. Proses pengajuan itu harus ditempuh sebelum bangunan berdiri dan beroperasi. Kalau dibangun dulu, lalu izinnya menyusul itu melanggar," kata Hilman, Minggu (28/4).

Dikatakan Hilman, untuk menerbitkan suatu izin IPT dan IMB itu, ada beberapa proses yang harus ditempuh, seperti kajian ilmiah yang dilakukan oleh ahli.

Sepengetahuan Hilman, pihak The Dream Hotel sama sekali tidak melakukan kajian ilmiah yang juga menyangkut kajian terhadap Upaya Pelestarian Lingkungan (UPL) atau jika dalam suatu usaha skala besar harus menempuh kajian Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL).

"Jelas saya bisa mengatakan mereka tidak menempuh kajian ilmiah. Karena untuk melakukan kajian itu melibatkan Pemerintah Desa dan juga ditandatangani oleh saya sebagai Kades, dan saya sama sekali tidak pernah menandatanganinya," ujar Hilman.

Selain tidak berizin, lanjut Hilaman, secara kasat mata berdirinya bangunan resto dan hotel itu, bisa dianggap membahayakan. Meski kajian Geologi menyatakan aman, namun secara kasat mata terlihat berbahaya. Posisinya yang curam dan berada  langsung bibir Sungai Ciwidey.

"Posisi bangunan itu langsung ke Sungai  Ciwidey. Itu juga suatu pelanggaran, karena dalam peraturannya tidak diperbolehkan atau dibenarkan ada bangunan di sempadan sungai, dengan jarak minimal 20 meter," katanya.

Selain The Dream, Hilman menengarai, beberapa usaha wisata lainnya yang berskala besar lainnya, juga tidak berizin. Seperti restoran Kampung Pa"go, restoran Flaminggo dan Rumah Walet.

Selain perizinan IPT IMB-nya tidak jelas, mereka juga diduga tidak memiliki izin penggunaan air tanah. Padahal, mereka menggunakan sumur artesis untuk memenuhi kebutuhan air bersihnya.

Hilman mengaku, pihak Desa Cukang Genteng tidak bisa berbuat banyak. Karena kewenangan untuk menjatuhkan sanksi dan menegakan peraturan berada di Pemerintah Kabupaten Bandung.

Ia pun menyayangkan sikap lunak dari Pemerintah Kabupaten Bandung, yang tidak bisa atau tidak berani mengambil langkah tegas. Meski sudah jelas terjadi pelanggaran. Apalagi pelanggaran tersebut menyangkut permasalahan lingkungan.

"Kami tidak punya wewenang untuk melakukan penindakan. Karena itu wewenang Pemkab. Yang punya Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan Satpol PP kan Pemkab. Saya juga menyayangkan sikap Pemkab yang tidak berani bertindak. Padahal itu sudah jelas melanggar," ungkapnya.

Dengan demikian, Hilman meminta Pemkab Bandung dapat bertindak tegas. Terhadap segala bentuk pelanggaran perizinan. Jangan karena berdalih ingin mengundang investor sebanyak-banyaknya dan mengejar Pendapatan Asli Daerah (PAD), mengabaikan segala peraturan.

"Pemerintah itu kan yang diberi amanah oleh negara untuk menegakan peraturan. Kalau lembek dan membiarkan segala pelanggaran, enggak akan punya wibawa dan harga diri dong," cetusnya.

Sementara itu, Kepala Bagian Tata Ruang Dinas Perumahan Tata Ruang dan Kebersihan (Dispertasih) Kabupaten Bandung, Yani Mahayani membenarkan, jika The Dream Hotel di Pasir Jambu, memang belum mengantongi perizinan.

Namun menurutnya, pihak The Dream sudah melakukan kajian untuk perencanaan. Namun memang perizinan site plan dari pihaknya belum dikeluarkan.

"Permohonan untuk kajian perencanaan sudah diajukan sama mereka. Tapi izin dari kami belum dikeluarkan. Dan sebenarnya kalau soal perizinan itu adanya di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), kalau di kami hanya pengajuan site plannya saja," katanya.

Selain itu, sambung Yani, pihak The Dream juga sudah mengajukan untuk kajian UPL. Dan diakuinya, memang untuk melakukan kajian UPL itu harus melibatkan Kepala Desa setempat, karena menyangkut lingkungan.

"Memang rapat UPL itu harus dihadiri oleh Kades. Karena Kades yang tahu persis lingkungannya seperti apa," tegasnya. (try)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ujian Kompetensi, Dokter Merasa Dianggap sebagai Dukun

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler