"Konstruksi bangunan yang tidak tahan gempa hancur dan menimpa penghuninya," katanya, Sabtu (15/9).
Dicontohkan, gempa besar seperti di Padang 30 September 2009 menyebabkan 114.797 rumah rusak berat, 67.198 rumah rusak sedang, dan 67.838 rumah rusak ringan, serta ratusan bangunan hancur. Bahkan 1.195 orang meninggal dan 619 orang luka-luka. Gempa yang relatif kecil pun ternyata juga merusak 560 rumah di Bogor dan Sukabumi saat gempabumi 4,8 SR pada Minggu, 9 September 2012.
"Meskipun gempa tidak dapat diprediksi, namun dapat diminimalisir dampaknya dengan membangun rumah tahan gempa," katanya.
Dijelaskan, konsep bangunan tahan gempa pada dasarnya adalah upaya untuk membuat seluruh elemen rumah menjadi satu kesatuan yang utuh.
Penerapannya dengan cara membuat sambungan yang cukup kuat di antara berbagai elemen serta pemilihan material dan pelaksanaan yang tepat.
"Teknologi rumah tahan gempa di Indonesia sangat banyak, tinggal konsultan bangunan memilih konstruksi yang dinilai lebih efisien dan aman untuk suatu daerah," katanya.
Ia menyatakan, rumah-rumah tradisional di Indonesia, seperti rumah Gadang, rumah kayu di Jawa dan Sunda merupakan rumah yang dibangun dengan mengadaptasikan gempabumi. "Terbukti ratusan tahun tetap kokoh berdiri," tegasnya.
Namun, lanjut dia, seiring dengan perubahan gaya hidup, rumah tradisional berganti dengan tembok yang tidak diikuti dengan konstruksi yang memadai.
"Masih banyak rumah-rumah penduduk yang dibangun dengan belum memperhatikan kaidah konstruski tahan gempa," ujarnya.
Ia menambahkan, beberapa penyebab antara lain, minimnya sosialisasi, terbatasnya pengetahuan tukang, lebih mahalnya konstruksi rumah tahan gempa, lemahnya pengawasan IMB, dan sebagainya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Polri Bantah Terkait Kasus Simulator
Redaktur : Tim Redaksi