JAKARTA - Musim hujan yang masih berlangsung dan menimbulkan banjir di berbagai wilayah di DKI Jakarta dan sekitarnya, dikhawatirkan bakal segera disusul dengan merebaknya penyakit menular. Menteri Kesehatan (Menkes) Nafsiah Mboi mengaku khawatir dengan kemungkinan munculnya leptospirosis.
"Sampai tadi malam yang paling banyak batuk pilek, ISPA (infeksi saluran pernafasan atas, red) dan gatal-gatal. Ternyata diare juga tidak sebanyak biasanya. Yang kita khawatirkan leptospirosis, penyakit yang dibawa oleh tikus. Ternyata sampai tadi malam tidak ada," ujar Nafsiah di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (22/1).
Leptospirosis disebabkan bakteri patogen berupa spiral genus leptospira. Angka kematian akibat leptospirosis tergolong tinggi, yakni mencapai angka 40 persen.
Anak balita, orang usia lanjut, dan penderita yang mempunyai daya tahan tubuh rendah punya risiko kematian tinggi akibat penyakit ini. Pada usia di atas 50 tahun, risiko kematiannya bisa mencapai 56 persen. Pada penderita ikterus yang sudah mengalami kerusakan hati, risiko kematiannya lebih tinggi.
Penularan penyakit ini bisa melalui tikus, babi, sapi, kambing, kuda, anjing, serangga, burung, landak, kelelawar, dan tupai. Bakteri leptospira biasanya terbawa air seni tikus atau air seni hewan lain yang tercampur dalam genangan air hujan atau banjir. Penyakit ini dapat menyerang semua usia, mayoritas berusia 10-39 tahun, sehingga bisa jadi usia adalah sebuah faktor risiko.
Di Indonesia, penularan paling sering adalah melalui tikus. Air seni tikus terbawa banjir kemudian masuk ke tubuh manusia melalui permukaan kulit yang terluka, atau selaput lendir mata dan hidung. Bisa juga melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi urine tikus yang terinfeksi leptospira.
Cara menghindari atau mengurangi risiko terkena leptospirosis adalah dengan menghindari kontak dengan air yang tercemar maupun binatang di wilayah banjir. Warga disarankan memakai sepatu yang beralas keras, sarung tangan, baju dan kacamata pelindung, guna menghindari kemungkinan luka yang memicu risiko infeksi. Perhatikan pula kebersihan lingkungan dengan selalu menjaga kemungkinan kontaminasi.
Komplikasi tergantung dari perjalanan penyakit dan pengobatannya. Perkiraan kondisi penderita di masa depan tergantung dari ringan atau beratnya infeksi.
Menkes mengatakan bahwa untuk menjamin kesehatan para korban banjir, Kemenkes tetap menjalankan komunikasi dengan dinas kesehatan setempat. Ditegaskannya, persediaan obat-obatanmasih cukup bagi pengungsi.
"Obat-obatan sampai tadi malam dilaporkan masih cukup. Begitu juga hal-hal lain seperti kebutuhan untuk bayi, ibu hamil, ibu menyusui kami siap," kata Nafsiah.
Saat ini Kemenkes telah tiga tim. Satu tim untuk membantu evakuasi korban banjir. Tim kedua untuk mengawasi kesehatan dan kebersihan di tempat-tempat penampungan khususnya masyarakat kaum ibu, ibu hamil, balita, dan berkebutuhan khusus. Sedangkan tim ketiga dikirim untuk kesehatan jiwa.
"Kalau anggarannya ada di masing-masing. Anggaran utama ada di Menkokesra, di dinas kesehatan ada. Di kami persediaan obat, vaksin, dan makanan tambahan untuk bayi," pungkas Nafsiah.(flo/jpnn)
"Sampai tadi malam yang paling banyak batuk pilek, ISPA (infeksi saluran pernafasan atas, red) dan gatal-gatal. Ternyata diare juga tidak sebanyak biasanya. Yang kita khawatirkan leptospirosis, penyakit yang dibawa oleh tikus. Ternyata sampai tadi malam tidak ada," ujar Nafsiah di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (22/1).
Leptospirosis disebabkan bakteri patogen berupa spiral genus leptospira. Angka kematian akibat leptospirosis tergolong tinggi, yakni mencapai angka 40 persen.
Anak balita, orang usia lanjut, dan penderita yang mempunyai daya tahan tubuh rendah punya risiko kematian tinggi akibat penyakit ini. Pada usia di atas 50 tahun, risiko kematiannya bisa mencapai 56 persen. Pada penderita ikterus yang sudah mengalami kerusakan hati, risiko kematiannya lebih tinggi.
Penularan penyakit ini bisa melalui tikus, babi, sapi, kambing, kuda, anjing, serangga, burung, landak, kelelawar, dan tupai. Bakteri leptospira biasanya terbawa air seni tikus atau air seni hewan lain yang tercampur dalam genangan air hujan atau banjir. Penyakit ini dapat menyerang semua usia, mayoritas berusia 10-39 tahun, sehingga bisa jadi usia adalah sebuah faktor risiko.
Di Indonesia, penularan paling sering adalah melalui tikus. Air seni tikus terbawa banjir kemudian masuk ke tubuh manusia melalui permukaan kulit yang terluka, atau selaput lendir mata dan hidung. Bisa juga melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi urine tikus yang terinfeksi leptospira.
Cara menghindari atau mengurangi risiko terkena leptospirosis adalah dengan menghindari kontak dengan air yang tercemar maupun binatang di wilayah banjir. Warga disarankan memakai sepatu yang beralas keras, sarung tangan, baju dan kacamata pelindung, guna menghindari kemungkinan luka yang memicu risiko infeksi. Perhatikan pula kebersihan lingkungan dengan selalu menjaga kemungkinan kontaminasi.
Komplikasi tergantung dari perjalanan penyakit dan pengobatannya. Perkiraan kondisi penderita di masa depan tergantung dari ringan atau beratnya infeksi.
Menkes mengatakan bahwa untuk menjamin kesehatan para korban banjir, Kemenkes tetap menjalankan komunikasi dengan dinas kesehatan setempat. Ditegaskannya, persediaan obat-obatanmasih cukup bagi pengungsi.
"Obat-obatan sampai tadi malam dilaporkan masih cukup. Begitu juga hal-hal lain seperti kebutuhan untuk bayi, ibu hamil, ibu menyusui kami siap," kata Nafsiah.
Saat ini Kemenkes telah tiga tim. Satu tim untuk membantu evakuasi korban banjir. Tim kedua untuk mengawasi kesehatan dan kebersihan di tempat-tempat penampungan khususnya masyarakat kaum ibu, ibu hamil, balita, dan berkebutuhan khusus. Sedangkan tim ketiga dikirim untuk kesehatan jiwa.
"Kalau anggarannya ada di masing-masing. Anggaran utama ada di Menkokesra, di dinas kesehatan ada. Di kami persediaan obat, vaksin, dan makanan tambahan untuk bayi," pungkas Nafsiah.(flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dihujat, Dahlan Tak Dendam pada Effendi Simbolon
Redaktur : Tim Redaksi