jpnn.com - JAKARTA - Industri perbankan merespons positif pernyataan Gubernur Bank Sentral AS Janet Yellen untuk menaikkan suku bunga pascatapering. Sebagian pihak menilai pengumuman tersebut menjadi forward guidance atau arahan ke depan bagaimana otoritas di tanah air akan mengantisipasi arus keluar dana asing.
Ketua Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional Sigit Pramono mengakui bahwa hengkangnya dana asing tak hanya mengancam pasar modal, namun juga perbankan. Hal ini dikhawatirkan membawa pengaruh signifikan terhadap kondisi likuiditas. "Hot money di perbankan ada meski tak sebesar di pasar modal. Mereka (hot money) memang keluar masuk seenaknya," jelasnya.
BACA JUGA: Airport Tax Lima Bandara Naik 80 Persen
Konsolidasi data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan simpanan berbentuk valas di bank pada periode Januari 2014 sebesar Rp 620,76 triliun, lebih rendah dari Desember sebanyak Rp 638,81 triliun. Secara rinci, penurunan paling signifikan terjadi pada simpanan berjangka yang turun menjadi Rp 259,95 triliun pada Januari 2014, dari Rp 272,95 triliun pada Desember 2013.
Sementara secara keseluruhan, hingga periode Januari 2014, dana pihak ketiga (DPK) yang mampu dibukukan industri mencapai Rp 3.594,69 triliun. Posisinya turun dibandingkan akhir Desember 2013 yang tercatat Rp 3.663,96 triliun.
BACA JUGA: Nissan Recall Satu Juta Mobil Cacat Produksi
Ekonom Standard Chartered Fauzi Ichsan mengatakan, pernyataan Yellen yang akan menaikkan tingkat suku bunganya, diproyeksi ikut mengerek suku bunga acuan di tanah air. Kenaikan BI rate diprediksi terjadi pada kuartal kedua dan kuartal ketiga tahun ini. Peningkatan ini diharapkan dapat mempertahankan dana asing agar tak lekas hengkang.
Suku bunga AS pada 2015 diprediksi naik menjadi 1 persen, dan mencapai 2,5 persen pada 2016. Kenaikan bunga ini sudah diekpektasi oleh pasar obligasi. Yield alias imbal hasil surat utang AS acuan 10 tahun pada sepekan terakhir naik ke kisaran 2,7 persen dari sebelumnya 2,6 persen.
BACA JUGA: PLN Pastikan Tak Ada Pemadaman Saat Pemilu 2014
Di bagian lain, pertumbuhan industri di Sidoarjo dan Gresik yang semakin meningkat membuat PT Bank Negara Indonesia (BNI) gencar melakukan penetrasi pasar di area itu. Salah satunya dengan membuka sentra kredit menengah (SKM).
Chief Executive Officer BNI Kanwil Surabaya Dasuki Amsir mengatakan, pertumbuhan ekonomi Sidoarjo yang di atas rata-rata nasional menjadi peluang besar untuk BNI menambah debitor baru. Kini SKM BNI Kanwil Surabaya memiliki sekitar 200 debitor dari empat SKM, yakni SKM Surabaya, SKM Pemuda, SKM Gresik, dan SKM Sidoarjo.
"Kantor SKM Sidoarjo ini akan melayani debitor daerah Malang, Pasuruan, Mojokerto, dan Probolinggo. Kami berharap akan mendapatkan debitor baru dari sini," ujarnya saat grand opening outlet kantor Layanan BNI Hang Tuah Sidoarjo kemarin (27/3).
Pada 2013, dari empat SKM itu BNI mengucurkan Rp 4,7 triliun. Tahun ini persoroan menargetkan pertumbuhan 20 persen " 22 persen atau menjadi Rp 6,3 triliun. Angka itu akan dialokasikan untuk SKM Surabaya Rp 3,1 triliun, SKM Pemuda Rp 2,4 triliun, SKM Gresik Rp 327 miliar, dan SKM Sidoarjo Rp 385 miliar. SKM tersebut akan melayani debitor dengan pinjaman Rp 15 miliar sampai Rp 150 miliar.
Debitor SKM BNI Sidoarjo didominasi industri pengolahan, makanan dan minuman, hotel dan restoran, serta pertanian. Sektor itu menjadi penopang pertumbuhan ekonomi Sidoarjo yang mencapai 7,13 persen. (gal/ias/sof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dahlan Iskan Segera Tutupi Kekurangan Dividen
Redaktur : Tim Redaksi