JAKARTA - Ketua Umum Himpunan Bank-bank Milik Negara (Himbara), Gatot Murdiantoro Suwondo, meminta pemerintah dan DPR segera melakukan sinkronisasi terhadap aturan-aturan mengenai piutang dan hapus tagih bank BUMN. Permintan Himbara itu sebagai respon atas keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 77/PU-U-IX/2011 yang menyatakan bahwa piutang BUMN bukan piutang negara.
"Menurut anggota DPR ada lagi UU lain dan sekarang sedang dibuat RUU-nya," ujar Gatot di Gedung Nusantara I DPR, Senayan, Jakarta, Senin (8/4).
Sinkronisasi tersebut penting dilakukan untuk menjaga kepastian hukum dan aturan dalam menjalankan industri perbankan. "Makannya kita mohon agar sinkronisasi aturan itu bisa terjadi, ada yang bilang boleh ada juga tidak, akhirnya kita bingung," ungkap Gatot.
Gatot yang juga Dirut BNI itu menuturkan, pihaknya telah membuat mekanisme dan SOP penghapusan piutang. Namun karena muncul wacana tentang adanya aturan lain, yakni RUU Piutang Negara dan Piutang Daerah yang akan mengatur hal tersebut, maka pihak bank-bank BUMN akan bersikap menunggu.
"Kita dengar dan kasih masukan saja ke DPR, intinya yang penting singkron dan hasilnya dapat ikut mendorong pertumbuhan industri perbankan demi menciptakan kontribusi pertumbuhan ekonomi," pungkas Direktur Utama BNI ini.
Seperti diketahui, MK pada September tahun lalu mengeluarkan putusan uji materi atas UU Nomor 49 Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN). Inti dari putusan MK itu bahwa PUPN tidak lagi berwenang menagih piutang badan usaha milik negara (BUMN). MK berpendapat, BUMN memiliki kekayaan terpisah dari keuangan negara, sehingga kewenangan pengurusan kekayaan, usaha, termasuk penyelesaian utangpiutang BUMN, tunduk kepada UU Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Putusan MK itu diawali dengan permohonan uji materi UU PUPN yang diajukan oleh tujuh perusahaan penerima kredit BNI pada 1998. Namun seiring krisis moneter dan melonjaknya dolar AS, tujuh penerima kredit itu kesulitan mengembalikan utang dan terus ditagih oleh PUPN. Namun tujuh penerima kredit itu menganggap selisih kurs sudah tak wajar dan PUPN tak berhak mengejar piutang BNI.(chi/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Garuda Terbang ke Peringkat 11
Redaktur : Tim Redaksi