Bank Mutiara Dijual di Bawah Harga Bailout

Selasa, 16 September 2014 – 08:56 WIB
Bank Mutiara dijual di bawah harga bailout. Foto: IST

jpnn.com - JAKARTA - PT Bank Mutiara (Tbk) sangat mungkin bakal jatuh ke tangan J Trust Co Ltd, perusahaan investasi asal Jepang. Namun, eks Bank Century tersebut diprediksi hanya mampu terjual murah. Yakni, dengan harga di bawah nilai bailout atau dana talangan yang digelontorkan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang mencapai Rp 8,01 triliun.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengatakan, harga pembelian Bank Mutiara yang lebih rendah ketimbang harga yang ditawarkan LPS tidak masalah. Yang penting, menurut dia, semua proses dilakukan dengan baik dan benar. Sebab, tahun ini sudah menjadi batas waktu terakhir untuk Bank Mutiara dapat dijual dengan harga yang terbaik.
"Kalau harganya di bawah yang diharapkan, itu mungkin saja. Itu (penjualan di bawah harga penawaran) tidak membuat (proses penjualannya) jadi tidak sah," ungkapnya saat ditemui di gedung DPR kemarin (15/9).

BACA JUGA: BI Akan Atur Tarif Penarikan Uang ATM

Bahkan, Agus tidak menyayangkan apabila Bank Mutiara harus dimiliki penuh oleh investor asing. Menurut dia, investor asing memang dimungkinkan oleh aturan untuk menjadi pemegang saham mayoritas Bank Mutiara. Apalagi, pihaknya optimistis, keberadaan investor asing telah diperhitungkan LPS.

"Saya kok rasa akan positif kalau seandainya investor asing itu memang mempunyai reputasi yang baik. Karena itu, LPS harus tetap memeriksa investornya," ujar dia.

BACA JUGA: Apersi Kejar Target Bangun 25 Ribu Rumah Subsidi di Jatim

Secara umum, dia mendukung proses penjualan Bank Mutiara tersebut. Agus menuturkan, kini pihaknya tinggal menunggu LPS menyelesaikan proses penjualan dan menyampaikannya kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mendapatkan penegasan soal fit and proper test atau uji kelayakan dan kepatutan J Trust.

"Kalau sudah ada penegasan, struktur jual belinya dapat diterima regulasi yang berlaku. Kami sendiri menyambut baik dan menunggu hasil dari OJK," tuturnya.

BACA JUGA: Batasi Saham Asing di Perkebunan

Sebagaimana diwartakan, LPS telah melakukan penyelamatan Bank Century yang kini menjadi Bank Mutiara setelah Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menetapkan sebagai bank gagal berdampak sistemik pada 21 November 2008. Kala itu Bank Century di-bailout mencapai Rp 6,7 triliun. Lantas, pada 23 Desember 2013, atas permintaan BI, LPS kembali menyuntikkan penanaman modal sementara (PMS) sebesar Rp 1,25 triliun. Itu dipicu rasio permodalan bank yang tidak memenuhi ketentuan. Dengan demikian, total biaya penyelamatan LPS sebesar Rp 8,01 triliun.

Sementara itu, LPS mengonfirmasi bahwa J Trust Co Ltd ditetapkan sebagai calon investor pemenang dari proses penawaran terbuka penjualan saham Bank Mutiara. Sekretaris Lembaga LPS Samsu Adi Nugroho mengatakan, pihaknya memastikan, penawaran penjualan saham Bank Mutiara berlangsung terbuka dan kredibel.

Dia menambahkan, penetapan calon investor tersebut juga telah memperhatikan faktor-faktor harga penawaran yang baik dan di atas harga dasar penjualan. Menurut dia, persyaratan jual beli saham yang disyaratkan J Trust dinilai baik dan tidak memberatkan LPS. Termasuk dengan kepastian kejelasan rencana bisnis untuk pengembangan Bank Mutiara ke depan.  
"Tapi, J Trust harus mengikuti fit and proper test sebagai calon pemilik (saham) di OJK dahulu. Yang jelas, saat ini Bank Mutiara dapat fokus pada pengembangan bisnis di masa mendatang," ungkapnya kepada Jawa Pos (induk JPNN).

Ekonom Universitas Gadjah Mada Tony Prasetiantono pernah mengatakan, penawaran saham Bank Mutiara sebesar Rp 8,01 triliun memang menjadi faktor penghambat paling utama. Angka tersebut dinilai terlampau mahal lantaran nilai buku Bank Mutiara sebetulnya hanya mencapai Rp 1 triliun. Dia menjelaskan, harga jual bank yang saat ini dalam level bagus sekalipun adalah 3,3 kali lipat dari nilai buku (price to book).

"Sehingga kalau Bank Mutiara adalah bank yang bagus, maksimal harus dijual Rp 3,3 triliun," ungkap Tony kepada koran ini.

Sebagaimana diketahui, J Trust merupakan perusahaan holding investasi yang tercatat di Bursa Saham Tokyo (Tokyo Stock Exchange) dan membawahkan bisnis-bisnis di berbagai sektor. Beberapa segmen bisnis yang ditangani J Trust adalah perbankan, perusahaan pembiayaan, pinjaman konsumer, kartu kredit, dan penjamin kredit.

Pada bagian lain, Bursa Efek Indonesia (BEI) menunggu tuntasnya proses pengambilalihan saham PT Bank Mutiara Tbk (BCIC) untuk segera menentukan nasib saham yang dahulu bernama Bank Century itu. Masuknya investor asing menjadi calon pemilik bank tersebut disambut positif sebagai bukti kepercayaan internasional terhadap perekonomian Indonesia.

Direktur Utama BEI Ito Warsito mengatakan, saham BCIC sudah disuspensi alias dihentikan aktivitas perdagangannya sejak 21 November 2008. Munculnya kabar pasca Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengumumkan perusahaan investasi asal Jepang, J Trust Co Ltd, sebagai satu-satunya pihak yang layak mengikuti fit and proper test di OJK membuka harapan segera terbukanya kunci suspensi itu.

Syaratnya, kata Ito, pemilik baru BCIC harus segera menentukan sikap apakah bank tersebut akan tetap menjadi perusahaan tercatat atau justru sebaliknya, hengkang dari lantai bursa.

"Kalau mau tetap Tbk (tercatat di bursa), semua persyaratan berlaku. Seperti kita tahu, mulai Januari 2016 seluruh perusahaan tercatat harus memenuhi aturan free float (jumlah saham beredar)," ungkapnya setelah konferensi pers Investor Summit dan Capital Market Expo 2014 yang akan digelar pada 17-18 September di gedung BEI kemarin.

Ketentuan free float yang termuat dalam Peraturan BEI No IA tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham mewajibkan jumlah saham beredar emiten minimal 7,5 persen dan minimal 50 juta saham. Juga, dimiliki minimal 300 pihak di luar dari pihak pengendali dan pemilik perusahaan.

Dalam pengumuman resminya, tercatat bahwa pemegang saham BCIC per 1 September 2014 adalah LPS dengan kepemilikan penuh atau sebanyak 801.184.100.000.000 (99,9965 persen). Total saham tersebut akan dimiliki J Trust jika berhasil lulus uji di OJK. Dengan begitu, pemilik saham baru tersebut harus membagi kembali sebagian sahamnya ke publik (refloat).

Karena itu, kata Ito, pihaknya menunggu struktur baru dari pemegang saham BCIC sampai proses administrasinya tuntas.

"Tapi, BEI tidak akan memengaruhi keputusan pemegang saham baru. Itu hak penuh pemegang saham baru," tegasnya.(gal/gen/c10/kim)

BACA ARTIKEL LAINNYA... OJK Usul Perketat Asing di Asuransi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler