jpnn.com, JAKARTA - Bisnis properti diharapkan melesat pada kuartal kedua 2017, termasuk sisi penyaluran kredit.
Namun, peningkatan kredit macet perlu menjadi kekhawatiran tersendiri.
BACA JUGA: Pengusaha Properti Harapkan Berkah Idulfitri
Pertumbuhan penyaluran kredit properti tercatat cukup baik.
Pada kuartal pertama 2017, kredit pemilikan rumah (KPR) tumbuh 7,95 persen secara year on year (yoy).
BACA JUGA: MNC Land Fokus Garap Proyek Kerja Sama dengan Donald Trump
Sementara itu, pada posisi yang sama tahun lalu, KPR tumbuh 7,44 persen.
Dari sisi permintaan, terjadi peningkatan pada sektor tersebut.
BACA JUGA: Permintaan Perumahaan Melambat, Properti Tetap Seksi
Namun, hal itu tidak diimbangi dengan kualitas kredit. Sebab, rasio kredit macet atau non performing loan (NPL) kredit properti naik.
Pada kuartal pertama 2017, NPL kredit pemilikan properti tercatat 2,71 persen. Padahal, pada posisi yang sama tahun lalu, NPL kredit pemilikan properti masih 2,25 persen.
Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia (BI) Dwitya Poetra menyatakan, kemampuan bayar yang menurun tersebut disebabkan kondisi korporasi yang masih dalam proses perbaikan pada awal tahun.
Konsolidasi dan efisiensi banyak dilakukan perusahaan besar sehingga berdampak pada kesejahteraan dan daya beli karyawan.
”Perusahaan melakukan strategi efisiensi dengan mengurangi biaya dan utang sehingga mengurangi kondisi kemampuan karyawan untuk melakukan pembayaran utang-utangnya,” katanya.
Data BI menyebutkan, naiknya NPL kredit properti terjadi di semua tipe rumah.
NPL KPR tapak untuk tipe rumah sampai dengan 21 meter persegi pada kuartal pertama 2017 sebesar 2,77 persen.
Angka tersebut naik jika dibandingkan dengan posisi kuartal keempat 2016 sebesar 2,31 persen.
Namun, pada KPR susun tipe yang sama, NPL turun tipis dari 3,71 persen pada kuartal keempat 2016 menjadi 3,68 persen pada kuartal pertama 2017.
Sementara itu, NPL KPR tapak tipe 22–70 meter persegi naik dari 2,31 persen pada kuartal keempat 2016 menjadi 2,58 persen pada kuartal pertama tahun ini.
Untuk KPR susun tipe serupa, NPL pada kuartal keempat 2016 tercatat 2,39 perssen. Lalu, pada kuartal pertama tahun ini naik menjadi 2,56 persen.
Untuk rumah tipe besar, yakni tipe 70 meter persegi ke atas, NPL KPR tapak naik dari 2,7 persen pada kuartal keempat 1016 menjadi 3,1 persen pada kuartal pertama 2017.
Pada KPR susun tipe yang sama, NPL juga naik dari 1,81 persen pada kuartal keempat 2016 menjadi 1,89 persen pada kuartal pertama tahun ini. Terlihat jelas bahwa kredit macet KPR rumah tipe besar justru lebih banyak.
BI telah menerapkan kebijakan pelonggaran rasio nilai pinjaman dari aset atau loan to value (LTV).
Masyarakat saat ini bisa membeli rumah dengan uang muka rata-rata 15 persen. Dampaknya, pertumbuhan permintaan KPR memang naik.
Namun, kondisi korporasi yang masih konsolidasi membuat kemampuan mencicil utang KPR, terutama karyawan, menjadi seret.
Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) Maryono menyebutkan, kredit macet pada KPR nonsubsidi lebih tinggi dibanding kredit macet rumah subsidi.
”Kalau KPR subsidi di bawah satu persen (NPL-nya, Red). Kalau total KPR, 3–4 persen. Yang nonsubsidi itu yang agak tinggi,” ujarnya. (rin/c21/sof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Harga Komoditas Membaik, Permintaan Apartemen Premium Naik
Redaktur & Reporter : Ragil