Bantu Neneng Kabur, Dua Warga Malaysia Terancam 12 Tahun Penjara

Kamis, 01 November 2012 – 12:49 WIB
JAKARTA - Dua warga negara Malaysia yang ditangkap bersama Neneng yakni Azmi Bin Muhammad Yusof dan Hasan Bin Kushi terancam 12 tahun penjara dan denda Rp600 juta. Menurut Jaksa Penuntut Umum (JPU), keduanya menghalang-halangi penyidik KPK dalam penyidikan dan menangkap Neneng yang terkait kasus korupsi PLTS di Kemenakertrans. Dalam hal ini mereka membuat keberadaan Neneng, yang saat itu berstatus buronan Interpol, menjadi sulit untuk dilacak.

"Perbuatan Terdakwa diatur dan diancam pidana Pasal 21 Undang-Undang No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP," papar Jaksa KPK, Ahmad Burhanuddin, saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (1/11).

Dalam uraiannya, Jaksa menilai Hasan dan Azmi tidak melaporkan keberadaan Neneng di Malaysia ke Polisi Diraja Malaysia maupun Keimigrasian Malaysia, meskipun tahu statusnya sebagai buron interpol. Kedua terdakwa itu juga diketahui melakukan pertemuan dengan istri mantan Bendahara Umum (Bendum) Partai Demokrat M Nazaruddin itu di Malaysia lebih dari satu kali.

Menurut Jaksa, Hasan pada awal Juni 2012 melakukan pertemuan dengan Neneng di sebuah kedai Malaysia. Di situ, Neneng meminta tolong agar dibantu masuk ke  wilayah Indonesia tanpa diketahui aparat penegak hukum di Indonesia. Permintaan Neneng tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh Hasan. Ia mengajak Azmi melakukan pertemuan dengan seseorang bernama Toyibin Abdul Azis. Hasan dan Azmi menyampaikan pada Toyibin mengenai permintaan Neneng untuk masuk ke Indonesia dengan jalur tidak resmi. Sementara Chalimah atau Chamila, pembantu Neneng akan dibantu dibawa ke Indonesia dengan jalur resmi. Toyibin menyanggupi permintaan tersebut.

"Pada 12 Juni 2012, Hasan, Azmi, Neneng, Chamila dan Toyibin berangkat menuju Pelabuhan Setulang Laut Johor Malaysia menuju Sengkuang Batam. Hasan, Azmi dan Chalimah menaiki Ferry menuju lokasi tersebut, sementara Neneng dan Toyibbin menggunakan speedboat," papar Jaksa.

Pukul 18.00 WIB, Hasan, Azmi dan Chamila tiba di Pelabuhan Batam Center.  Hasan kemudian menuju Hotel Batam Center dan memesan dua kamar atas nama dirinya dan Azmi. Sekitar pukul 23.00 WIB, kata Jaksa, Hasan dan Azmi menjemput Neneng di Sengkuang Batam untuk selanjutnya diinapkan di Hotel Batam Center. Mereka berencana kembali ke Jakarta keesokan harinya.

Rombongan Neneng cs ini kemudian berangkat menuju Jakarta dengan menggunakan pesawat Citilink.

"Khusus untuk Neneng, terdakwa Hasan membuatkannya tiket dengan identitas palsu. Namanya diganti menjadi nama Nadia," kata Jaksa.

13 Juni 2012, pukul 13.00 WIB, mereka tiba di Jakarta. Neneng dan Chalimah lalu menumpang sebuah taksi menuju rumahnya di Pejaten Barat No.7 Jakarta Selatan. Sementara Hasan dan Azmi menuju Hotel Lumire, di kawasan Senen, Jakarta Pusat.

Dalam perjalanan, Hasan menghubungi dan mengingatkan Neneng agar tidak tinggal di rumahnya. Namun, peringatan itu terlambat dilakukan.

"Pada pukul 14.00 WIB, Neneng ditangkap oleh penyidik KPK di rumahnya. Hasan dan Azmi kemudian ikut juga ditangkap di Hotel Lumire, Senen," kata jaksa.

Setelah dibacakan dakwaan ini, kedua terdakwa mengaku tidak mengerti karena dakwaan dibacakan dalam bahasa Indonesia. Jaksa lalu menjelaskan poin-poin dakwaan, dan diterjemahkan oleh seorang penerjemah yang disiapkan.

Keduanya juga akan melayangkan eksepsi (nota keberatan) atas dakwaan tersebut. Oleh karena itu, hakim memutuskan jadwal pembacaan nota keberatan dua terdakwa akan dilakukan pada Kamis 8 November pekan depan.

"Jaksa nanti setelah ini menghadirkan penerjemah untuk kedua terdakwa ini, penerjemah yang bersertifikat, sehingga sidang dapat berjalan lancar," ujar Ketua Majelis Hakim, Pangeran Napitupulu.(flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hakim dan Pensihat Hukum Berdebat Soal Penerjemah

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler