Namun, saat sidang akan dimulai, terdapat kendala karena kedua terdakwa tersebut tidak mengerti bahasa Indonesia. Hal itu mereka akui pada hakim.
"Bahasa Indonesia tidak paham, tapi kok bisa dijawab pertanyaan saya. Harus tahu bahasa Indonesia, karena kita satu rumpun, bisa dipelajari," ujar Pangeran dalam sidang.
Namun, hakim mengatakan tidak menjadi masalah, karena dalam sidang telah disiapkan penerjemah untuk kedua warga Malaysia tersebut.
Saat penerjemah itu akan disumpah, kembali terjadi masalah. Penasehat hukum Azmi dan Hasan meragukan legalitas penerjemah yang disiapkan pengadilan.
"Penerjemah harusnya berdasarkan izin Gubernur. Tidak bisa hanya sumpah saja. Karena terdakwa juga selama ini tidak mengerti dakwaannya dalam bahasa Indonesia," kata Rufinus Hotmaulana, salah satu penasehat hukum.
"Saya baru dengar peraturan harus dengan izin gubernur untuk penerjemah. Yang penting bisa menerjemahkan, dan disumpah," jawab hakim.
Hakim lalu menanyakan pada penerjemah mengenai pengalamannya. Sang penerjemah mengaku sudah sering mendampingi untuk menerjemahkan beberapa kasus hukum. Meski ini pertama kalinya ia menjadi penerjemah dalam sidang. Namun, pengakuan penerjemah ini juga dapat menyakinkan para penasehat hukum. Mereka mempertanyakan pendidikan dari si penerjemah. Apakah ia adalah lulusan sekolah hukum atau tidak.
"Tadi kau permasalahkan izin, sekarang tanya sekolah hukum atau tidak. Kan tadi sudah dijelaskan. Kami dari majelis tahu dalam KUHAP, penerjemah sudah disumpah di pengadilan, tidak permasalahkan izin atau tidak. Yang penting bisa terjemahkan dari bahasa Indonesia ke asing dan sebaliknya," tegas Hakim. Tampaknya hakim gerah, karena menganggap sidang tersebut dipersulit oleh penasehat hukum terdakwa.
Setelah berdebat kurang lebih 20 menit, akhirnya penasehat mengikuti keputusan hakim untuk tetap memakai penerjemah tersebut.
"Nanti kalau di tengah dia (dua terdakwa) tidak mengerti sama sekali ya bisa kita hentikan. Saya mengerti apa yang diinginkan penasehat hukum. Saya kira kita tidak usah berpolitik. Kalau penerjemah alami hal yang tidak sesuai harapan, supaya JPU sediakan penerjemah lain, yang punya sertifikat," pungkas Hakim.
Seperti diketahui, KPK menangkap dua pria warga Malaysia itu Rabu (13/6/2012). Keduanya diduga sebagai pembantu tersangka KPK, Neneng Sri Wahyuni selama pelariannya. Keduanya sudah ditetapkan sebagai tersangka dengan dugaan menghalang-halangi penyidikan KPK. Selama di Malaysia, Neneng ditemani dua orang tersebut. Namun, Neneng membantah mengenal dua orang tersebut.(flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Neneng Jalani Sidang Perdana Hari Ini
Redaktur : Tim Redaksi