Banyak Acara tak Bermutu, Berapa Jam Kita Temani Anak Nonton Televisi?

Minggu, 29 November 2015 – 05:14 WIB
KPI. Foto: Ist

jpnn.com - JAKARTA - Paramita kaget bukan main ketika sepulang kerja mendengar celoteh anak sulungnya. Buah hatinya yang masih berusia enam tahun itu menceritakan jalannya sinetron percintaan yang diputar salah satu televisi swasta.

“Mama-Mama, itu tadi si Boy pacaran. Pacaran itu apa sih, Ma?’’ tanya si anak dengan polos. Ketika diselidiki Paramita, anaknya itu ternyata baru saja melihat sinetron yang ditonton asisten rumah tangga (ART)-nya.

BACA JUGA: Kupang Jadi Pusat Perayaan Natal Nasional, Menteri Lembong Sidak

Pertanyaan si buah hati tersebut menyayat hati Paramita. Sebab, dia memang tak bisa menemani sang buah hati sehari penuh di rumah. Kesibukan di kantor membuat dia kerap memercayakan anak kepada ART.

“Sebenarnya sudah saya siapkan video-video edukasi dan bermain untuk anak-anak. Tapi, kadang yang namanya asisten kan butuh hiburan juga,’’ keluh Paramita. Yang dia sayangkan, tayangan-tayangan yang seharusnya khusus dewasa itu dibiarkan di jam-jam saat anak masih beraktivitas.

BACA JUGA: Tangkal Kelompok Radikal, Aswaja Siapkan Braja

Yang dirasakan Paramita mungkin juga sebuah kerisauan para orang tua kebanyakan. Terutama mereka yang tak memiliki waktu untuk mendampingi buah hatinya. Atau, tak punya banyak pilihan untuk menghindar dari layar kaca.

Berapa jam dalam sehari anak Anda menonton TV? Tayangan apa yang ditontonnya? Seperti apa jalan ceritanya dan siapa saja tokoh-tokohnya? Mungkin tidak semua orang tua bisa menjawabnya secara pasti.

BACA JUGA: Tak Akan Diusir, Indonesia Tetap Bantu Pencari Suaka

Roro Hanggono merasakan hal yang sama. Menurut dia, saat ini orang tua punya tantangan besar untuk memilihkan tayangan di layar kaca yang bisa dikategorikan ramah anak. Bahkan, konten dengan label ”tayangan anak” pun sering tidak sesuai dengan usia anak-anak.

Tak jarang, kemasannya saja yang dibungkus dalam film kartun anak. Namun, ketika dicermati, kartun itu memuat dialog dan adegan yang mengandung kekerasan atau ucapan tak sopan, penokohan ekstrem, atau baju serbamini dan terbuka yang dipakai si tokoh dalam film kartun.

Langkah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang memberikan teguran dan evaluasi terhadap beberapa tayangan kartun di televisi mendapat apresiasi dari orang tua. Namun, itu baru langkah kecil. ”KPI hanya salah satu alat bantu. Kendali utama tetap pada orang tua,” ucap Roro.

Ibunda dua putra, Rayan, 7, dan Raufan, 2, yang merupakan istri aktor Rizky Hanggono itu berusaha melindungi anak dari stimulus-stimulus negatif di sekitar. Termasuk, yang sulit dihindari adalah media televisi dan gadget.

Sebagai orang tua, Roro menyadari, dirinya tidak bisa menuntut KPI dan pemerintah. Peran pengawasan dan evaluasi memang ada pada dua pihak tersebut. Dia berharap evaluasi itu dilakukan secara menyeluruh, tidak parsial dan tidak tebang pilih. Namun, di sisi lain, industri hiburan juga punya kepentingan. ”Kita pun tidak bisa mengontrol industri,” tutur Roro. Maka, kendali utama ada pada orang tua.

Orang tualah yang memiliki tanggung jawab untuk memantau setiap aktivitas sang buah hati. Perempuan yang memiliki bisnis Adhyakti Wedding Planner itu melakukan pengawasan tidak dengan sekadar membatasi jam nonton, melainkan juga dengan mendampingi anak-anak saat menonton TV. Sambil mengajak berdiskusi. (nor/jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sejarah! Jatim Tuan Rumah HUT KORPRI


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler