jpnn.com, JAKARTA - Banyak honorer K2 tidak bisa mendaftar PPPK tenaga teknis 2022. Mereka lagi-lagi hanya bisa gigit jari.
Koordinator wilayah (Korwil) Perkumpulan Honorer K2 Indonesia (PHK2I) Kalimantan Tengah Tri Julianto mengungkapkan kebanyakan daerah tidak membuka seleksi PPPK tenaga teknis. Kalaupun dibuka terbatas formasinya untuk jabatan fungsional. Alasannya klasik anggaran daerah tidak mampu.
BACA JUGA: 15.249 Honorer Pemprov Sulsel Menjalani Tes Narkoba
"Jika tidak ada tekanan dari pemerintah pusat, daerah akan banyak alasannya, sehingga korbannya honorer tenaga teknis administrasi," terang Tri kepada JPNN.com, Kamis (22/12).
Tri mengaku menerima laporan dari kawan-kawannya yang isinya sama. Mereka tidak bisa mendaftar, karena formasinya tidak ada. Selain itu, syarat pendidikannya pun cukup sulit, minimal harus diploma tiga (D3) atau sarjana (S1).
BACA JUGA: PPPK Tenaga Teknis 2022: Honorer K2 Diadu dengan Umum, MenPAN-RB Beri Pesan Ini
Sementara, pendidikan honorer tenaga teknis K2 mayoritas lulusan SMA, bahkan banyak yang SD dan SMP.
"Lulusan S1 tidak terlalu banyak, itu pun tidak semua bisa mendaftar PPPK karena terganjal formasi dan persyaratan sertifikat keahlian. Sarjana saja tidak bisa mendaftar, apalagi SMA," terangnya.
Dia menegaskan jadwal seleksi PPPK tenaga teknis 2022 yang sudah dimulai 21 Desember itu bikin kecewa honorer K2.
Namun, hebatnya pemerintah meredam kekecewaan jadwal itu dengan digaungkannya lagi revisi UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), padahal PHP alias pemberi harapan palsu.
Dia ingat isu pengangkatan PNS dari honorer K2 lewat revisi UU ASN sudah periode ketiga digaungkan. Modusnya sama menjanjikan status PNS untuk mendapatkan suara honorer.
"Karena banyak yang enggak bisa mendaftar PPPK, honorer K2 tenaga teknis akhirnya termakan isu revisi UU ASN. Jadi, mereka harapannya ke situ," ujar Tri Julianto.
Dia berharap pemerintah memberikan kebijakan khusus bagi honorer K2 tenaga teknis administrasi. Tidak adil bila pemerintah hanya memberikan afirmasi bagi guru, tenaga kesehatan, dan penyuluh. (esy/jpnn)
Redaktur : Elvi Robiatul
Reporter : Mesyia Muhammad