Banyak Isu Krusial di RUU Pemilu, tapi Waktu Mepet

Minggu, 06 November 2016 – 19:27 WIB
Gedung DPR. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA – Tidak lama lagi pemerintah bersama DPR akan mulai membahas Rancangan Undang-undang Penyelenggaraan Pemilu (RUU Pemilu).

Waktu pembahasan sangat singkat, sementara ada seabrek isu krusial dalam RUU yang jika sudah disahkan nantinya akan menjadi payung hukum pemilu 2019.

BACA JUGA: Pak Kiai Ajak Santri Jaga Kedamaian Pilkada DKI

"Banyak hal yang harus diperhatikan dan diperbaiki ketika pemerintah dan DPR dalam membahas RUU Pemilu, " kata Direktur Utama Perkumpulan Untuk Pemilu yang Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini dalam sebuah diskusi di Jakarta, Minggu (6/11).

Pembicara lainnya Yuda Irlang dari Ansipol dan peneliti Perludem, Fadli Ramadhanil.

BACA JUGA: Petahana Paling Kaya, Ahmad Dhani Nomor Dua...Tajir Banget!

Menurut dia, ada beberapa yang harus diperhatikan dari beberapa variabel sistem pemilu. Antara lain soal besaran daerah pemilihan, tata ulang alokasi kursi, formula perhitungan suara, hingga ambang batas parlemen.

Dan tak kalah penting desain penegakan hukum Pemilu dari RUU tersebut.

BACA JUGA: Di Depan Jamaah Ustaz Solmed, Bang Sandi Berjanji...

Untuk pembentukan dan penetapan daerah pemilihan sebagaimana tercantum dalam pasal 137 ayar 4 huruf e RUU Pemilu, Titi mengatakan, seharusnya ditentukan jauh hari sebelum tahapan verifikasi parpol peserta Pemilu serta disesuaikan dengan jadwal sensus penduduk.

"Dengan demikian tercapai tujuan dari proposionalitas alokasi kursi, " jelasnya.

Kemudian dari besaran dapil itu terdapat perbedaan alokasi kursi antara DPR dan DPRD. Untuk di DPR terbagi dalam 3-10 kursi per dapil.

Sementara DPRD DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota sebanyak 3-12 kursi per dapil.

Perbedaan ini menurut Titi, berdampak terhadap terbukanya ruang sistem multipartai ekstrim dan terciptanya divided goverment secara vertikal antara pusat dengan daerah.

Titi menyebutkan, setidaknya ada tiga hal utama dalam pembentukan dapil seperti memikirkan kesetaraan penduduk tanpa melihat jenis kelamin, ideologi, agama, etnis, asal daerah, pekerjaan dan kelas ekonomi.

Penentuan dapil kata dia lagi, juga perlu memperhatikan integritas wilayah.

Artinya dapil haruslah satu kesatuan wilayah geografis agar penduduk di dalamnya tidak terpecah.

Terakhir, kata Titi adalah kohesivitas penduduk atau penentuan dapil yang tidak semata melihat letak geografis semata tetapi juga unsur sosial budaya penduduk.(wid/sam/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Novanto: Ahok Terbukti Sejahterakan Masyakarat Pulau Seribu


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler