JAKARTA - Banyak cara yang dilakukan terdakwa untuk lolos dari jerat hukum, tapi apa yang dilakukan Afriyani dan tim pengacaranya kemarin tergolong aneh. Mereka menyalahkan trotoar di depan halte Tugu Tani, tempat Xenia maut yang dikemudikannya menabrak sembilan orang hingga tewas.
Tentu saja, alasan tersebut membuat keluarga korban yang seluruhnya hadir menjadi sakit hati. Saat penasihat hukum membacakan pembelaannya di ruang Prof. R. Subekti PN Jakarta Pusat berulang kali keluarga korban mengelus dada. Ada juga yang mengepalkan tangannya dengan kuat pertanda menahan amarah.
Dalam eksepsi yang dibacakan oleh Syafrudin Makmur tersebut diawali dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak lengkap. Alasannya, kejadian yang menimpa Afriyani berkaitan dengan banyak hal. "Yakni, pihak-pihak yang mempunyai otoritas atau kewenangan terhadap jalan, trotoar dan sebagainya," ujarnya.
Dilanjutkan dengan penjelasan bahwa dakwaan pasal 311 ayat 4, 5 atau pasal 310 ayat 3 UU no 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan umum juga tidak bisa berdiri sendiri. Versi mereka, pasal tersebut terkait dengan pasal lain yakni pasal 25 dan 45 UU yang sama.
Di dua pasal tersebut menyebutkan tentang kelengkapan jalan di lalu lintas umum. Mulai tersedianya rambu lalu lintas, alat pengendali dan pengaman pengguna jalan, alat pengawasan dan pengamanan jalan, hingga fasilitas pendukung yakni trotoar. "Apakah trotoar di tempat kejadian sesuai undang-undang?" tanya dia.
Syafruddin lantas mempertanyakan banyak hal tentang trotoar. Mulai dari keberadaannya yang belum bisa memberikan keselamatan, berapa ketinggian trotoar dari badan jalan, hingga kekuatan pantulan dinding. Tentu saja, kalau semua itu dibangun sesuai aturan tidak akan menyebabkan korban tewas begitu banyak.
Bahkan, kepada Jawa Pos usai sidang, Syafrudin menyebut trotoar ideal tidak akan membuat mobil bisa menerobos trotoar. Menurutnya, mobil akan terhenti begitu bagian depan mobil sudah bersentuhan dengan trotoar. "Kendaraan akan mantul, tidak akan naik. Itu penyebab korban jadi banyak," jelasnya.
Oleh sebab itu, dia berharap agar penanggung jawab ikut diseret ke pengadilan. Pernyataan tersebut terkesan asal karena saat ditanya bagaimana konstruksi ideal trotoar, Syafrudin mengaku tidak tahu. Yang pasti, dia berencana untuk mendatangkan otoritas penanggung jawab jalan dan trotoar sebagai saksi kliennya.
Berarti bisa meringankan Afriyani? dikatakannya itu bisa saja terjadi karena kejadian yang menimpa kliennya tidak berdiri sendiri. Disamping mempermasalahkan trotoar, penasihat hukum juga bersikukuh tidak tepatnya dakwaan pasal pembunuhan. Dia kembali menegaskan kalau kejadian 22 Januari lalu itu murni kecelakaan.
Eksepsi tersebut langsung ditanggapi oleh Sutatyo, ayah dari korban Moch. Hudzaifah alias Ujay. Dia mengatakan apa yang disampaikan oleh Afriyani bersama penasihat hukumnya tidak masuk akal. Sebab, di trotoar dalam kota mana pun, mobil bakal tetap naik kalau dipacu dengan kencang. "Mereka selalu menyakitkan kami, seperti sebelumnya saat membodohi kami," katanya.
Keluhan itu terkait dengan pertemuan antara keluarga Afriyani dengan korban di suatu restoran di kawasan Priok Jakarta Utara. Alih-alih meminta maaf, keluarga Afriyani malah menyodorkan surat berisi kesanggupan keluarga korban untuk tidak menggugat perdata dan pidana.
Sementara itu, Ronny Talapessy, pengacara keluarga korban membenarkan pernyataan Sutatyo. Aneh kalau trotoar disebut sebagai salah satu penyebab utama jatuhnya banyak korban jiwa.
Meski menjadi hak Afriyani untuk menyampaikan eksepsi, pernyataan mereka dinilai tidak berperikemanusiaan. "Perbuatannya sudah terbukti, kenapa harus dipertanyakan lagi," katanya. (dim)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kejaksaan Harus Cermat Tangani Bioremediasi Chevron
Redaktur : Tim Redaksi