jpnn.com - Berdasarkan penampilan, Tashio Takata (69) jauh dari citra negatif. Apalagi, pelaku kriminal atau residivis. Faktanya, Takata adalah penjahat. Karirnya di dunia hitam baru dia rintis ketika usianya senja. Bukan kejahatan berat memang. Hanya tindak pidana ringan, sekadar bisa masuk penjara dan mendapatkan makan gratis di sana.
"Saya kehabisan uang. Tiba-tiba ide itu muncul. Saya bisa tinggal dan makan gratis di penjara," ujar lelaki tua itu seperti dikutip BBC Kamis (31/1).
BACA JUGA: 30 Ribu Lansia Jepang Meninggal dalam Kesendirian
Takata sebatang kara. Orang tuanya telah lama meninggal dunia. Dia hilang kontak dengan dua kakak lelakinya. Dia juga tidak lagi berkomunikasi dengan dua mantan istri dan tiga anaknya. Tidak ada yang menyokong hidupnya.
Debutnya sebagai penjahat bermula dari sepeda angin. Saat itu Takata berusia 62 tahun. Dia nekat mencuri sepeda angin dan mengendarainya ke kantor polisi. Kepada para petugas, dia mengaku baru saja mencuri sepeda tersebut.
BACA JUGA: Pria Australia Nyaris Masuk Penjara karena Ancam Laba-Laba
Begitulah dia akhirnya diadili dan dijebloskan ke dalam penjara. Di Jepang kejahatan sekecil apa pun akan diproses dengan serius. Mencuri roti saja bisa berujung dua tahun penjara. Takata akhirnya harus mendekam setahun di penjara karena pencurian itu.
Rupanya kehidupan "gratis" di penjara membuat Takata ketagihan. Dia merasa hidup di penjara lebih menyenangkan ketimbang sendirian dan serba kekurangan. Tidak lama setelah keluar dari penjara, Takata pun kembali berulah.
BACA JUGA: KLJ Jadi Jurus Gubernur Anies Sejahterakan Lansia Jakarta
Kali ini dia membawa pisau dan mengancam orang-orang di taman. Takata tentu saja tak berniat sama sekali melukai orang lain. Dia hanya berharap ada yang memanggil polisi dan dia bisa kembali ditangkap.
Harapannya terkabul. Dia lagi-lagi dipenjara. Selama delapan tahun terakhir hidupnya, separonya dihabiskan di balik jeruji besi.
"Tidak berarti saya suka, tapi saya bisa tinggal di sana gratis. Dan ketika keluar, saya punya uang simpanan. Jadi, itu tak terlalu menyakitkan," terang pria yang gemar melukis itu.
Uang pensiunnya memang masih dibayar meski dia dipenjara. Nah, uang pensiun yang tak terpakai selama setahun itulah yang bisa dia pakai menambal sulam kebutuhan hidupnya saat bebas. Ketika uangnya habis, dia akan berbuat kriminal lagi untuk masuk penjara.
Namun, kini Takata tidak lagi mendekam di penjara. Dia tinggal di pusat rehabilitasi di Kota Hiroshima.
Michael Newman, peneliti demografi, dan Custom Products Research Group pernah meneliti hubungan angka kriminalitas lansia dan uang pensiun. Dalam riset pada 2016 itu diketahui bahwa uang pensiun di Jepang tidak cukup untuk membiayai kehidupan lansia.
Biaya sewa tempat tinggal, makan, dan perawatan kesehatan justru membuat para pensiunan terjerat utang. Itu belum termasuk biaya untuk membeli baju dan pemanas ruangan saat musim dingin tiba.
"Para pensiunan itu tidak ingin menjadi beban untuk anak-anaknya. Maka, jika mereka tidak bisa bertahan dengan uang pensiun, pilihannya hanyalah masuk penjara," ungkap Newman. Rata-rata para lansia itu tinggal jauh dari anak-anak mereka yang mengejar karir di perkotaan.
Keiko (bukan nama sebenarnya) pun punya pemikiran yang sama dengan Takata. Perempuan 70 tahun itu mengaku tak akur dengan suaminya. Dia juga tidak punya uang. Karena itu, dia lantas mengutil di toko agar masuk penjara. Dia mengulangi lagi perbuatannya setiap kali bebas.
"Bahkan, perempuan 80-an tahun yang tidak bisa berjalan normal pun berbuat kejahatan. Itu karena kami tidak bisa mendapatkan makanan dan uang," ujar Keiko kepada BBC. Di penjara mereka bisa makan tiga kali sehari tanpa memikirkan bagaimana membayarnya.
Selama kurun waktu 20 tahun terakhir, kejahatan yang dilakukan lansia di Jepang terus merangkak naik. Pada 1997-an, 1 di antara 20 pelaku kejahatan adalah lansia. (sha/c10/hep)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Fahri Hamzah Wacanakan Pelaku Kriminal Tidak Dipenjara
Redaktur & Reporter : Adil