Banyak Mahasiswa Akhir tak Mampu Bayar UKT, Prof Asep: Bantu dengan CSR BUMN dan Swasta

Minggu, 10 Mei 2020 – 15:21 WIB
Guru Besar IPB Prof Asep Saefuddin. Foto: Istimewa

jpnn.com, JAKARTA - Pandemi COVID-19 membuat banyak mahasiswa kesulitan bayar uang kuliah tunggal (UKT).

Begitu juga bagi mahasiswa semester 8 yang terpaksa telat bayar karena riset untuk menulis skripsi tidak bisa berjalan penuh selama wabah Covid-19.

BACA JUGA: Mahasiswa Indonesia Penerima Beasiswa Australia Dituduh Lecehkan 30 Perempuan

Hal ini, menurut Guru Besar Statistik di Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Asep Saefuddin, sebenarnya tidak perlu terjadi. Soal tugas akhir S1 itu sebenarnya tidak harus melulu berbasis lapangan atau laboratorium fisik saja.

"Untuk skripsi S1 bisa dilakukan dengan simuluasi komputer, survey berbasis daring (memanfaatkan fasilitas google) atau telaah pustaka yang mendalam. Sehingga mahasiswa S1 tersebut tetap bisa menuangkan ide riset, pengalaman riset, dan penulisan karya ilmiah. Itu sudah cukup," kata Prof Asep dalam pesan elektroniknya kepada JPNN.com, Minggu (10/5).

BACA JUGA: Mahasiswa PTN Bisa Dapat Potongan UKT, Begini Prosedurnya

Untuk mahasiswa S1, lanjut Asep, tidak usah terlalu berat seakan sedang riset S3. Jadi tidak perlu harus ke lapangan yang saat ini memang tidak memungkinkan.

Namun, bila karena sesuatu dan hal lain mahasiswa harus tetap studi lapang atau laboratorium.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Rakyat Sedang Bingung, Ruhut di Antara Sri Mulyani vs Anies Baswedan

"Tidak perlu dia bayar biaya pendidikan seperti UKT atau biaya SKS di semester berikutnya. Karena kejadian ini di luar kehendak mahasiswa," kata Asep yang juga rektor Universitas Al Azhar Indonesia (UAI).

Meski begitu lanjutnya, pimpinan universitas harus punya track record mahasiswa itu. Bila memang mahasiswanya yang kurang gesit atau malas, maka sebagai pelajaran yang baik untuk masa depannya diwajibkan membayar UKT atau biaya SKS.

"Bagaimanapun segala sesuatu itu ada risiko, mahasiswa harus bisa belajar dari kejadian ini supaya masa depannya lebih baik," ujarnya.

Asep menyarankan, kebijakan ini sebaiknya dilakukan di PTN (perguruan tinggi negeri) dan PTS (perguruan tinggi swasta). Kalau PTN biaya pengganti itu bisa diperoleh dari APBN. Terus dari mana dana PTS bila tidak ada pemasukan dari mahasiswa itu? Ingat kata Asep, mahasiswa bukan hanya di semester 8. Masih ada mahasiswa semester 7 ke bawah.

"Selain itu, kini saatnya CSR BUMN, perbankan, perusahaan besar swasta, dan Badan Zakat Nasional membantu sektor pendidikan agar tidak ada mahasiswa yang telantar," pungkasnya. (esy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler