Menurut sebuah studi baru, para bintang pop membayar harga ketenaran mereka dengan kematian yang terjadi 25 tahun lebih awal.
Kematian Jim Morrison, Janice Joplin, Jimi Hendricks, dan Amy Winehouse di usia 27 tahun, hampir mengamini mitos “Klub 27”, namun studi yang dilakukan Universitas Sydney menunjukkan bahwa kematian dini sangat banyak terjadi di industri musik.
BACA JUGA: Australia Gelar Pertemuan Nasional Bahas Alkohol
Profesor psikologi dan musik, Dianna Kenny, meneliti kematian lebih dari 13.000 musisi, sebagian besar di antaranya adalah laki-laki, dari seluruh genre populer antara tahun 1950an hingga Juni 2014.
BACA JUGA: Walau Pendapatan Naik, Twitter Tetap Alami Kerugian
Umur berapa mereka meninggal dan proporsi kematian karena bunuh diri, pembunuhan, cedera atau kecelakaan tak disengaja, dibandingkan dengan rata-rata populasi yang diidentifikasi melalui jenis kelamin dan dekade di Amerika Serikat.
Para peneliti menemukan hasil yang mengganggu.
BACA JUGA: Label Makanan di Australia Diminta Untuk Lebih Jelas
Sepanjang studi yang mengamati 7 dekade ini, masa hidup musisi populer ternyata 25 tahun lebih singkat dibanding populasi umum.
Angka bunuh diri ternyata 2 hingga 7 kali lebih besar dan angka pembunuhan 8 kali lebih besar.
Kematian karena kecelakaan terjadi 5 hingga 10 kali lebih besar pada musisi.
Dr. Dianna mengatakan, ada situasi di mana orang-orang yang sengsara atau rusak tertarik ke dalam sebuah industri yang sarat resiko, pemberontakan dan tekanan psikologis.
Ia menuturkan, ada sejumlah asumsi bahwa musisi pop akan hidup dalam bahaya, penuh dengan kekerasan dan mati dini.
Beberapa jenis musik bahkan menunjukkan tren yang lebih buruk, misalnya, para musisi rap menjadi korban pembunuhan dan pemusik rock metal seringkali menghabisi nyawa mereka sendiri.
Meski demikian, penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk mengkonfirmasi hasil awal ini.
“Saya pikir, industri musik populer adalah sebuah tempat yang sangat berbahaya bagi anak-anak muda, sebagian besar bagi mereka yang mengalami gangguan psikologis parah. Ini adalah interaksi antara psikopatologi – perilaku yang terganggu, keluarga yang terpecah belah, banyak dari mereka tak selesai sekolah, merasa mereka tak diterima lingkungan, dan kemudian mereka berakhir di industri pop,” ungkap Dr. Dianna.
Ia menyebut, “Dunia musik sarat dengan obat-obatan terlarang dan pergaulan bebas serta memberi ruang pada kematian dini, jadi musisi muda yang depresi dan cenderung berperilaku bunuh diri tertarik kepada lingkungan sejenis ini.”
BACA ARTIKEL LAINNYA... Peneliti Australia Duga Kelelawar Bisa Jadi Solusi Krisis Ebola