jpnn.com, JAKARTA - Banyak Peraturan Daerah (Perda) selama ini dianggap bertentangan dengan Undang-Undang (UU). Untuk itu, Badan Urusan Legislasi Daerah (BULD) DPD RI melakukan pengawasan dan evaluasi Perda-Perda yang dianggap bertabrakan dengan UU agar tidak ada implikasi di tengah-tengah masyarakat.
“Selama ini Perda sering bertentang dengan UU di atasnya atau hierarki perundang-undangan. Apa pun produk hukum tidak boleh bertentangan dengan UU yang ada di atasnya,” ucap Wakil Ketua DPD RI Mahyudin saat Rapat Konsultasi BULD DPD RI dengan Bapemperda DPRD Provinsi dan Kepala Biro Hukum Pemerintah Provinsi se-Indonesia di Ruang GBHN Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (13/11).
BACA JUGA: Perda Harus Mampu Optimalkan Skema Pendanaan Daerah
Mahyudin menceritakan bahwa pada konteks tersebut pada beberapa lalu Menteri Dalam Negeri (Mendagri) sempat membatalkan Perda yang bertentangan. Namun Mendagri tidak mempunyai kewenangan dalam membatalkan Perda.
“Perda yang bertentangan itu harus di uji materil di Mahkamah Konstitusi. Dalam hal ini DPD RI melakukan sinkronisasi agar tidak ada Perda-perda yang bertabrakan kepentingan dalam produk UU,” kata Mahyudin.
BACA JUGA: Respons Komnas Perempuan Tentang Perda Praktik Poligami di Aceh
Mahyudin menambahkan DPD RI telah melakukan supervisi, pengawasan, sinkronisasi, dan evaluasi terhadap Perda di daerah yang selama ini bertentangan dengan UU di atasnya. Dengan ada acaranya ini, maka singkronisasi ke depan tidak ada lagi Perda-perda yang bertentangan atau bertabrakan dengan UU di atasnya.
“Pada kapasitasnya, DPD RI tidak mempunyai kewenangan membataskan atau membatalkan suatu Perda. DPD RI hanya sebatas melakukan pengawasan dan evaluasi,” jelasnya.
BACA JUGA: Perda Kawasan Tanpa Rokok Berpeluang Direvisi
Senator asal Kalimantan Timur itu menjelaskan bahwa kewenangan DPD RI yang baru ini telah diatur dalam UU MPR RI, DPR RI, DPD RI, dan DPRD (MD3). Untuk itu, DPD RI mengsingkronisasi sebelum kejadian ‘sedia payung sebelum hujan’ dari pada repot-repot ke Mahkamah Konstitusi (MK) akan makan waktu dan biaya.
“Maka DPD RI selalu berperan aktif dalam koordinasi dan komunikasi dengan pemerintah daerah,” cetusnya.
Senada dengan Mahyudin, Ketua BULD Marthin Billa mengatakan salah satu permasalahan terkait pembentukan legislasi saat ini menjadi perhatian publik seperti banyaknya Perda yang bermasalah. Perda-perda bermasalah tersebut umumnya dinilai karena bertentangan dengan perundangan di atasnya.
“Pada umumnya berimplikasi terhadap timbulnya hambatan-hambatan investasi di daerah atau menyebabkan diskriminasi terhadap kelompok minoritas,” tuturnya.
Menurut Marthin keberadan sebuah Perda memiliki lebih dari sekedar sebuah pertauran perundangan di tingkat daerah. maknanya Perda merupakan bentuk peraturan yang secara riil menyentuh bidang-bidang kehidupan masyarakat di daerah.
“Kita tahu DPRD, pemerintah provinsi dan Kementerian Dalam Negeri masih memiliki celah lolosnya Perda bermasalah,” tegasnya.
Selain oleh pemerintah pusat dan provinsi, lanjutnya, pemantauan dan evaluasi Ranperda dan Perda juga dilakukan oleh DPD RI. Hal ini merupakan kewenangan baru DPD RI sebagat amanat UU No. 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua UU No. 17 Tahun 2014 tentang MD3.
“Untuk melaksanakan tugas itu, DPD RI telah membentuk satu alat kelengkapan baru yaitu Badan Urusan Legislasi Daerah (BULD),” kata Marthin.(adv/jpnn)
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi