“Untuk pajak alat berat masih sangat berat. Terutama bagi perusahaan yang baru, untuk saat ini tidak dapat dipungut. Mereka beralasan menunggu putusan MA,” ujarnya.
Kepala Dispenda Kalsel Gustafa Yandi mengatakan, untuk perusahaan yang sudah cukup lama, dipastikan selalu membayar pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB).
“Tapi itu masih perusahaan yang lama, sedangkan perusahaan baru tidak ada yang mau membayar. Seandainya sudah ada putusan yang resmi, maka seharusnya dari pajak alat berat cukup menambah pemasukkan untuk Kalsel,” imbuhnya.
Menurut Gustafa, angka Rp100 miliar itu didapat dari pungutan pajak sekitar 2.400 alat berat yang terdaftar di Dispenda Kalsel. Berdasarkan penghitungannya, pengangkutan 100 juta metrik ton batubara itu diangkut 5.000 lebih angkutan berat.
Ia menyatakan, pemohon boleh berdalih bahwa alat berat tidak menggunakan fasilitas umum dan jalan raya. Sehingga tidak selayaknya alat berat dikenakan pajak dobel dan disamakan dengan kendaraan bermotor lainnya yang memanfaatkan jalan raya setiap harinya.
“Itu dalih mereka. Tapi mereka tetap memanfaatkan fasilitas negara sebab pengangkutannya tetap melewati jalan,” ujarnya.
Pada pendapatan tahun 2011, dari 100 juta metrik ton batubara yang dipungut kendaraan alat berat, realisasi mencapai Rp 42,784 miliar yang masuk ke kas daerah. Rinciannya adalah pajak kendaraan bermotor (PKB) sebesar Rp 12,517 miliar dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) sebanyak 30,267 miliar.
Selama ini, pajak alat berat yang beroperasi di Kalsel sangat banyak, mengingat Kalsel merupakan daerah tambang batubara yang cukup besar. Perusahaan pemegang PKP2B saja mencapai 25 perusahaan, pemegang izin usahan pertambangan (IUP) 125 perusahaan, dan diperkirakan masih banyak lagi yang belum terdata.
Sebelumnya, Dispenda Kalsel menegaskan akan tetap memungut pajak alat berat milik perusahaan yang beroperasi di Kalsel. Hal itu didasarkan pada pernyataan Ketua Majelis Hakim Konstitusi Mahfud MD yang menyatakan, sebelum ada keputusan maka aturan Undang-Undang Undang-Undang No 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tetap berlaku.
Diterangkan Yandi, pihaknya hingga kini masih menunggu hasil putusan majelis persidangan di Mahkamah Konstitusi. Seluruh proses persidangan sudah selesai. Ia berharap, majelis menolak gugatan uji materi terhadap Undang-Undang Undang-Undang No 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. (mrn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dikira Terduga Teroris, Pria Gila Dicokok
Redaktur : Tim Redaksi