Banyak Susu Formula Mengandung Gula, Lebih Baik Lanjut Beri ASI

Sabtu, 30 Januari 2021 – 15:01 WIB
Susu. Ilustrasi. Foto : Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Dokter sekaligus konsultan laktasi Utami Roesli menyarankan anak lebih baik lanjut diberi ASI, ketimbang diberi susu formula.

Ia bahkan menyebut, anak yang sudah berusia di atas dua tahun tak perlu lagi mendapatkan asupan susu.

BACA JUGA: Solusi Ampuh Atasi Masalah ASI Tak Lancar  

Di antaranya termasuk susu yang diklaim bagus untuk pertumbuhan.

"Sampai usia dua tahun memang diperlukan makanan cair. Kalau sudah mendapatkan ASI sampai dua tahun, kenapa ribut-ribut usia dua tahun ke atas perlu diberi susu formula," ujar Utami di sela-sela 'Peluncuran Dokumen Bahaya Terselubung Makanan Ultra Proses' via daring, Jumat (29/1) kemarin.

BACA JUGA: 11 Manfaat Teh Delima! Dari Masalah Reproduksi, Jantung Hingga Diabetes

Menurut Utami, susu formula mengandung gula tinggi.

Karena itu, ketimbang menambahkan susu formula, ibu bisa tetap memberikan ASI pada anak mereka apabila masih memungkinkan.

BACA JUGA: 5 Tips Mudah Tingkatkan Produksi ASI Secara Cepat

Hasil temuan dari Hellen Keller Indonesia (HKI) menyebut, sebanyak 98 persen susu pertumbuhan mengandung satu atau lebih gula tambahan atau pemanis.

Hasil tersebut dipublikasikan setelah menganalisis 100 susu pertumbuhan yang beredar di Indonesia pada Januari 2017- hingga Mei 2019.

Sukrosa, laktosa, turunan madu, fruktooligosakarida, galaktooligosakarida dan sirup glukosa padat, merupakan enam jenis gula yang paling umum ditambahkan pada susu pertumbuhan dan ditambahkan pada hampir seperempat sampai tiga perempat dari produk tersebut.

Lebih dari tiga perempat atau 77 persen susu pertumbuhan mengandung sukrosa.

Bahkan, kebanyakan susu pertumbuhan mengandung antara 1-10 gula tambahan untuk menambah rasa manis pada produk dan rata-rata mengandung 5 gula tambahan yang berbeda.

Susu pertumbuhan mengacu pada susu batita dan produk serupa lainnya yang ditujukan untuk anak usia 1-3 tahun meliputi minuman (baik dalam bentuk cair maupun bubuk untuk dilarutkan) yang berbahan dasar susu sapi.

Baik itu dengan atau tanpa modifikasi komposisi atau kandungan protein dan suplementasi asam lemak, mikronutrien atau zat lain yang berpotensi memberikan efek gizi, seperti probiotik, prebiotik atau simbiotik.

"Susu pertumbuhan beredar di Indonesia berdasarkan Model Nutrient Profiling dari Food Standars Agency (FFA) Inggris termasuk kategori tidak sehat dengan kandungan gula tinggi," kata dr. Dian Nurcahyati Hadihardjono dari HKI.

Dian menyarankan untuk membiasakan membaca label kemasan termasuk produk susu.

Apabila memang memerlukan susu, carilah produk yang kandungannya semata susu tanpa tambahan lain.

Senada dengan Utami, dr Dian tak memandang anak yang sudah bisa mengonsumsi makanan keluarga perlu mendapatkan asupan susu.

"Ketika manusia sudah masuk usia bisa mengonsumsi makanan keluarga, maka susu sama seperti sumber kelompok protein hewani lainnya. Kalau liat panduan Kemenkes, 'Isi Piringku', sudah ada pedoman berapa porsi lauk atau protein yang dibutuhkan setiap kali makan," tutur dia.

Lebih lanjut, walau tak menganjurkan, Utami tak berarti melarang Anda memberi susu pada anak-anak. Dia berkata, "Susu bukan tidak boleh tapi tidak perlu. Tidak saban hari, saban minggu, sekali-sekali saja." (Antara/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : Kennorton Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler