jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sedang berupaya menstabilkan harga set top box atau STB di tingkat ritel atau pengecer.
Menurut Direktur Penyiaran Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (Ditjen PPPI) Kemenkominfo Geryantika Kurnia, pihaknya sedang mengomunikasikan masalah harga STB itu dengan Kementerian Perdagangan.
BACA JUGA: Hendak Kirim Puluhan Paket STB, Kurir Curiga, Isinya Ternyata
Dengan demikian, diharapkan harga STB di tingkat ritel itu bisa stabil. Minimal batas kenaikannya dalam batas yang wajar.
"Kalau harga pabrikannya Rp 150.000, ya Rp 150.000 sampai ritelnya juga, atau minimal naik, ya 10 persen. Itu lagi dibicarakan," kat Geryantika dalam webinar, Senin malam (23/1).
BACA JUGA: 5 Rekomendasi Set Top Box dengan Harga Rp 200 Ribuan
Pria yang akrab disapa dengan panggilan Gery itu mengakui sekarang terjadi kenaikan harga STB di tingkat pengecer.
Hal itu menurut Gery terjadi lantaran para pengecer berupaya meraup keuntungan di tengah tingginya permintaan set top box.
BACA JUGA: Konon Begini Kronologi Pelecehan Seksual oleh WNI di Arab Saudi, Ada Rekaman CCTV
Itulah yang sekarang sedang dicarikan jalan keluarga oleh pemerintah agar harga di ritel bisa tetap stabil sehingga masyarakat tidak terbebani untuk membeli perangkat untuk menangkap siaran TV digital itu.
Gery menilai kebutuhan masyarakat terhadap STB bagian dari proses transisi siaran TV analog ke digital.
Dia memprediksi kebutuhan masyarakat terhadap perangkat STB tidak akan berlangsung lama.
Nantinya, lambat laun masyarakat akan lebih memilih menggunakan TV digital, alih-alih bertahan dengan STB.
"Sebenarnya set top box ini kan transisi, paling satu tahun atau dua tahun setelah itu set top box hilang, dan yang muncul adalah masyarakat itu beralih membeli TV," ucapnya.
Wakil Ketua Bidang Regulasi Pemerintah Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel) Joegianto menyebut harga STB yang dijual oleh pabrikan saat ini berkisar Rp 230.000 hingga Rp 250.000. Namun, saat masuk ke ritel harganya melonjak.
Dia menilai itu terjadi karena para pedagang tidak ingin melewatkan kesempatan untuk meraup lebih banyak keuntungan di tengah tingginya permintaan.
"Karena kesempatan ini tidak akan datang dua kali. Jadi kalau toko merasa permintaannya lebih tinggi daripada stok yang dia punya, ya naikin saja, nanti kan juga dibeli," kata Joegianto.(antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam